|27| P E R M O H O N A N

129 15 2
                                    

P E R M O H O N A N
♧ ♧ ♧ ♧ ♧ ♧ ♧ ♧ ♧

Untuk kesekian kalinya, Dimas termenung menatap kosong suasana diluar jendela. Para pejalan kaki memenuhi trotoar jalan. Toko dan tempat hiburan semakin ramai di saat malam menjelang, dan semakin larut. Seperti suasana kafe tempat Dimas dan beberapa orang lain duduk untuk sekedar menikmati secangkir minuman hangat sembari berbincang dengan pasangan atau teman. Ada pula yang sendiri. Seperti Dirinya.

Tepat disudut yang biasa luput dari pandangan, pria beralis tebal itu duduk. Masih lengkap mengenakan mantel hangat dan syal yang tersampir di leher. Tak dihiraukan tatapan heran orang-orang. Memang tak kentara, hanya lirikan diam-diam namun peduli setan di detik berikutnya. Pelayan bahkan sampai menaikan suhu pemanas. Tapi tetap saja Dimas tak berniat membuka jas tebalnya.

Pria itu hanya sibuk dengan pikirannya. Ia tidak peduli sekitar dan hanya berkutat pada perbincangannya dengan Ivan beberapa menit yang lalu. Di tempat ini pula. Dia duduk di kursi yang sama, sementara Ivan duduk tepat di depannya hingga lima menit yang lalu pria itu memutuskan pamit dan keluar kafe.

Di saat yang sama pula, Dimas termenung.

"Aku tahu, kalian berjumpa siang tadi," ujar Ivan tanpa basa-basi.

Dimas memandangnya datar. "Kami tidak sengaja bertemu."

"Aku tahu."

Napas Dimas terembus berat. Lelah dirinya selalu dicurigai oleh Ivan. Sejenak ia menatap jalanan, lalu kembali membuka percakapan disaat keheningan semakin mencekam.

"Lalu apa masalahnya sampai kamu memintaku menemuimu?"

"Jangan temui Lian lagi."

"Sudah kubil..."

"Jangan memintanya bertemu, jangan menyapa meskipun kalian tidak sengaja berada di tempat yang sama, jangan menoleh saat dia memanggilmu dan anggap kalian tidak pernah saling mengenal!" Desis Ivan menekankan satu per satu kata yang terucap. Dimas merapatkan bibir, menahan umpatan yang mungkin keluar saat pria didepannya seenak jidat berani mengaturnya!

Ck! Bahkan tidak hanya menuduhnya, dia bahkan membatasi segala akses tentang Lian!

Posesif! Itu pemikiran pertamanya.

Dimas terbahak, menertawai kekhawatiran Ivan yang tak berdasar. Ia mengetuk meja sesaat, menyeduh kopinya, lalu menatap Ivan dengan seringai khasnya.

"Kenapa aku harus menurutimu? Kalaupun Lian baik-baik saja, memang apa lagi hakmu untuk mengaturnya?"

"Dia tidak baik-baik saja!" Potongnya cepat. Seketika membuat Dimas menelan kembali kata-katanya.

"A-apa maksudmu!?"

"Lian sakit," lirihnya. "Kami benar-benar ingin memulai semua dari awal. Tanpa namamu, tanpa New York, juga tanpa semua ingatan masa lalu kalian yang hanya membuatnya semakin tertekan!"

"Tunggu," Dimas mengintrupsi. "Masa lalu apa yang kau katakan!? Kita baik-baik saja!"

Ivan mengusap wajahnya kasar kemudian kembali mengalihkan pandangannya pada Dimas.
"Justru anggapan 'baik-baik saja'- mu lah yang semakin membuatnya tersiksa. Melihatmu hanya akan mengingatkannya pada kecelakaan itu! Dia semakin sakit dengan ketidak-berdayaannya."

Ia mengarahkan telunjuknya kearah Dimas,"kehidupan maha sempurnamu membuat Lian tersudut! Jadi berhentilah membuatnya merasa bersalah!"

Dimas memukul meja. Persetan dengan orang-orang yang terkejut dan langsung memandangnya tak suka.

[1st #TT] - The Memories Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang