|29| S K E T S A

281 18 6
                                    

S K E T S A
♧ ♧ ♧ ♧ ♧

S K E T S A♧ ♧ ♧ ♧ ♧

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.

Bau antiseptik menusuk hidung, suasana mencekam, dan koridor panjang tak berujung. Sungguh, apa yang tengah dirasakannya kini hanya sebagian dari imajinasi liarnya. Dia terlalu takut meski hanya untuk menengadah, menatap ke depan. Tubuh kokohnya limbung. Seketika ingin ambruk begitu berita buruk itu sampai ke telinganya beberapa waktu lalu.

Otaknya tak bisa bekerja. Dia hanya bisa terdiam lama sembari memegangi kepalanya putus asa. Menangis pun tak ada gunanya. Berliter-liter air mata yang dihabiskan, tak akan berpengaruh pada seseorang di dalam ruangan sana. Seseorang yang sedang menghadapi segala kemungkinan yang ada. Entah itu hidup atau malah...

Kematian.

Brak!! Pria itu memukulkan kedua tangannya ke tembok. Inginnya meruntuhkan dinding keras itu dan berlari masuk menemui Lian yang terbaring di ruang IGD sana.

Tepat setengah jam yang lalu, Ivan mendapatkan telepon terkutuk itu. Bu Warsi--asisten rumah tangganya yang mengabari dengan suara terputus-putus menandakan kepanikannya. Pasalnya, kondisi Lian langsung drop di pagi hari tadi dan saat beliau ingin membangunkannya, Lian sudah pingsan dalam tidurnya.

Padahal baru kemarin mereka bersenang-senang, melihat senyuman manisnya. Tapi sekarang? Hanya dalam kurun waktu kurang dari 48 jam keadaan berbalik begitu cepat. Memporak-porandakan kebahagiaannya.

"Van,"

Ivan menoleh. Tampak sosok Kinan berlari kecil menghampirinya. Akhirnya temannya itu datang juga begitu ia menelepon dan langsung terbang bersama suaminya dari Jakarta ke Yogyakarta.

"Maaf, aku baru sempat berkunjung."

Ivan menggeleng lemah. "Tidak apa-apa."

"Apa dia masih diperiksa?"

"Ya..."

Kinan hanya menghela napas panjang. Dijatuhkan tubuhnya pada kursi sambil menutup wajahnya. Lelah sekali rasanya. Setelah sampai ke bandara, dia langsung ke rumah sakit.

"Ka-kau datang?"

Kepala Kinan spontan terdongak. Kini dilihatnya sosok pria tinggi dan tegap berdiri di hadapan Ivan. Meski sosoknya sempat membuatnya pangling, dirinya yakin betul siapa pria itu. Dialah pria muda yang dulu sering sekali membuat Lian terlalu bersemangat saat menceritakannya.

Dimas.

Fix! Dia hafal betul semua cirinya. Ribuan kali sudah Aliana menunjukkan fotonya hingga dirinya pun merasa bosan. Bahkan saat pria itu sudah menginjak usia kepala tiga, sosoknya masih tampak rupawan. Tak ada yang berbeda. Dia masih sama seperti lima belas tahun yang lalu, Dimas yang mengenakan seragam putih abu-abu.

Dan dia...sedang berhadapan dengan Ivan sekarang...

"Bagaimana keadaannya?"

Ivan menggeleng, sementara kepaanya tertunduk lesu. "Entahlah..."

[1st #TT] - The Memories Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang