|2| S O V I A

352 38 8
                                    

S O V I A
♧ ♧ ♧ ♧

Aliana Sadewi.

Gadis itu masih bergelut dengan kanvas di hadapannya. Matanya fokus memandang sosok wanita di depan sana. Dialah klien pertamanya hari ini. Melihat Lian yang tampak asyik melukis di atas Jembatan Brooklyn, mendorong wanita itu untuk mendekat dan memintanya untuk melukis potret dirinya.

Udara di pagi hari menjelang siang ini lumayan bagus. Mood yang buruk pun perlahan membaik hanya dengan berjalan-jalan menikmati keindahan East River dari atas jembatan gantung ini. Seperti hari-hari sebelumnya, mengembara seorang diri dengan berbagai perlengkapan melukis, sudah menjadi aktivitas rutin Lian setiap hari. Inilah yang dinamakan dengan kebebasan! Bebas kemana saja tanpa dibayang-bayangi oleh tumpukkan pekerjaan dan deadline-deadline yang mencekik.

Sekali lagi, gadis tersebut melemaskan otot lehernya yang menegang. Selama kurang lebih setengah jam, akhirnya dia menyelesaikan bagian terakhirnya. Kini yang dibutuhkannya hanya tinggal membubuhkan tanda tangan serta nama terang di sudut kanvas.

"Finish!" serunya mengangkat kanvas dari penyangganya.

Wanita di depannya langsung melangkah, tak sabar melihat hasilnya. Mulutnya menganga dengan mata yang tak mampu menyembunyikan keterkejutannya. Dia terpukau, puas dengan hasil karya dari Lian. Realistis namun seninya terlihat kuat dan memikat. Cocok dengan seleranya.

"Great!" puji wanita itu.

Lian ikut tersenyum.

"I hope you like it."

"Of course!"

Senyum terkembang di bibir Lian. Sesaat kemudian, ia melirik arlojinya. Saat itu juga kedua matanya terbelalak, ingat akan sesuatu. Wajahnya berubah panik. Digaruknya belakang kepalanya, pertanda kebingungan tengah melandanya. Tanpa berpikir lagi, dia langsung memasukkan semua peralatan ke dalam tas khusus yang dibawanya. Gerakannya yang tergesa, membuat wanita di depannya memandang heran.

"What's wrong?"

"Ah, sorry. Aku harus menjemput seseorang di Bandara," jawabnya sambil mencangklong kembali tas punggungnya. Sementara di tangan kanannya menjinjing tas bersisi semua peralatan melukisnya.

"Dia pasti sudah menungguku disana."

"Oh, kasihan." gumam wanita itu lirih. Dia kembali melanjutkan, "Mau kuberi tumpangan?"

"Are you sure?"

Wanita itu mengangguk. "Why not? Mobilku terpakir disana." katanya sambil menunjuk kearah yang dimaksud.

"Ok! Thankyou!"

Wanita itu mengangguk dan langsung melangkah.

Praktis, Lian mengikutinya. Mereka berjalan berdampingan menuju salah satu ujung jembatan, tempat mobil milik wanita itu terparkir. Saat itu pula Lian menoleh. Diulurkan tangannya, mengajak wanita itu bersalaman.

"My name is Aliana. Just call me Lian."

Wanita itu membalas ulurannya sambil berkata, "I'm Sovia."
***

Suara orang-orang disana terdengar berisik di telinga Lian. Mereka berseru, meneriakan nama-nama dengan berbagai bahasa yang tidak dimengertinya. Sebagian orang-orang mengangkat papan nama tinggi-tinggi bertuliskan tulisan dari berbagai negara pula. Mereka sama sepertinya, menunggu seseorang dari pintu kedatangan disana.

Seorang pria mengenakan jas panjang berwarna coklat muncul dari sana. Dia menoleh ke arah gerombolan orang yang sedang menunggu, menyisir dari sisi satu ke sisi yang lainnya, mencari seseorang.

[1st #TT] - The Memories Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang