35

4.7K 226 4
                                    

Pembagian raport telah tiba. Sebenarnya para siswa tidak perlu datang. Hanya orang tua yang diwajibkan datang untuk mengambil raport. Jika kata orang ada diut ada barang. Kalau bagi kami yang para siswa, ada orang tua ada raport. Aku sendiri memilih ikut ke sekolah. kalau boleh memilih, aku mau di rumah saja. Tapi Arvi ingin ikut dan aku harus menjadi baby sitternya.

Aku mendorong kereta bayi di ke taman sekolah. ke-empat temanku sudah duduk tenang di sana. Meski aku tahu, hati mereka jadag-jedug. Gugup dengan hasil raport.

"Muka kalian nggak singkron sama seragam kalian." Ledekku yang duduk disamping Gendis.

"nggak singkron kenape?" tanya Rahmah.

"seragam rapi, nggak kusut. Lah tuh muka kaya baju jenis kain katun belum disetrika sebulan. Kusut amat dah!" kataku.

"kita gugup, nervous." Kata Raisya.

"oh gue juga, tapi ngeliat muka Arvi kurangan dikitlah." Kataku sambil tersenyum kepada Arvi yang asyik main bolanya.

Juli langsung mendekati kereta bayi adikku, dia mencubit pipi Arvi gemas. Lalu bermain ciluk baa dengan Arvi. Seperti tingkat kegugupan Juli berkurang.

"aduh lo bawa si dedek gemes ini." kata Juli.

Raisya, Rahmah, dan Gendis ikut mendekati kereta bayi adikku. Mereka juga bercanda dengan Arvi. Oh Allah, ternyata kegugupan teman-temanku sedikit berkurang. Aku tertawa-tawa melihat mereka membuat wajah lucu untuk mendengar Arvi tertawa.

"adik lo itu imut banget yah, beda sama kakaknya yang garang." Kata Raisya.

"Yee, dia ganteng plus imut gitu karena kakaknya juga imut." Balasku.

"lo mah amit-amit!" ledek Rahmah.

"amih itu bahasa jawanya permisi."

"serah lo deh!"

Mereka terus bercanda dengan Arvi. Dari main ciluk baa sampai mencubit pipi, sampai-sampai tidak sadar bahwa pembagian raport sudah usai. aku melihat Mamah mendekatiku.

"Woe itu udah selesai bagi raportnya." Kataku menghentikan mereka yang dalam sekejab sudah berlari ke arah orang tua mereka masing-masing.

Ketika Mamah datang, dia mengelus kepalaku lembut sambil tersenyum. Senyum yang menenangkan. Setiap melihat senyum itu aku merasa kuat, merasa kalau semua bebanku hilang. Namun matanya, mata Mamah tidak semanis senyumnya. Matanya nanar memandangku.

"Gimana raport Aya Mah?" tanyaku cepat.

Mamahh tidak menjawab pertanyaanku. Dia malah beralih ke kereta Arvi lalu mendorongnya menjauh dari taman sekolah yang sudah dipadati oleh siswa lain bersama wali mereka. Aku setengah berlari mengejar Mamah. Aku berusaha mengimbanginya.

Mamah dengan cepat membuka pintu mobil. Dia mengendong adikku lalu mneyuruhku memasukan kereta ke dalam bagasi. Dia juga menyuruhku untuk membawa mobil kali ini. biasanya aku tidak diperbolehkan untuk mengendarai mobil karena umurku masih begitu muda.

"Mah raport Alya gimana?" tanyaku lagi.

"kita pulang dulu. Mamah capek, liat juga nih Arvi langsung tidur." Jawab Mamah dengan jawaban yang tidak sesuai.

"ok, tapi nanti sampai rumah kasih tau ya."

Mamah mengangguk. Aku tersenyum lalu fokus ke jalanan.

000

Orang bilang ketika kamu di dudukan di tempat tinggi dan terus menerus duduk disana akan membuatmu lupa yang dibawah. Lupa juga untuk mengontrol diri karena tanpa sadar kamu akan menjadi orang yang sombong dan tanpa sadar kamu sendiri akan menyombongkan dirimu. Dengan ambisi yang kuat untuk tetap diatas, kamu juga akan menjadi lemah sebab ambisi itu tercampur egoisme dan arrogant.

Aku mengakui itu.

Aku memandang diriku di depan cermin. Mataku sembab, hidungku merah, dan kepalaku panas. Rambutku acak-acakan tak beraturan. Untung saja, aku tidak lost control.

Aku menghela napas berkali-kali. Sesekali air mataku jatuh dengan deras dan sudah ku hapus dengan tisu. Hingga kamarku berantakan dengan tisu. Tanganku mencoba mengambil lagi tisu yang ada dikontak, namun hampa. Aku melirik kotak tisu itu. Habis.

Mataku melirik lagi ke kumpulan kertas yang menjadi buku. Buku yang lebih mengerikan dari buku matematika, raport. Aku melihat pantulan raport milikku dari kaca. Tergelentak di lantai.

"Apa begini caranya Ya Allah, Engkau menegurku dengan begini?"

Nada suaraku lemah, lirih. Allah selalu mempunyai cara tak terduga untuk menegur hambaNya. Cara yang tak kadang membuat hamba –seperti diriku ini, benar-benar jatuh. jatuh yang hanya bisa bangkit ketika kembali kepada Allah, ketika bisa mengikhlaskannya.

"Dosaku memang banyak Ya Allah!" ucapku lirih.

Peringkat ke-9 dari 25 siswa.

Kalimat pendek itu yang tertulis rapi di di raport. Kerapian yang membuatku hatiku hancur. Aku yang tidak tahu harus berkata apa? Yang bisa ku lakukan hanya mengevaluasi diri. Muhasabah.

Aku bukan lagi bintang kelas. Bukan lagi Alya popular dengan prestasi akademik dan non-akademiknya. Aku jatuh, jatuh karena kesombanganku. Jatuh karena keinginanku untuk lari dari sekolah dengan terus ikut lomba-lomba yang selalu datang setiap bulan. Itu caraku, untuk lari dari kenyataan ketika Haikal tidak menyukai.

Aku bodoh. Aku lari dari kenyataan karena Haikal tidak menyukaiku. Aku berusaha move on darinya. Aku mengikuti perlombaan dengan kosekuesi ketinggalan pelajaran dan ulangan. Meski pada kenyataannya acara move on itu berakhir gagal.

Apakah aku harus tertawa? Aku harus mentertawain kekonyolanku itu. ataukah aku harus menangis tersedu-sedu? Menangis kelalainku kini. Bahkan sekarang aku ragu, apakah aku sudah menjadi muslimah yang sholehah? Muslimah yang sebenarnya muslimah?

Aku merasa jauh, sangat jauh dari Allah. Kejauhan yang membuat kosong hingga terisi dengan penyakit hati. Aku dibutakan oleh cinta yang belum tentu bisa ku dapatkan. Cinta semu manusia, cinta yang akan kalah dengan cinta Orang Tua, cinta yang tak sebanding dengan cinta Rasulullah, dan cinta yang tak pernah lebih besar dari cinta Allah.

Roda sepeda tak pernah berhenti berputar. Kadang ada saatnya bagian yang tergesek tanah akan berada di atas, sedangkan bagian yang di atas yang tak merasakan gesekan tanah, juga akan merasakan sakitnya gesekan tanah. Hanya saja, roda itu cepat berputarnya atau lambat. Pastinya, akan kena jua.

Mungkin inilah aku sekarang. Berada di bawah tergesek tanah ketika sudah terlalu lama di atas angin. Aku cuman terlalu lama di atas. Sampai aku terlupa pada Allah.

Yang ku ketahui sekarang, hidup akan terasa seperti kau dijatuhkan dari jurang ketika kau tak bersama Tuhan.

000

ups maafkan kesalahku ini readers, ini part sebelum bab yang gue post kemarin. Maaf banget, pantes pas gue baca kok rancu ya. jadi maaf ya... dan sorry for typo, vote and comment dont be silent readers...

NO; ketika gadis  anti-pacaran jatuh cintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang