Praktek Fisika, bukan Kimia, please!
Tubuh Sara gemetar hebat dalam kungkungan Royce, napas mereka beradu dan saling memburu. Pria itu dapat merasakan detak jantung Sara yang berantakan. Tapi tidak seperti harapannya, gadis itu justru bergeming membalas tatapannya. Bukan dengan sorot mata menantang seperti tadi, tatapannya nanar. Tidak ada perlawanan dalam bentuk tindakan maupun verbal, keduanya diam.
"Jika kau ingin melakukannya-" Sara membasahi bibirnya yang gemetar, "seharusnya kau meminta kepadaku, bukan menghindariku." Ia berusaha terdengar angkuh seolah memberitahu pria itu jawaban yang sebenarnya. Penolakan.
"Memangnya kau akan memenuhi permintaanku?" Royce pun ingin terdengar skeptis bahkan sinis, alih-alih suaranya justru terdengar mendamba. Sialan!
"Coba saja." Sara mencoba peruntungannya bersikap sombong selagi bisa. Ia menantang gairah seorang pria. Apakah ia tidak tahu bahwa itu berbahaya?
Royce merunduk menempelkan pipi mereka, ia mendekatkan bibirnya ke arah telinga gadis itu, hembusan napasnya menggelitik, mengirimkan gelenyar memabukan ke seluruh tubuh Sara. "Bercintalah denganku, Sara...Bentley."
Sara memejamkan matanya ketika mendengar permintaan itu, ia tidak dapat membedakan apakah itu sebuah tantangan atau benar-benar permohonan. Ketika matanya kembali terbuka, pandangannya kabur tertutup kabut gairah.
"Lakukan-" ia menarik napas dan menjawab, "kita lakukan ini berdua."
Kantuk, emosi, marah yang membayangi matanya hilang seketika digantikan oleh kernyitan heran. "Kau serius dengan jawabanmu?"
"Oh, ayolah." Suaranya berhasil terdengar menyepelekan apa yang tidak ia ketahui, "Kau pikir hanya dirimu yang bisa bercinta tanpa ikatan? Ini hanya bercinta, sama halnya dengan praktek fisika."
Sebenarnya Royce tidak percaya telah mendengar semua ini dari bibir seorang Sara. Semua terdengar mustahil, gadis di bawahnya ini tidak seperti Sara. Tapi peduli setan, ia sudah mendambakan ini selama sebulan lebih sejak malam itu, dan sejak malam itu juga ia tidak bercinta dengan siapapun. Saking sabarnya menanti.
Ah!
Adalah desahan terakhir ketika Royce melumat mulutnya, pria itu sangat tidak sabar mengambil kesempatan ini. Royce benar-benar percaya aku sanggup melakukan ini. Sara memejamkan matanya ketika ciuman itu menjalar turun ke lehernya, tulang selangkanya, juga payudaranya.
Ia berpegangan erat pada seprai di bawah mereka. Kelopak matanya mengerjap amat perlahan dan napasnya berhembus keluar melalui sela-sela bibirnya yang merah. Ia bertahan sekuat tenaga ketika Royce menjelajahi tubuhnya, pria nakal itu tidak melewatkannya sejengkal pun. Sara hampir menangis ketika jemari panjang Royce menarik turun celana dalamnya, jangan menangis, Sara, ini mudah. Ia menggigit bibir bawahnya sembari menyemangati diri sendiri agar air matanya tidak jatuh.
Royce terlalu sibuk untuk mengamati wajah Sara, ia gelap mata mengulum pucak payudaranya berulangkali hingga terasa amat basah di sana. Tubuhku-, tubuhku dijamah. Royce membenamkan wajahnya di ceruk antara leher dan pundak Sara, mengendus rakus di sana, bibirnya meracau tidak jelas seperti sebuah mantra. Sara tidak dapat bergerak sedikit pun, tubuh besar itu menindihnya, menguasainya. Bertahan, Sara!
"Akh...!"
Terdengar tarikan napas singkat, matanya membelalak nanar ke arah langit-langit yang mendadak terasa begitu jauh, dan bulir-bulir bening membasahi pipinya ketika Royce mendesak tubuhnya masuk. Menyeruak keperawanan gadis itu tidak dengan lembut. Buku jari Sara memutih karena genggamannya di seprai semakin erat, mulutnya masih menganga berusaha meraih udara dari sana. Sengatan itu terasa amat perih dan begitu membakar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Roses I Found Driving Me Crazy (#1 White Rose Series)
RomanceAmbisi Royce untuk mewujudkan impian sang ayah membuatnya gelap mata hingga tega menuduh Sara, gadis pejalan kaki acak sebagai mata-mata dari rivalnya, Henry. Berniat untuk menculik gadis itu, memuaskan rasa penasarannya sekaligus menjegal langkah H...