Radena::6

195 24 0
                                    






Hailee Stainfeld; Grey; Zedd - Starving

****

Dena kini tengah berbaring diatas kasur kesayangannya. Sembari memikirkan kejadian di supermarket tadi. Kalo boleh jujur, sebenarnya Dena tak ingin melakukan ini. Tak ingin menjauhi Raden. Lelaki yang ia sayang. Namun apalah daya. Ia tak ada pilihan. Ia tak ingin lelaki yang sangat disayangnya terluka. Semua ini hanyalah untuk dia.

"Lo jauhin Raden kalo lo gak mau dia kenapa-kenapa"

Raili saat itu tengah memberikan sebuah ancaman, bisa disebut juga perintah yang harus dilaksanakan. Saat itu mereka masih terlalu muda untuk mengenal cinta. Atau bisa dibilang masih masanya cinta monyet.

Tapi berbeda dengan Raden dan Dena. Keduanya seolah memiliki ikatan batin. Dena ini, pasti Raden juga ini. Begitu terus. Apa ini yang dinamakan jodoh?

Lalu Raili sangat terobsesi dengan Raden sedari mereka pertama masuk SMP. Mereka memang satu sekolah.

Raili merasa bahwa Raden sejatinya hanya untuk dirinya. Hingga ia terus mengintili, melakukan hal yang agak berlebihan hanya untuk Raden. Masuk SMA, Raili berusaha untuk mempercantik dirinya, melakukan diet mati-matian agar tak gemuk, memakai seragam yang ketat, merias diri saat pergi kesekolah. Semua untuk Raden. Hanya untuknya.

Tapi bukannya sombong atau gimana. Raden gak pernah ngelirik Raili. Karena Raden benci sama cewek yang pake seragam ketat dan ber-makeup saat ke sekolah. Selain itu juga Raili sangat terobsesi, sangat agresif mengejar dirinya. Dan Raden gak pernah suka hal itu. Karena ia lebih suka kalo dia yang ngejar cewek. Sama kayak yang dilakukannya ke Dena.

"Apaan? Rai aku bilangin ya. Jadi cewek itu yang kalem, jangan agresif. Biarin cowok yang ngejar kamu. Jangan kebalik. Kamu malah yang ngejar cowok. Cewek itu kodratnya untuk dikejar dan dipuja. Jangan biarin diri kamu yang ngejar orang" Setelah jeda beberapa detik, Dena tersenyum, "Kamu boleh suka sama orang. Tapi jangan terlalu ditunjukkin. Buat dia paham sama isi hati kamu dengan perlahan-lahan. Misalnya kamu ngekode dia? Maybe?"

Raili-pun tersenyum sinis, "Tau apa lo tentang gue, hah? Sok bijak lo. Terus kalo gue ngekode? Dia gak paham-paham gimana coba? Udah berulang kali gue ngekode dia. Dia gak pernah gubris. Oleh karena itu, gue kayak gini"

"Oke kamu boleh ngejar-ngejar orang. Tapi jangan sampe kayak gini juga. Jangan sampe pake anceman. Dan satu lagi, kamu boleh ngejar siapapun. Asalkan Raden"

"Lo bego atau gimana sih?!" Nada bicara Raili meninggi. "Kalo gue sukanya sama Raden terus gimana?! Masalah buat lo? Setiap orang berhak mencintai dia. Termasuk gue. Jangan mentang-mentang lo pacar dia, lo bisa seenaknya nyuruh gue. Will not. I'll never give up to do something to get Raden. "

"To get Raden? Dia bukan barang. Yang bisa kamu dapetin seenaknya"

"Nyolot ya lo!" Tangan Raili kemudian melayang ke arah pipi mulus Dena. Raili menampar Dena dengan sangat kuat hingga kepalanya tertoleh.

"Kalo lo gak mau, ya it's okay. Tapi siap-siap, lo bakal dapet kabar buruk tentang Raden."

Dengan sebelah tangan memegang pipi sebelah kanan bekas tamparan tadi, "Kamu boleh lakuin apapun buat aku. Nggak untuk Raden"

Sudut bibir Raili terangkat, "Oke. Gue gak akan macem-macem. Asal satu. Lo harus PUTUS sama dia" Ujar Raili dengan kata 'putus' yang agak ditekankan.

"Gak"

Raili mengangguk-anggukan kepalanya sembari tersenyum sinis, "Oke. Tapi lo tau konsekuensinya. Inget. Gue gak pernah main-main dengan ucapan gue" Raili berbalik hendak meninggalkan Dena sendiri. Namun suara Dena menghentikan langkahnya.

"Oke. Aku bakal putus dari Raden. "
Berbalik, Raili mengangkat salah satu sudut bibirnya, "Good. Pilihan yang tepat. Satu lagi. Lo harus pergi dari dia. Kalo bisa lo jangan satu sekolahan sama dia pas SMA nanti." Lalu dengan segera Raili berbalik, kembali berjalan.

"Lah?"

Sampai sekarang Dena masih mengikuti perintah Raili. Entahlah. Dia merasa bodoh. Karena dia mau saja menuruti perintah Raili.

Tapi Dena terlalu takut. Terlalu takut kalau Raden akan kenapa-kenapa. Makanya itu, sampai sekarang ia masih menjauhi Raden.

Mendengar omongan Raden tadi, Dena merasa bangga. Merasa bangga karena Raden menceritakan dengan wajah yang meredup. Seolah-olah Raden memang mengharapkan kembali kehadirannya. Raden masih menyayanginya. Itulah yang membuat jantungnya sampai sekarang masih berdebar lebih dari biasanya.

Tangan Dena tergerak memegang dadanya yang sangat berdebar. Diiringi senyuman manis dari bibir tipisnya yang merah alami serta pipinya yang entah kenapa terasa panas.

Dena merasa menjadi wanita yang paling beruntung. Beruntung karena dicintai oleh Raden. Meski sudah ia tinggalkan begitu saja.

Tapi, bila Raden tahu bahwa ini adalah rencananya bagaimana? Bila Raden tahu kalau dirinya memang sengaja pura-pura lupa ingatan? Sengaja meninggalkan dirinya, yang sudah membuatnya tersakiti walaupun dia tak bermaksud?

Senyum Dena perlahan memudar. Memikirkan bagaimana reaksi Raden bila tahu hal tersebut. Memikirkan apakah Raden masih akan tetap menyayangi dirinya setelah dia tau apa yang dilakukan Dena tanpa tahu hal sebenarnya? Tapi-kan ini untuk Raden. Ya, mending kalo Raden tahu apa alasan dibalik perilakunya yang menjauhi Raden. Kalo nggak? Habislah dia.

****

A/N: Entah kenapa rasanya cerita ini gak nyambung. Jujur bingung mau nulis apalagi. Apa unpub aja ya? Oke bay.

P.s. yang di italic itu flashback yow.

•Melliiiiiy

RadenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang