OSIS SMA Garuda membuat ekskul baru yang kemungkinan lumayan banyak murid berminat mengikuti ekskul tersebut. Banyaknya murid dari sekian ratus siswa kemungkinan, lagi hanya puluhan bahkan belasan yang akan ikut. Gerumunan siswa SMA Garuda saling mendorong dan menyelak untuk melihat poster yang baru saja ditempelkan OSIS dimading sekolah.
"Div ada pembukaan daftar ekskul baru tuh, kamu minat nggak?" tanya Ratna.
"Ekskul rohis ya, hmm, boleh kamu juga ikut kan ?"
"Iyaa, langsung daftar aja yuk, keburu masuk entar".
Ditarik tangannya Nadiva menuju ruang ekskul yang kosong sekarang dipenuhi banyak orang yang mengantri untuk mendaftar. "Yah Div harus ngantri dulu nih kita, gimana?".
"Iya udahlah."
Dari banyaknya orang mengantri yang Ratna lihat rata-rata siswi yang memakai jilbab. Ratna menarik tangan Nadiva menjauh dari ruang ekskul rohis.
"Kenapa sih Na, hobi banget narik tangan." Omel Nadiva.
Ratna menatap Nadiva serius. "Kalau ikut rohis itu harus berjilbab ya?" Tanya nya.
Nadiva mengangkat pundaknya. "Aku juga nggak tau deh"
Raut wajah Ratna bingung, menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Akhir pendaftaran minggu depan kan," Nadiva hanya mengangguk, "kita daftarnya besok aja deh ya." Tanpa mendengarkan jawaban dari Nadiva, Ratna langsung meninggalkan nya.
"Loh," Nadiva ternganga dengan keputusan Ratna yang mendadak berubah "Hey! Tunggu dulu dong!" Nadiva menepuk pundak Ratna dengan nafas terengah-engah.
"Kamu larinya cepet banget, Rat. Kenapa sih kamu tiba-tiba berubah pikiran, aku nggak ngerti deh"
"Aku masih harus pikir-pikir dulu Div"
"Apa yang harus kamu pikirkan dulu?," tanya Diva heran, "bukannya tadi kamu yang ngajak aku daftar sekarang?" .
"Aku lihat banyak yang memakai jilbab"
"Lalu, kenapa kamu begini?"
"Aku malu kalau masuk ekskul rohis tapi aku nya tidak berjilbab pasti dijadikan tanda tanya sama mereka, tunggu aku mantap berjilbab ya?"
Nadiva membuang nafas dengan kasar. "Iya deh, terserah kamu aja."
Nadiva yang baru melangkahkan kakinya dihentikan dengan kata yaang diucap Ratna. "Tunggu, kita tanya dulu deh sama ketua ekskul rohis nya, gimana?"
"Mau ngapain lagi sih?"
"Aku mau nanya aja sama dia, tunggu sepi dulu deh tinggal beberapa orang lagi tuh yang nganteri." Dilihatnya ruang ekskul rohis dari kejauhan.
"Terserah kamu aja deh Rat." Jawab Nadiva pasrah.
Dilihatnya sudah sepi dan beberapa orang berjilbab meninggalkan tepat itu, juga terdapat seorang laki-laki berjalan mendekati mereka, Ratna memastikan kalau yang dia lihat adalah kakak perpustakaan itu. Langkahnya semakin dekat, akhirnya dihentikan oleh Ratna dengan nada bicaranya yang terbata-bata karena gugup. "Eh. hmm, kak maaf sa-saya mau nanya."
"Iya, mau nanya apa?"
"Kakak habis daftar ekskul rohis juga?" Tanyanya dengan semangat.
"Hmm.. kebetulan saya-" belum selesai dengan yang diucapkannya, langsung dipotong Ratna.
"Saya mau ketemu sama ketua ekskulnya, bisa kakak tunjukkin gak?"
"Kebetulan saya ketua ekskul rohisnya" jawabnya singkat dan tersenyum - ya Tuhan, senyumannya itu yang membuat Ratna meleleh.
Nadiva sedaritadi terlihat bingung dan ternganga dengan sikap Ratna yang terlihat akrab dengan orang yang tidak dia kenal.
Kanget dengan kata yang kakak itu bilang, Ratna menundukkan kepalanya menutupkan wajahnya yang memerah dan menyelipkan rambutnya ketelinga. "Eh- maaf kak saya nggak tau." Jawabnya salting.
Ratna mengulurkan tangannya, memperkenalkan diri. "Saya Mutiara Ratna, panggil aja Ratna."
Namun melihat reaksi orang itu, dengan meletakkan tangannya yang tertutup didepan dadanya, wanita itu menurunkan tangannya yang sudah standbye untuk berkenalan, malu wajahnya bertambah merah dua kali lipat. "Saya Zain Usman Abdullah, terserah kamu mau panggil sama apa." Lagi lagi senyumnya dia tampakkan-
"Eh-iya kak Zain aja kali ya," senyum salah tingkahnya terlihat menjijikan membuat Nadiva tertunduk menahan tawa yang tak mampu dia tahan. "Saya mau daftar ekskul itu, apa masih bisa kak?" Tanya nya spik.
Nadiva yang awalnya menahan tawa melihat tingkah temannya seketika merubah raut wajahnya menjadi bingung, aneh ada apa lagi dengan temanku yang satu ini nggak biasa begini, langsung berubah ketika berpindah tempat seperti bunglon.
"Besok masih bisa kok, terakhirkan minggu depan dek" jawabnya ramah.
"Ooh, iya kak terima kasih infonya."
Dijawabnya dengan senyum dan anggukan kecil. "Saya permisi dulu ya, Assalamualaikum." Ucapnya sebelum berjalan meninggalkan mereka.
"Waalaikumsalam," setelah Zain berjalan meninggalkan mereka, Ratna melanjutkan kata-katanya yang belum selesai. "Calon imam ku." Lanjutnya dengan kedua tangan yang mengepal di goyangkan serta tubuhnya ikut goyang, salting lagi.
"Div, kalo gitu caranya, aku udah mantep buat daftar ekskul itu, dan aku akan berjilbab." ucapnya yang mendadak berubah lagi.
"Yakin kamu akan berjilbab, bukan karena kamu berniat karena kak Zain itu kan?" Tanya Nadiva tidak yakin. "Karena dia terlihat alim, dan tampan, atau mungkin karena mau menyukainya lalu kamu memutuskan untuk berjilbab?"
Ratna mengangguk senang. "Na, kamu nggak bisa memutuskan berjilbab karena tujuan yang seperti itu."
"Lalu, aku harus bagaimana?"
"Berjilbab itu, harus niat dan semua hanya karena Allah semata, bukan karena laki-laki yang sedang kamu sukai itu."
"Apa harus kayak gitu Div?"
"Iya harus lah Na"
"Sebenernya, aku udah lama kepingin pake jilbab, karena aku ngeliat wajah kamu dan pemakai jilbab lainnya dengan wajah yang tidak memakai jilbab itu terlihat berbeda, aku juga bingung kenapa bisa gitu."
"Apa yang terlihat berbeda? "
"Entah, aku juga tidak tahu. Dan yang aku lihat dari wanita diluar sana yang tidak memakai jilbab dan pakaiannya yang tidak menutupi seluruhnya seperti kamu, kebanyakan selalu mendapat pandangan menggoda dan godaan lainnya membuat aku yang melihat merasa jijik"
"Lalu, apa hubungannya dengan kakak itu?"
"Aku yang melihat kamu udah merasa mantap berjilbab, tiba-tiba aku merasa akan ada yang banyak mempertanyakan kenapa aku berubah dadakan seperti tahu bulat yang digoreng dadakan-" dengan perkatannya sendiri barusan membuatnya tertawa geli, yang menurut Nadiva itu tidak lucu.
"Kamu ngomong yang serius dong, kenapa bawa-bawa tahu bulat."
"Iyaa maaf. lanjut, aku tahan niat ku itu, nah pas tau kakak rohisnya itu orang yang sama dengan kakak perpustakaan-" belum selesai bicara dipotongnya ucapan itu.
"Ooh, jadi kakak perpustakaan yang selama ini kamu ceritain itu kak Zain?"
"Ssttt.. kamu ngomongnya pelan-pelan dong, bisa bisa nanti ada yang dengar lagi," Nadiva mengangguk, dan menyuru Ratna untuk melanjutkan ucapannya yang barusan ia potong. "Tuh kan aku lupa, sampe mana tadi?"
"Rawa Kuning Na" jawab Nadiva tidak serius tapi mukanya serius.
"Kamu yang serius napa Div, aku kan lagi cerita. Sampe mana tadi, kakak perpustakaan ya?," omel Ratna, Nadiva hanya mengiyakan."semenjak aku tau kalo itu orang yang sama, aku jadi tambah mantap untuk berjilbab deh."
"Sebab ?"
"Entah, aku juga nggak tau deh."
"Usahakan dari lubuk hati yang terdalam, kamu niat berjilbab hanya untuk Allah semata, bukan mendapat respons dari kak Zain."
"Iya Div, aku coba"

KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir
SpiritualJika memang takdir, Cinta kan pasti bertemu, Meski aku dan kamu berada diujung dunia.