|10| A K H I R

159 17 7
                                    

A K H I R
♧ ♧ ♧ ♧

Perpustakaan kampus, 8 tahun lalu.

Lagi-lagi menghabiskan waktu di perpustakaan menjadi pilihan bagi Lian saat jam kuliahnya berakhir lebih cepat. Gadis berkuncir kuda itu melirik jam tangannya, memastikan waktu untuk tetap berjaga kalau-kalau tiba jam mata kuliah selanjutnya. Sering kali dirinya memang ceroboh, berada sepanjang hari di perpustakaan hingga lupa waktu. Yah, setidaknya ditempat ini dirinya bisa sendiri tanpa ada seseorang yang mengganggu.

Dia memang tak banyak memiliki teman. Hanya beberapa orang saja di kelasnya dan seseorang yang berbeda jurusan dengannya, Dimas. Haha, dia bahkan tidak menyangka selama 4 tahun ini mereka selalu bersama. Tidak, bukan artian bersama yang biasa orang lain pikirkan, bahkan tak terlintas sedikitpun di pikiran mereka. Intinya hubungan antara Dimas dan Lian tetap sama, tak ada yang berubah.

Yah, meskipun begitu, entah mengapa akhir-akhir ini dirinya jarang sekali bertemu Dimas. Kesibukan Dimas yang membuatnya enggan untuk mengganggunya. Kesibukan dalam mengikuti berbagai lomba dan pameran fotografi. Juga sibuk menyambangi para fans-fans fanatiknya yang tersebar di segala penjuru jurusan hingga fakultas.

Siapa yang tidak mengenal sosok Dimas? Bukan hanya sebagai don juan dan penakluk macam Arjuna, pria itu cukup memiliki otak yang cerdas (atau malah jenius?) di dua bidang yang dikuasainya, sastra Inggris dan Fotografi.

Lian menghela napas panjang. Meski banyak dosen yang memuji hasil karyanya, tidak semua mahasiswa putri menyukainya. Label sebagai pengawal Dimas cukup membuatnya kebal telinga mendengar sindiran-sindiran dari orang-orang yang memploklamirkan sebagai Dimas Holic!

Miris memang! Se-alay itukah sebagian anak jaman sekarang?

Kini tangannya mulai menarik salah satu buku dari rak. Dia melongok, melihat semua bangku yang sudah terisi penuh dengan mahasiswa-mahasiswa lainnya. Mau bagaimana lagi, dia memilih duduk di lantai sembari membaca halaman demi halaman buku bersampul coklat tua di tangannya.

"Hai, Aliana."

Lian mendongak, mendapati sosok Pria berkemeja flanel dengan kaos hitam di dalamnya. Tas selempangnya ia jatuhkan. Sambil tetap memegang kamera, Dimas duduk diseberang Lian, bersandar pada rak buku.

"Masih saja belajar. Nggak bosan?"

Dengan ekor matanya, Lian melirik, namun memilih cuek.

"Aku tidak sejenius dirimu." sarkasnya sementara dia hanya tertawa.

Jahilnya kumat. Dia mengangkat kameranya, terus membidikkannya pada orang di depannya. Kalau sudah begini, Lian yang dibuat kesal. Langsung saja dia maju, meraih lensanya dan menutupnya rapat.

"Berhenti! Pergi sana, jangan ganggu aku!!" usirnya dengan wajah masam plus jengkel.

Sepertinya pria satu ini tidak akan puas sebelum dia marah atau menangis!

"Makannya jangan membuatku bengong! Diajak bicara, kek! Memangnya tidak bosan melihatmu sibuk dengan buku?"

"Aku kan ada UAS, Dimas!"

Pria itu tak lagi menyahut. Oke. Bagus. Artinya dia tak punya lagi alasan untuk kembali mengganggu ketenanganku. Dan saat ini dia pun terlihat sibuk dengan lensa kameranya.

"Li,"

"Hm?"

"Aku mau tanya sesuatu,"

Kata-katanya membuat Lian terdongak. Begitu pula dirinya yang tiba-tiba sudah duduk menjajarinya. Pria itu menunjukan beberapa foto di kameranya. Lian tertegun, bahkan buku di tangannya telah tertutup tanpa disadarinya. Sesekali ia mendongak, meneliti wajah Dimas yang juga dihiasi oleh senyuman lebar.

[1st #TT] - The Memories Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang