Sepuluh: Zoya

337 40 4
                                    

JALAN terlalu ramai pada saat itu, lorong sempit didekat kantin sudah tak lagi bisa dilewati. Apalagi mengingat Zoya sedang membawa bongkahan buku tebal dan berat di kedua tangannya.

Zoya harus rela lewat jalan memutar agar dapat sampai di kelasnya, padahal jalan itu dua kali lebih jauh ketimbang melewati lorong sempit nan ramai tadi.

Tumpukan buku itu menghalangi pandangannya. Sekarang, apa boleh buat ia hanya bisa melihat kebawah untuk memastikan langkahnya dan berteriak 'permisi' beberapa kali.

Dari depan samar terdengar langkah kaki seseorang berlari ke arah Zoya.

"Awass!" kata terakhir yang Zoya dengar sebelum tumpukan buku yang ia bawa berhamburan di jalan dan terdorong jatuh ke belakang.

"Woy, jalan gak pake mata ya? Maen sruduk aja.. Emang ini jalan nenek moyang lo?" amuk Zoya sambil mendongak ke arah orang yang benabraknya tadi.

"Zoya?"
"Duhh maaf banget ya Zo. Gue tadi gak ngeliat lo, soalnya tadi gue lagi kejar-kejaran sama Raka" ujar orang itu seraya menyodorkan tangannya ke arah Zoya.

Zoya kehabisan kata-kata saat melihat bahwa yang di hadapannya adalah makhluk yang berhasil mencuri hatinya, yaitu Dito.

"Jadi lo kak, yang nabrak gue?" dengan refleks Zoya mengulurkan tangan lemasnya ke arah Dito.

"Ihh, lo itu liat apa sih Zo? Ini lohh tangan gue itu disini!" Dito mengeram gemas, sambil menarik tangan Zoya seraya membantu menopangnya berdiri.

Pandangan Zoya masih terpaku ke arah Dito, entah setan apa yang telah merasukinya saat itu.

"Iya gue yang nabrak lo tadi, maaf ya Zo. Gue bantu bawain aja gimana? Kayanya lo keberatan bawa banyak buku kek gitu" ucap Dito sembari membantu Zoya membereskan buku-buku yang tersebar di sepanjang jalan itu.

"Gausah kak, nanti ngrepotin kakak" dusta Zoya, padahal dalam hati berteriak 'iya kak mau banget'

"Udah anggep aja ini, ucapan maaf dari gue karena udah nabrak lo tadi" ucap Dito sambil memamerkan sederet gigi putihnya.

Zoya hanya mengangguk patuh, memang ini yang sebenarnya ia harapkan.

'Siapa yang mau menyia-nyiakan kesempatan emas seperti ini?'

Bagi seorang Zoya, ini adalah sebuah rejeki nomplok. Bagaimana tidak? Pasalnya ini adalah pertama kalinya ia jalan berdua dengan pujaan hatinya itu. Dan ini saatnya ia maju beberapa langkah ke depan.

***

Setelah lumayan lama berjalan,

"Zo_"
"Kak Dit__"
Ucap Zoya dan Dito bersamaan, disusul semerbak tawa yang memecahkan suasana.

"Yaudah lo duluan Zo! Lo mau bilang apa?" Timpal Dito tanpa menghentikan tawanya.

"Kak Dito dulu aja,"

"Yaelah, gue risih dipanggil kakak sama lo" protes Dito sambil memutar kedua bola matanya.

"Gue harus panggil apa dong?"

"Panggil gue babe dong"

"Hah? Yang bener aja kak! Nanti ada yang marah gimana?" Zoya menatap tajam Dito.

"Gak bakal ada yang marah Zo. Kan elo yang bakal jadi yang marah itu" celetuk Dito.

Zoya menunduk seraya menyembunyikan pipinya yang memerah seketika itu.

"Gak usah gombal kak Dit,"

"Yah, udah serius gini. Ehh dibilang gombal, panas gue dengernya Zo.." mendengar hal tersebut, Zoya membisu.

Ma BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang