Chapter 3

1K 62 5
                                    

"Nadiva .. Kebiasaan deh kalo siap-siap lelet banget. Cepat sudah jam segini nanti nggak sempat sarapan" panggil Ibu.

"Iya Bu" jawabnya singkat.

Mendekati meja makan dari sekian banyaknya lauk Nadiva hanya mengambil 2 roti tawar yang sudah diolesi selai kesukaannya dan meneguk susu nya dengan cepat.

"Minumnya pelan-pelan dek nanti tersedak" Hanya mengangguk.
"Ayo Bang, udah jam segini. Aku pamit bu, yah" mencium punggung tangan keduanya.

Sampainya disekolah Nadiva.
"Dah Abang, hati-hati yaa" melambaikan tangan.

Saat berbalik badan hendak berjalan memasuki sekolah, Nadiva mendengar ada yang memanggil namanya terdengar kecil dan samar-samar. Ia menoleh ke kanan dan kiri tak ada siapa-siapa. Melanjutkan jalan, langkahnya terhenti kembali mendengar ada yang memanggilnya. Berbalik badan, Ratna.

"Yaampun Div, cape tau nggak sih manggil dari tadi nggak nengok-nengok" omelnya dengan nafas yang berat dan membungkukkan badan karena berlari mendekati Nadiva. Sebenernya Nadiva mendengar tapi tidak tau asal suara itu dari mana, dengan cepat Nadiva meminta maaf. Baru melangkahkan kaki ada lagi yang memanggilnya "woy!" dengan suara yang lantang membuat semua orang yang lewat juga ikut menoleh, suaranya laki-laki. Fahmi

"Tungguin dong bro!" teriaknya dari parkiran sekolah.

Nadiva dan Ratna saling memandang, mereka berfikir yang sama 'ada yang aneh, Fahmi sok akrab'. Fahmi berjalan mendekati mereka, ketika posisinya makin dekat dengan Nadiva, Fahmi terus berjalan melewati mereka dan ternyata yang dipanggilnya itu temannya-Faqih yang berada dibelakang mereka.

Ge-er.

Wajah keduanya memerah, malu. Berfikir akan anehnya dengan sikap Fahmi yang tiba-tiba sok akrab, ternyata salah dia memanggil temannya.
Fahmi yang melewati mereka tersenyum puas dengan apa yang dilakukannya sambil merangkul Faqih, sohibnya.

Faqih salah satu anak yang sering diusili Fahmi, dari mencoret-coret wajahnya ketika sedang tidur dijam kosong menggunakan spidol papan tulis membuat wajah hantu serta darah-darah diwajahnya dengan spidol warna merah. Tapi Faqih sangat setia, masih setia menemani Fahmi kemanapun sampai diantar ke WC, hhaha.

"Lah lo ngapa Mi?" tanya Faqih bingung.

"Kepo aja lagi"

Faqih yang tidak memikirkan perubahan sifat pada Fahmi, diam tidak menjawab apa-apa.
Mereka saling merangkul, mengobrol hal tidak penting yang tidak diketahui Faqih, ia hanya berkata iya dan mengangguk karena masih adanya Nadiva yang berjalan dibelakangnya. Sampainya didepan kelas Fahmi.

"Ciyeee akrab nih yee" sorak teman satu kelas Fahmi yang meledek keduanya.

Fahmi yang baru menyadari kalau daritadi keduanya saling merangkul dan mengobrol sok asyik langsung melepaskan rangkulannya dari bahu Faqih.

"Apaan sih lo, gay ih! Sok akrab"

"Loh loh kok ? Tadi kan lo yang.." ucapnya belum selesai dipotong Fahmi.

"Diem lo, ngomong mulu simpen energi lu buat nanti jam ke-3 pelajaran Pak Rahmat"

Pak Rahmat guru Kimia yang dikenal killer part 2, setelah Bu Fitri guru Matematika. Ohiya, hari ini ulangan Matematika. O-M-G ! Tamat, tamat riwayat Fahmi dia nggak belajar sepenuhnya karena terus terpikir Nadiva.

"Ehhhmm!! Ciyee perhatian nih sama Faqih chuyunk" ledek salah satu teman yang paling tengil dikelasnya.

"Cuih! Serah lo pada!"

"Kok lo gitu sih Mi, jahat ya sama gue tadi baru aja bae sama gue sekarang udah kumat lagi" ucap Faqih dengan wajah melas.

"Udah deh jangan melas begitu tambah jelek tau gak" satu kelas yang isinya sudah komplit tertawa terbahak-bahak.

TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang