Zwei

1.9K 194 6
                                    

—Mawar

—Canon

—Ficlet

Pada riuh pesta pernikahan yang sengaja diselenggarakan selepas upacara pernikahan yang hanya disaksikan keluarga saja. Naruto menarik Hinata menepi, bersembunyi dari para tamu yang tengah mengantre menikmati santap.

Sirat sarat tanya tertera pada netra Hinata, memapar satu tanya yang menuai satu jawaban ambigu dari si pria. Naruto menunjukan deretan gigi seolah bertutur semua akan baik-baik saja.

"Mereka akan mencari kita, Naruto-kun." Hinata menahan diri dari rencana gila lelaki yang baru beberapa jam lalu resmi menjadi suaminya.

"Tidak akan lama, mereka pasti tidak akan menyadarinya," ucap Naruto masih memaparkan senyum mentari miliknya. Padahal dusta, jelas dari sekian tamu yang mereka undang pastilah ada yang menyadari kepergian dua mempelai yang mereka nanti-nantikan untuk memberi ucapan selamat.

Kata-kata dan pandangan teduh dari sang suami membuat Hinata yakin begitu saja. Mereka berjalan menepi pada sebuah taman, di sana ada satu kursi memanjang di bawah pohon sakura.

Mereka memilih musim semi sebagai hari bahagia. Duduk di sana menatap riuh tamu dari kejauhan. Wajah-wajah bahagia tersemat indah di setiap ekspresi yang mereka tampilkan. Naruto tersenyum senang. Jemarinya merambat, mengisi tiap sela jemari dari sang gadis yang sudah resmi menjadi istrinya.

"Tou-sama pasti dengan mudah menemukan kita dengan byakugannya."

"Tidak apa. Aku akan mengatakan bahwa aku ingin berduaan denganmu di hari ini. untuk mengatakan sesuatu."

"Apa?" Hinata menatap wajah samping Naruto yang menyunggingkan senyum rahasia.

"Kau cantik saat mendatangiku dengan wata boushi. Seperti sebuah permata yang tersembunyi, lalu aku melihatnya berkilau pagi ini."

Hinata merona, "Naruto-kun pintar berbicara."

"Ketika upacara pernikahan berlangsung, berulangkali aku berpikir, apa dulu kau secantik ini? bukan sembuah kesengajaan ketika aku berpikir seperti itu, hanya saja, pagi ini kau nampak lebih bersinar dari sebelumnya. Seperti aku dipaksa untuk lebih mencintaimu, lagi dan lagi."

Fajar ini seperti lembar baru bagi Naruto yang memiliki berjuta lembar kosong untuk ia tulis bersama dengan Hinata. Lalu ia memilih sebuah kata cantik sebagai pujian atas hadirnya pendamping yang tak ia sangka lebih berkilau dari intan dan berlian.

"Tapi aku tidak bisa berbicara, atau berbisik lantaran tak ingin merusak moment sekali seumur hidup bagi kita. Aku yakin kau mendengar deru jantung yang meraung. Aku tak tahan untuk mengatakan itu. Apa kau setuju, bahwa kau serupa mawar putih?"

"Jika aku serupa mawar putih, artinya Naruto-kun serupa mawar merah. Dan kita tlah bersatu," sanggah Hinata, menuntun Naruto menatap salah satu bunga yang bersemi di taman ini.

Dua buah mawar berwarna berbeda berdampingan seperti raja dan ratu.

"Aku diberitahu oleh Ino bahwa arti dari mawar merah dan putih adalah simbol penyatuan," lanjut Hinata memaparkan seulas senyum.

"Benar..." Naruto menyetujuinya. "sekarang kita adalah satu, simbol yang benar-benar mengagumkan."

Mereka memadu, bergumul napsu yang memacu tiap kecup lembut di ujung mulut.

"Mereka akan marah jika kita berlama-lama di sini," sela Hinata mendorong tubuh Naruto lembut. Menuntut sang pria untuk urung mengecup.

"Mawar merah dan putih simbol penyatuan, tapi kita belum benar-benar menyatu. Akan aku pastikan dua warna itu melebur pada malam panas yang akan kita lalui."

—V—

NIJIKAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang