Mawar yang langka harus dikarantina...
Dan lebih baik lagi jika menghasilkan keturunan.
Pria itu meminum happy soda dengan santai di bangkunya. Wajah Sara berkerut masam sambil memeluk tas selempang di depan dada. Ia heran, bagaimana bisa pria lancang itu mengambil persediaan sodanya dari pendingin tanpa ijin. Bukan perkara pelit, tapi ini masalah privasi. Ia sudah melanggar privasinya terlampau dalam.
"Butuh minum?" Royce menyodorkan kaleng happy sodanya.
"Kau bahkan mengambilnya dari pendinginku tanpa ijin." Kata Sara ketus.
"Oh, jadi sepanjang jalan kau berwajah masam karena benda ini?" ia mengangkat kalengnya sejajar dengan wajah mereka.
"Karena lancang, bukan karena minumannya. Kau sudah terlalu lancang masuk ke dalam hidupku."
Royce mengedikan bahu dan kembali menyeruput sodanya, ia mengabaikan kekesalan Sara karena kekesalan wanita tidak akan ada habisnya.
"Hm, rasanya lembut sekali ya, manis dan aroma buahnya tidak terlalu tajam. Aku baru tahu ada soda dengan campuran susu dalam kaleng." Katanya terkagum-kagum.
Sara membelalakan matanya pada Royce membuat pria itu gerogi sesaat. Benar, mata Sara agak terlalu cemerlang dalam gelap malam membuat Royce hampir tersentak mundur.
"Makhluk dari planet mana sebenarnya dirimu? Kau bisa mendapatkan soda itu di minimarket 24 jam yang tersebar di seluruh kota ini."
"Aku kan tidak pernah ke minimarket." Gerutu Royce sembari menyesap minumannya lagi.
"Kau ini siapa, sih?" Sara tidak tahan lagi dibuat penasaran oleh 'pembunuh' yang mengaku 'bukan pembunuh' di sebelahnya.
"Oh, ya, kita belum berkenalan." Ia menyodorkan tangannya, "Royce." Katanya. Bentuk bibir pria itu sangat sensual ketika menyebutkan namanya.
Sara melirik tangan pria itu ragu-ragu lalu menerima ulurannya, "Sara."
Royce menarik tubuh Sara mendekat dan hendak mendaratkan ciuman di bibirnya namun Sara menahan dada pria itu tepat pada waktunya.
"Kau mau apa?" suaranya mencicit panik.
"Aku terbiasa berkenalan dengan sebuah kecupan singkat. Khusus wanita, sih." Jawab Royce tanpa dosa seolah kebiasaan itu bukan sesuatu yang besar. Layaknya berjabat tangan.
"Oh, jadi itu maksud ciuman impulsifmu di toilet bioskop." Gerutu Sara kesal setelah berhasil membuat jarak di antara mereka.
Dahi Royce berkerut dalam, bibir bawahnya dimajukan seperti sedang mencoba mengingat sesuatu yang remeh.
"Oh, itu." Katanya setelah berhasil mengingat, "itu bukan ciumanku, itu ciuman kita." Tuduh Royce masih tanpa dosa, ketika Sara siap menyangkal Royce buru-buru menambahkan, "kau membalas ciumanku dengan lidah, jika kau lupa."
Seketika itu pula Sara hanya bisa ternganga, bisu, dan membeku. Rona wajahnya semerah kain bendera yang terkena cahaya matahari.
Setelah berhasil membuang muka, ia melipat kedua tangannya dan wajahnya tentu tidak bisa lebih kesal lagi dari ini.
"Seharusnya kau bertanya dulu bagaimana caraku berkenalan." Gerutunya.
"Akan kucatat." Royce mengangguk lalu meminum sodanya lagi dan ternyata sudah habis. "Yah."
"Percuma saja, kita kan sudah berkenalan. Memangnya dua orang bisa berkenalan lebih dari sekali? Tidak masuk akal."
"Bagiku kita akan melakukannya, lebih dari sekali."
KAMU SEDANG MEMBACA
Roses I Found Driving Me Crazy (#1 White Rose Series)
RomanceAmbisi Royce untuk mewujudkan impian sang ayah membuatnya gelap mata hingga tega menuduh Sara, gadis pejalan kaki acak sebagai mata-mata dari rivalnya, Henry. Berniat untuk menculik gadis itu, memuaskan rasa penasarannya sekaligus menjegal langkah H...