"Kok parkir disini, Gav?" tanya Shania spontan ketika Gavrel memarkirkan mobilnya di luar area fakultasnya.
"Ada bazaar di halaman jadi parkirannya dipindah." Jelas Gavrel sembari membuka sabuk pengamannya.
Shania memulatkan mulutnya, "Oh iya baru inget gue fakultas lo lagi ngadain acara Dies Natalis."
Mereka pun turun dari mobil, setiba di depan FEB (Fakultas Ekonomi & Bisnis) terlihat para mahasiswa sibuk mempersiapkan stand-stand bazaar mereka. Acara ini memang salah satu rangkaian kegiatan Dies Natalis atau hari jadinya FEB –sekaligus praktek mata kuliah kewirausahaan, acara puncaknya sendiri diadakan lusa malam dengan mengundang beberapa penyanyi serta stand up komedian.
"Woy! Gav!"
Seruan itu membuat Gavrel berbalik, pun dengan Shania yang refleks mengikuti. Asal suara itu dari seorang pemuda yang mengangkat kardus berisi perlengkapan bazaar sambil berjalan ke arah mereka. Shania kenal cowok itu, namanya Dimas, dia cukup akrab dengan Gavrel karena selain satu angkatan mereka juga sama-sama mengikuti UKM (unit kegiatan mahasiswa) Basket.
"Eh bisul! Lu ngapa baru datang jam segini? Kan dibilang datengnya jam tujuh! Biasanya lo on time, Bayu si tukang ngaret aja udah datang dari kapan tau." Cerocosnya kesal, dilihat dari peluh yang membanjiri keningnya sepertinya cowok itu sudah jadi tukang suruh-suruh sejak tadi. "Buruan lo angkutin barang di mobilnya Adel."
"Iya, tapi gue nganterin Sunny dulu."
Dimas membuka mulutnya hendak menimpali tapi Shania lebih dulu menyela, "Nggak usah Gav, gue bisa sendiri kok. Lagian kenapa lo nggak duluan ke kampus aja sih? Gue kan bisa naik bis."
Dimas mangap lagi tapi disela Gavrel, "Gue nggak bisa biarin lo sendirian, Sunny. Lagian kalo ada wartawan gimana? Seenggaknya biarin gue nganterin lo sampe ke jurusan lo."
"Tapi Gav, gue..." ucapan Shania terhenti karena ada kemoceng yang tiba-tiba nyusruk diantara mereka.
"Woy! Woy! Lu berdua pagi-pagi udah india-an aja!" protes Dimas sewot sambil mengibaskan kemoceng, "Ngapain sih pake dianterin?! nggak bakalan nyasar juga cewek lo! yang ada noh si Adel mak lampir terong belanda udah ngamuk-ngamuk dari tadi! Lo sih enak ganteng kalo telat paling cuma diomelin manja, lah gua telat lima menit aja kena damprat mulu dari tadi. Heran gua salah mulu hidup gua kagak ada benernya." Gerutu Dimas panjang lebar, bahkan saat berjalan menuju stand-nya pun keluhannya belum juga selesai.
"Udah sana, Gav. Temen-temen lo udah kerepotan gitu."
"Ya udah. Tapi kalo ada apa-apa langsung hubungin gue ya?" pinta Gavrel, ia memang menyerahkan ponsel keduanya selama Shania belum membeli yang baru. Ia pun pergi mendatangi Dimas setelah mendapat anggukan dari Shania.
Shania menarik nafas dalam lalu membuangnya, ia menatap keramaian di depannya kemudian mulai melangkah menuju fakultasnya. Di satu sisi ia merasa tertekan akan tatapan orang-orang terhadapnya, bahkan mereka menyeletuk terang-terangan saat ia lewat.
"Eh anaknya Diana Safira tuh, lo udah tau beritanya belom?"
"Udah, gue baca di lambe-lambe. Gila ya hamil dari brondong boooo~ bokap tirinya cuma beda tujuh tahun hahaha."
Dan di sisi lain, Shania membuang semua rasa kepedulian itu, menulikan telinganya, dan mengabaikan mereka.
~*~*~*~
Shania melirik jam tangannya setiba di luar gedung fakultasnya, kelas terakhir hari ini baru selesai jam setengah tiga. Ia berjalan menuju FEB yang sudah ramai dengan deretan stand-stand bazaar dan para mahasiswa berbagai jurusan yang sengaja datang untuk membeli ataupun sekedar mengunjungi teman mereka, selain itu ada juga penampilan band-band kampus yang meramaikan acara di panggung kecil dekat gerbang FEB.
KAMU SEDANG MEMBACA
GINOSIDE [COMPLETED]
FantasyShania terkejut mendapati bantal yang biasa dipeluknya saat tidur tiba-tiba menjelma jadi pria tampan dan berkata bahwa Shania adalah istrinya. Mungkin efek kelamaan jomblo dan kebanyakan nonton drama korea, dirinya suka ngayal...