|20| L O N D O N

109 16 3
                                    

L O N D O N
♧ ♧ ♧ ♧ ♧

Tiga tahun kemudian,

Pukul 07.00, bangunan kecil di sebelah barat laut Waterloo Bridge itu masih tertutup rapat dengan plang bertuliskan close yang tergantung di pintu kacanya. Namun, meski masih sepagi ini, bukan berarti hanya ada kesenyapan di dalam sana, sebaliknya beberapa orang tampak sibuk mempersiapkan pembukaan toko coklatnya yang sampai sekarang sudah berdiri selama 547 hari. Benar, setahun setengah lalu, tempat yang tadinya hanya sebuah bangunan kosong kini menjelma sebagai toko coklat dengan keharuman khas setiap kali orang-orang lewat di depannya. Mengundang mereka untuk berbelok, mampir sejenak meski hanya memesan secangkir coklat panas.

Setiap orang disana selalu sibuk sejak pagi hingga petang menjelang. Mereka sepakat untuk membuka toko di jam 07.30 am hingga 17.55 pm setiap hari selama 6 hari penuh minus hari minggu dan libur nasional tertentu. Mereka bukan robot, jadi jangan harap toko buka lebih awal atau tutup lebih lama dari jam yang dijadwalkan. Paling molor mungkin hanya sekitar sejam atau setengah jam saja, itu pun saat pengunjung membludak tak tertahankan. Terutama di musim dingin seperti ini.

"Ms Lian, mau istirahat di lantai dua? Kamu terlihat lelah sekali." sela Elanor Thompson dengan logat brithish kentalnya.

Namun, wanita bercelemek itu menggeleng. Membuat rambut sebahunya bergoyang seirama.

"Tidak perlu. Aku baik-baik saja, Elanor."

"Tapi, Ms Lian--"

"Aku akan membeli gula di supermarket dulu. Kamu buka saja dulu tokonya." potong Lian dengan senyuman yang seketika membungkam mulut Elanor.

Tepat saat itu juga, wanita itu menyudahi aktivitasnya menuangkan coklat cair ke dalam cetakan dan langsung meletakkannya di dalam Freezer dengan suhu rata-rata. Celemeknya penuh nodanya tanggal, tinggal sweeter tebal warna putih dengan tulisan Run yang tercetak tebal. Dia langsung meraih coat yang tergantung di belakang pintu.

"Aku pergi dulu." pamitnya seraya berseru.

Elanor hanya mengangguk, memberi gestur ok.

Lian meneruskan perjalanannya, memecah jalan kota London yang berselimut salju di musim dingin. Ia mendongak, menatap takjub bangunan- bangunan tinggi disana. Bahkan, sudah tiga tahun dia menetap di kota ini.

Bus tingkat merah itu kini sudah tampak di kejauhan. Segera dipercepat langkahnya, berlari kearah perhentian bus yang jaraknya sekitar 50 meter dari awal mula saat dia mulai berlari.

Hosh...hosh...hosh...

Napasnya terengah-engah, namun untung saja dia bisa menyusup ke dalam, tepat sebelum pintu ditutup.

Beruntung sekali kamu, Li...

Kini pandangannya teralih ke luar bus. Posisinya yang berdiri membuatnya lebih leluasa memandang seluruh keindahan pemandangan kota London, baik aliran Thames River, Waterloo bridge di belakang sana, hingga seluruh seluk beluk kehidupan di kota dengan kemajuan peradaban yang sangat pesat.

Kini kepalanya menoleh ke arah trotoar jalan. Sesaat ia terpaku, menatap tanpa berkedip saat seorang pria asia berjalan cepat jauh di depannya. Dan saat mereka semakin dekat dan hanya dipisahkan oleh dinding merah Bus, wajah tampan lelaki tersebut tertangkap dimatanya.

Ia tertegun, dahinya berkerut seolah berpikir dengan keras. Ini seperti bernostalgia. Ia yakin, rasanya dia pernah mengenal sosok itu.

Tapi...

Siapa?

Dan hanya dalam hitungan detik, bus melintas dengan cepat. Membuat sosok itu semakin menjauh, namun kedua mata kubil Lian sama sekali tak dapat mengalihkan pandangannya.

[1st #TT] - The Memories Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang