Kau bukan bangkai, Sayang. Jangan menutup dirimu.
Ini tidak mungkin, kan? Tidak mungkin pelarian akan semudah ini. Mereka lebih dari satu orang dan mungkin saja semuanya dibekali dengan senjata. Belum lagi mereka adalah pria-pria kuat yang tak mungkin kalah adu cepat ketika mengejarku.
Sara menggigit punggung jarinya, ia masih tidak percaya bahwa dirinya berhasil lolos dari kejaran preman bergaya parlente tadi-itu pun jika mereka memang mengejarnya. Semalam setelah ia berhasil sampai di flat tanpa diikuti, Sara tidak lantas merasa lega. Ia mengunci seluruh pintu dan jendela lalu berjaga-jaga di dalam kamarnya dengan pipa air rusak yang ditinggalkan tukang pipa tempo hari. Sara terjaga sepanjang malam walau seharusnya ia tidur. Pagi ini lingkaran hitam mewarnai daerah matanya, wajahnya pucat pasi dan ia berantakan total.
Setiap beberapa jam sekali ia mengintip melalui tirai jendelanya ke luar, berjaga-jaga mungkin saja ada pria aneh yang sedang mengawasi tempat tinggalnya.
Tiba-tiba saja tenggorokannya terasa sakit, ia baru sadar bahwa sejak tiba semalam ia belum membasahi tenggorokannya dengan air. Sambil tetap membawa pipa air ia pergi ke dapur dan mengambil segelas air yang kandas dalam sekejap lalu ia mengisinya lagi.
"Apa yang akan kulakukan sekarang? Menghubungi Justin? Tapi aku tidak ingin melibatkannya."
Yang jelas ia harus melakukan sesuatu karena para pembunuh itu tidak akan tinggal diam. Mereka akan menelusuri setiap gang kumuh di kota ini untuk menemukannya. Bagaimana jika mereka menemukannya? Sudah pasti ia akan menyusul pria malang yang kepalanya ditembus oleh peluru di gudang tadi.
Ada tiga kemungkinan yang bisa ia pikirkan, pertama adalah pulang kembali ke rumah orang tuanya hingga situasi aman. Tapi itu artinya ia melibatkan kedua orang tuanya dan mereka bisa saja celaka. Ia mencoret kemungkinan pertama. Lalu yang kedua, mungkin ia bisa pergi ke luar negeri yang jauh dan tidak terlacak, ia bisa melanjukan pendidikan di negeri antah berantah dan kembali ke kota ini beberapa tahun kemudian, saat itu pasti si pembunuh telah diringkus oleh polisi. Tapi, darimana ia mendapatkan biaya untuk melakukan semua itu? Ia bukan anak orang kaya. Baiklah, ide ini terlalu muluk. Ia mengesampingkan ide kedua.
Tapi ia masih punya alternatif lain, yakni tetap menjalani hidup seperti biasa, menghindari tempat-tempat seperti kemarin dan seluruh tempat dimana para pembunuh itu mungkin saja berada. Dan jika ia memang akhirnya bertemu dengan para peembunuh itu lantas mereka mengenali wajahnya maka ia akan pasrah menyambut ajalnya. Semua pilihan tidak layak untuk dipilih dan ia hampir saja putus asa.
Sara menghabiskan gelas keduanya dan menoleh ke arah cermin di dapur, ia melihat sesosok gadis berantakan seperti mayat hidup, ia hampir tidak mengenali dirinya sendiri.
"Lihat apa yang bisa kulakukan untuk mengatasi masalah ini." Saat itu terbersit gagasan dalam benaknya.
Sara mengenakan jaket hoodie berwarna hijau gelap milik Justin yang tertinggal di flat ketika mereka belajar bersama. Ia melengkapi wajahnya dengan masker separuh wajah sekali pakai. Ia memilih hot pants jins, sesuatu yang hanya ia gunakan ketika pergi bersama teman-temannya. Dan sebagai sentuhan terakhir ia menggunakan kacamata hitam.
Rambut coklatnya disembunyikan dalam jaket dan tak sehelai pun diijinkan mengintip keluar. Ia mencermati tubuhnya di depan cermin mulai dari kepala hingga ke ujung kaki dan kembali ke wajahnya.
Aku terlihat sangat aneh, pikirnya. Baginya, ya. Tapi tidak bagi Stefanie, tetangga seberang rumahnya di Malvone selalu bergaya seperti ini walau angin musim gugur cukup dingin di kulit. Yang harus dilakukan selanjutnya adalah berjalan dengan santai keluar, menyapa Fredie si penjaga kios majalah sambil lalu dan tidak menjawab pertanyaannya yang akan berbuntut panjang karena Fredie suka mengobrol. Kemudian ia akan menghabiskan sekitar tiga puluh menit berbelanja di sebuah butik murah sekitar dua blok dari sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Roses I Found Driving Me Crazy (#1 White Rose Series)
RomanceAmbisi Royce untuk mewujudkan impian sang ayah membuatnya gelap mata hingga tega menuduh Sara, gadis pejalan kaki acak sebagai mata-mata dari rivalnya, Henry. Berniat untuk menculik gadis itu, memuaskan rasa penasarannya sekaligus menjegal langkah H...