ENAM BELAS

8.5K 756 15
                                    

Jika ada yang bertanya dimana aku saat ini, tolong jawablah bahwa aku terjerembab di dasar jurang kehidupanku

Aku kembali! Katanya dalam hati sembari mengedarkan pandangan ke dalam flat bobrok dan bukannya ‘aku pulang’, ia bimbang manakah tempat yang pantas disebut rumah untuk kembali pulang, kehidupannya sebelum bertemu Royce ataukah saat bersama pria itu. Cintanya.
Tempat ini begitu kontras jika dibandingkan dengan rumah mewah Royce. Ia meringis melihat noda air dari plafon yang bocor, kertas pelapis dinding yang mengelupas, dan aroma limbah dari pabrik roti. Tiba-tiba saja perutnya merasa mual padahal dulu ia terbiasa dengan tempat tinggalnya ini, sekarang ia harus menyesuaikan diri dengan lingkungan ini dari awal, atau mungkin ia bisa mencari tempat tinggal lain yang lebih layak.

Sialan! Selama ini Royce terlalu memanjakannya dengan fasilitas mewah dan sekarang ia harus menghadapi kehidupan normalnya yang terasa jauh lebih sulit ketimbang sebelumnya. Belum lagi ia harus mengobati patah hati. Ia harus segera mengubur kenangan bersama Royce jauh di dasar hati yang bahkan tidak tersentuh lalu melanjutkan hidup.

Pertama, aku harus…ia membolak-balik proposalnya sesekali ia membayangkan wajah pria itu ketika membaca dan akhirnya mencoret pekerjaan yang ia buat. Sara menggeleng kasar, tidak seorang pun bahkan Royce boleh membunuh impiannya. Ia telah berjuang sejauh ini demi cita-citanya maka ia tidak berencana mundur sekarang.
Gadis itu duduk di depan komputer jinjingnya, ia menatap barisan kata demi kata dan membaca satu paragraf yang sama berulang kali. Kelamaan kepalanya menjadi pusing, “Apa yang harus kurevisi lagi?” jerit Sara pada ruang hampa, “Sampai kapan kau terus menyulitkan hidupku, Royce?” teriaknya lagi.

“Apa kau sudah gila, Manis?” pria itu berdiri di ambang pintu flatnya yang tidak tertutup, “Menjerit pada laptop? Yang benar saja.”

Kehadiran Justin bagai malaikat pembawa kabar gembira saat ini, ia berdiri di sana dengan dua cup jumbo Greentea Frappe dan sekotak donat.
“Oh, Justin, penyelamat domba yang tersesat.” Sara berlari dan memeluk pria itu dengan penuh kerinduan.

“Sayang-“ Justin melindungi minumannya, “kau akan menumpahkan minuman kita.”

“Oh, baiklah. Mari kubantu.” Katanya sambil meraih kotak donat dari pelukan Justin, “aku sangat merindukanmu.” Ucap Sara tulus.

“Tentu saja kau merindukan aku padahal kau sendiri yang menghilang selama tiga bulan ini.” Ia membuntuti gadis itu ke ruang tamu, “Apakah kau pulang ke Malvone?” mereka duduk berdampingan di sofa yang sudah mulai menipis dan merasa nyaman karena keduanya sudah terbiasa. Sofa itu adalah tempat mereka menghabiskan waktu sebelum Sara menghilang.

Sara menggigit donatnya lalu menggeleng, setelah menelan ia menjawab dengan santai, “Ada orang yang mengincar nyawaku tiga bulan lalu.”

“Benarkah?” Justin berhenti mengunyah, “Apa mereka menyakitimu?” Pria itu menjadi super panik, ia memeriksa wajah dan bagian tubuh Sara yang lain tanpa bermaksud mencari kesempatan. Sara mengangguk pelan sebagai jawaban, “Apa yang mereka lakukan, katakan padaku bagian mana yang mereka sakiti?”

“Justin-“ Sara tak sanggup lagi membendung air matanya.

Air mata itu sukses membuat Justin semakin panik, ia mengusap dengan punggung jarinya tapi air mata gadis itu terus mengalir tanpa henti. Merasa sia-sia, akhirnya ia menarik Sara ke dalam pelukannya dan membiarkan gadis itu menangis hingga puas. “Oh, Sara, gadis kecilku…” katanya selembut belaian seorang ibu. Setelah merasa lebih baik, Sara menarik diri dari pelukan Justin, ia menyeka matanya yang basah dan menenangkan tarikan napasnya.

Justin menangkup wajahnya dan menatap ke dalam matanya yang berkilauan karena air mata, “Apa yang mereka lakukan padamu?” ia bertanya lagi, “Apakah mereka memperkosamu?” ketika mata Sara mulai berair lagi, Justin menganggap tebakannya tepat, ia menggaruk kepalanya karena frustasi.

Roses I Found Driving Me Crazy (#1 White Rose Series) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang