Zehn

832 108 7
                                    

—Kecup

—Canon

—Ficlet

"Ne, Hinata." Naruto memajukan mulutnya, menutup mata lalu mulai mendekat.

Sementara sang istri tak mengerti gerangan apa yang diinginkan si suami. "Ada apa Naruto-kun?"

Naruto mati kutu, dia membuka mata kesal, dan tanpa sengaja melihat salah satu pelayan Hyuuga menatap mereka kemudian berlalu pergi.

Sial. "Bukan apa-apa," ucap Naruto dingin, memalingkan muka.

Selepas menikah, Naruto tinggal bersama Hinata di kediaman Hyuuga. Bukan karena Hinata tak mau diboyong ke apartmen miliknya, melainkan mertuanya—Hiashi Hyuuga meminta hal tersebut. Dia belum bisa merelakan sang putri tinggal bersama Naruto di dalam apartmen keci. Padahal apartemen Naruto sudah tak sekecil dulu kala dia masih belum menjadi pahlawan desa. Mengesalkan sekali.

Naruto tak bebas. Dia merasa segala gerak-geriknya ada yang memata-matai. Bukan lantaran keluarga Hyuuga memiliki byakuga, tapi karena orang di manshion Hyuuga terlalu banyak. Sampai ingin bermesraan saja harus menunggu malam datang.

Tunggu. Satu minggu lalu Naruto mendapatkan misi keluar desa. Sudah begitu lama dia tidak merasakan belaian tangan halus istrinya. Dia begitu rindu. Tapi semesta sepertinya tidak mengijinkannya untuk bersegera berduaan dengan Hinata. matahari masih bertengger di ufuk timur. Ini masih terlalu pagi untuk sekadar memeluk sang istri. Padahal Naruto sudah begitu rindu.

"Jadi bagaimana dengan misimu, Naruto-kun?" Hinata mulai bersuara.

"Seperti biasa.. tidak begitu sulit. Hanya perjalanannya saja yang menghabiskan waktu."

Mereka berdua duduk di atas roka, menikmati semilir angin musim semi. Sesekali Naruto mencuri pandang. Mencari kesempatan untuk meraih tangan Hinata. Sial. Sial. Tak ada habisnya manusia-manusia itu berlalu-lalang. Mengganggu gejolak hasrat pengan baru yang begitu rindu ingin bermesraan.

"Hinata, apa tidak bisa kita masuk ke dalam kamar saja?" gumam Naruto tak jelas.

"Apa?" Hinata menatap Naruto. Dia tak mendengar apa yang diucapkan lelakinya.

"Bukan apa-apa?"

"Ada apa denganmu, Naruto-kun? Hari ini kau aneh sekali. Apa benar tidak terjadi apa-apa ketika menjalankan misi?"

Naruto merengut, "Tidak terjadi apa-apa," ujarnya, 'Satu-satunya yang terjadi saat menjalankan misi adalah, rasa rinduku bertambah kuat, Hinata. aku ingin memelukmu, tapi aku malah terjebak dalam suasana kaku ini. harusnya aku kembali malam tadi, aku bisa langsung menerkammu,' lanjutnya dalam hati.

"Kalau begitu baguslah. Tou-sama sedang pergi, seluruh pelayan diminta untuk membersihkan manshion. Jadi hari ini kelihatan lebih ramai dari biasanya."

"Uhm."

"Apa kau ingin membantu, Naruto-kun?" tawar Hinata. Dia beranjak, mengulurkan tangan.

Tanpa pikir panjang Naruto meraih uluran tangan Hinata. berjalan pada lorong-lorong rumah bergaya traditional jepang tersebut. Dia berpikir, mungkin lebih baik membantu dari pada temenung dengan pikiran kalut. Naruto takut semakin sinting ketika melihat wajah Hinata lalu berbuat yang tidak-tidak. Tunggu. Hinata kan istrinya, memangnya kenapa jika Naruto berbuat seperti itu? khe.

"Naruto-kun.. jangan melamun terus, kita sudah sampai."

Naruto menatap ruangan kosong dan besar. Tempat biasa yang dipakai Hinata dan Hanabi untuk berlatih. Dojo. Ruangan ini begitu bersih dikarenakan selalu ditempati setiap harinya. Lalu, mengapa hari ini pun harus dibersihkan?

"Aku mulai dari mana?" tanya Naruto, menghadap Hinata yang menutup pintu.

Wanita itu tak menjawab, melainkan mengalungkan tangannya ke leher Naruto. "Jika pagi-pagi begini kita sudah berada di kamar, bisa ada desas-desus tak mengenakan. Aku malu mendengarnya," ujar Hinata.

Sial, ternyata wanita itu mendengarnya. Naruto cukup malu, namun detik selanjutnya ia memeluk pinggul sang istri. "Apa yang kau pikirkan ketika membawaku ke sini?"

"Aku sangat merindukanmu."

"Lalu?"

"Aku ingin mengecup bibirmu."

"Hanya mengecup?" tanya Naruto nakal.

"Ya. Aku takut mereka akan datang ke sini. Hanya mengecup. Boleh, kah?"

"Tentu saja."

—V—

NIJIKAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang