Radena::11

175 17 5
                                    






Sia - Never give up

****
Malam ini, Raden datang ke rumah Dena. Rumah yang ia hapal luar kepala. Niatnya datang ke sini, untuk mengembalikan buku agenda milik Dena. Secara diam-diam.

Tiba disana, mata Raden menjelajahi keadaan rumah. Memungkinkannya untuk melempar buku atau tidak.

Setelah rumah bisa dibilang cukup sepi, Raden melempar buku agenda itu ke halaman rumah. Cukup susah, karena pagar rumah yang tinggi menjulang.

Setelah itu, Raden berbalik kembali menaiki motornya. Untuk segera melaju meninggalkan rumah Dena. Tanpa tahu, bahwa sedari tadi ada yang memperhatikan dirinya.

****

Undakan demi undakan tangga dituruninya. Dengan gerakan cepat, Dena membuka pintu rumahnya. Lalu berlari menghampiri buku agendanya yang tergeletak tak berdaya.

Tangannya terjulur mengambil buku agenda miliknya yang sempat hilang 6 jam itu. Lalu berlari kembali menghampiri pintu gerbang, menatap ke arah kiri. Arah yang membawa orang yang sudah melempar agendanya. Berharap masih dapat melihat wajahnya.

Diam-diam Dena sudah memperhatikan orang itu. Mulai dari orang itu tiba. Awalnya, ia mendengar suara motor di depan rumahnya. Karena penasaran, diintipnya apa yang terjadi diluar sana lewat jendela. Dan, orangnya adalah Raden.

Semilir angin masih menerbangkan rambut hitam panjangnya yang terurai. Suasana disekitar semakin membuat tubuhnya menggigil. Malam ini, tetesan itu kembali turun. Setetes demi setetes. Kini, tetesan itu turun dengan derasnya. Turun dengan angkuhnya seakan menertawakan Dena. Menertawakan kebodohan yang dilakukan oleh anak Adam itu. Kebodohan yang membawanya beserta orang yang disayang kedalam jurang penderitaan. Yang penuh air mata, rasa kecewa, sesal. Semua menjadi satu.

Dipeluknya buku agenda itu dengan erat. Lalu, meluruhlah ia ke aspal yang semakin basah. Bersamaan dengan air matanya yang kian deras menetes.

Betapa bodohnya ia. Menangisi akibat keputusannya sendiri. Lalu, bila itu adalah keputusannya, kenapa ia menangis?

Entahlah, ini adalah keputusan terberat yang pernah Dena alami. Tak ada yang seperti ini sebelumnya.

Kini, biarlah ia menangis untuk kesekian kalinya. Tersimpuh di aspal dengan tetesan angkuh yang semakin mengguyuri dirinya. Membuat pakaian yang dikenakannya basah, dan tubuhnya yang kian menggigil.

"Someday, I hope we will come back together as it used to"

****
A/N: Adakah yang masih mau ngikutin cerita ini? Kalian pasti udah pada ninggalin ini cerita, am i right?

Melliiiiiy

RadenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang