Beruang Kutub
Sara bangun lebih dulu sebelum Royce. Setelah semalam kini ia merasa butuh olahraga karena tubuhnya pegal. Tapi seperti biasa ia turun untuk sarapan karena sandwich semalam hanya berhasil ia lahap separuh, Royce merasa kurang dan Sara memberikan separuh miliknya.
"Aku akan tetap menyukaimu walaupun tubuhmu berubah gemuk. Asal tidak berlebihan."
Memangnya kita masih seperti ini suatu hari nanti? Sara membatin. Ia tersenyum senang melihat betapa lahapnya pria itu menghabiskan sisa sandwichnya.
Wajah Sara merona lagi hanya karena mengingat celetukan Royce semalam, pria itu memang tidak pernah menyadari efek dari setiap ucapannya, ia tidak sadar telah berkata manis yang membuat perasaan seorang wanita melambung tinggi.
Wangi sosis panggang dan telur setengah matang mengusik lamunannya. Flo meletakan piring di hadapan Sara tanpa bermaksud mengusik gadis itu.
"Ah, terimakasih, Flo." Sara mengulas senyum lelah pada wanita itu.
"Saya pikir Anda masih akan tidur hingga tengah hari mengingat Anda tidur larut malam." Bagus, Flo tidak bisa menjaga lidahnya. Pagi ini dengan tidak sabar ia menagih penjelasan Retta atas pesan misterius yang dikirimnya semalam, ia terkaget-kaget dan tidak percaya, terlebih karena Sara bangun pagi seperti biasa.
Sara tercengang. Ia merapatkan bibirnya, menautkan alisnya, dan menyipitkan matanya pada dua wanita di depan. Flo kembali menyibukan diri dengan sosis panggang dan Retta mencuci piring sembari menunduk dalam-dalam. Awas saja kau, Flo. Setelah ini aku tidak akan menceritakan apapun padamu.
"Pagi!" suara berat lain terdengar dari balik punggung Sara, tapi ia tahu pasti suara itu bukan milik Royce. Sara menoleh dan mendapati pria paruh baya dengan semburat warna putih menghiasi rambutnya, pria itu adalah Royce versi tua dan lebih pendek.
"Pagi-" balas gadis itu salah tingkah.
Andrea berdiri di samping Sara, mereka sedang berada di meja bar yang menghadap langsung ke arah dapur. "Berikan aku sarapan seperti miliknya." Pinta pria tua itu pada Flo.
"Anda mau teh?" Sara menawarkan dengan canggung, karena Andrea mengangguk jadi ia menuangkan secangkir teh untuk pria itu.
"Kau wanitanya Royce?" Sara sedang memikirkan jawabannya ketika pria itu kembali bertanya, "Siapa namamu?"
"Sara Bentley." Jawabnya lirih.
Pria itu mengernyitkan dahinya, rupanya ia berusaha mengingat nama itu di antara jajaran para publik figur tapi tidak ketemu. "Model?"
"Mahasiswa." Sara sedikit kesal dengan interview dadakan pagi ini. Apakah semua wanita yang bersama Royce harus mengalami ini?
"Ah-" Sara tidak yakin seruan itu hanyalah sebuah kata tidak bermakna atau justru sebuah cemoohan. "Rupanya banyak hal yang telah terjadi pada putraku dan aku melewatkannya begitu saja. Aku memang sedikit sibuk belakangan ini."
"Dad?" suara serak Royce menginterupsi, "Kapan kau datang?"
"Kemarin malam." Jawab Andrea sembari mengawasi raut wajah Sara yang terlihat seperti kelinci bertemu kucing.
"Apa yang kau inginkan?" tanya Royce tanpa basa basi. Ia duduk di sebelah Andrea, terpisah dari Sara.
"Melihat kondisi putraku sendiri, memangnya itu aneh?"
"Tidak biasa." jawab Royce kaku, sementara Sara hanya diam, ia tidak mengambil bagian dalam percakapan ini.
"Sama seperti dirimu belakangan ini. Kau tidak biasanya bolos masuk kantor, ada apa denganmu? Performamu di kantor tidak memuaskan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Roses I Found Driving Me Crazy (#1 White Rose Series)
عاطفيةAmbisi Royce untuk mewujudkan impian sang ayah membuatnya gelap mata hingga tega menuduh Sara, gadis pejalan kaki acak sebagai mata-mata dari rivalnya, Henry. Berniat untuk menculik gadis itu, memuaskan rasa penasarannya sekaligus menjegal langkah H...