Sechs

1.3K 129 3
                                    

—T.B.C

—Alternate Universe

—Ficlet

Tidak habis pikir, untuk sebuah keterlambatan, Hinata membuang berjuta dikisi yang terangkai dalam kepalanya. Menatap lelaki berkacamata yang tengah berjengit menatap lampu penyebrangan jalan berubah warna agar sampai padanya.

Pada kaca cafe yang menghadap langsung ke jalan,Hinata melihat perangai tanpa dosa berderet pada tiap detik yang Hinata lewatkan dalam masa menunggu dua puluh lima menit di sini.

Ada sesuatu yang perlu Naruto katakan. Sebuah pesan singkat berupa kata ambigu menyeret rasa penasaran hingga wanita yang tengah bergelut pada kata itu memutuskan keluar dari persembunyian—kamar dan meninggalkan tiap penggal novel yang belum terselesaikan.

Lantas sekarang Naruto menunjukkan tumpukan lembar kertas yang dia sebut sebagai naskah novel.

"Saya belajar membuat ini. setidaknya saya ingin tahu dunia yang kamu dalami." Rasa puas terpampang pada wajah lelaki yang memiliki hobi memasak tersebut.

Ia tak bersuara, jemarinya menyentuh deretan hurup 'TBC' atau to be continued, lantas berujar, "Ini judulnya?"

"Iya."

"Menarik, tapi.. apa kamu tidak bisa mengirimkannya melalui email? Saya bisa langsung membacanya tanpa repot-repot berjalan keluar rumah dan membuang waktu—"

Naruto tahu kalimat apa yang akan Hinata katakan jika tengah menyelesaikan sebuah novel. Tak mau diganggu. Sontak Naruto membungkan ucapan Hinata dengan kecupan singkat di tempat umum seperti ini.

Hinata malu, dia menutup mulut rapat, tak berkomentar banyak, dan langsung membuka hasil tulisan pertama kekasihnya.

Berulangkali Naruto mengatakan akan membuat sebuah tulisan, namun tak jua dipenuhi, hingga Hinata lelah menanyakannya. Dan sekarang, tak ada hujan maupun angin lelaki itu memberinya sebuah naskah untuk dibaca. Bukan untuk dicetak atau pun diedit, hanya untuk dibaca.

"Sangat panjang, bagaimana jika saya membacanya di rumah?"

"Tidak, saya ingin mendengar pendapatmu sekarang juga. Lagi pula naskah ini masih belum selesai. Jika kamu tidak memberikan pendapat, saya tidak mampu menyelesaikannya."

"Cerita ini berasaldari imajinasimu, bukan imajinasi saya, apa pun pendapat saya, tidak akan memengaruhi kualitas, kuantitas tulisanmu."

"Sangat mempengaruhi," sela Naruto. "Semua diksiku bergantung padamu, cerita ini selaras dengan judul yang tertera di sana. Saya menunggu untuk sebuah akhir."

Hinata kembali bersandar, dia membuka lembar pertama lalu mulai membacanya. Matanya menukik tajam, sontak menatap lelakinya yang kini berpura-pura tak melihat. Apa pun ekspresi kejut yang terpampang di wajah Hinata, tak sedikit pun dipedulikan. Lelaki itu malah memesan sebuah minuman dan mulai asyik menyantap kentang goreng yang sudah dipesan Hinata sebelumnya.

"Ini kisah kita berdua?" terka Hinata. Kendati tak memakai nama mereka, Hinata mengetahui persis tiap kejadian yang tertera di sana.

Tiap tempat dan tiap perkataan yang masih tersimpan rapi di dalam otak.

"Saya harap kamu bisa membacanya sampai selesai, lalu berikan pendapat tentang ini."

Hinata tak mampu menolak, ia pun terlalu larut pada kenangan ketika mereka baru bertemu, dan menjali sebuah ikatan sebagai kekasih. Begitu banyak hal bahagia yang mereka lalui, sampai Hinata baru menyadari bahwa hari ini genap enam tahun mereka menjalin kasih.

Untuk bagian akhir Naruto menulis keterlambatannya ketika bertemu dengan Hinata lalu meminta sang gadis membaca naskah novel pertamanya. Astaga, Hinata mendelik kesal lantaran Naruto memang sengaja membuatnya menunggu.

Namun kekesalannya itu lenyap bagai tersapu angin bulan februari ketika membaca paragraf selanjutnya. Di sana sang tokoh laki-laki menyatakan sebuah keinginan untuk menikahi si wanita.

Hinata tak tahu harus berujar, dia menutup mulutnya rapat dan menatap Naruto penuh tanya. "Sa-saya tidak mengerti tentang bagian ini."

Tulisan Naruto berakhir ketika sang wanita hendak menjawab. Hingga Hinata tak tahu apa jawaban dari sang tokoh utama wanita.

"Kamu penulis, seharusnya kamu mengetahuinya."

"Tidak, ini sangat membingungkan. Imajinasi saya selalu tertuju mengenai kenangan kita berdua. Saya tidak tahu kamu terinspirasi dengan jalan cerita kita atau kamu memang sengaja merubahnya menjadi sebuah tulisan? Saya..." Hinat memberikan jeda pada kalimatnya. "Saya berpikir kamu sedang melamar saya."

"Lalu apa pendapat kamu mengenai cerita ini?"

"Saya masih tidak mengerti jalan pikiranmu mengenai tulisan ini. Bagaimana bisa saya memberikan pendapat. Kamu memaksa saya berpikir bahwa kamu sedang melamar saya, membuat saya bahagia setengah mati lalu kamu masih bertanya tentang pendapat saya? Tidak bisakah kamu menjelaskan terlebih dahulu tentang tulisanmu ini?"

Naruto menarik dua sudut bibirnya, sontak lelaki itu meraih kembali kertas miliknya, dia menulis reaksi dari sang tokoh utama wanita.

"Saya tidak pandai menulis, tapi saya ingin mengetahu banyak tentang duniamu. Dunia yang sudah menarikmu jauh dariku. Saya ingin merebutmu kembali dari duniamu. Setidaknya bagi waktumu untukku. Jadi, apa salah jika saya melamarmu melalui tulisan?"

Hinata menunduk dalam, dia tercubit akan kata-kata dari Naruto. "Tulis saja, bahwa tokoh utama wanita meminta sang pria untuk tidak menamatkan ceritanya."

Naruto mematung.

"Saya ingin berbagi cerita dengan kamu selamanya."

—V—

NIJIKAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang