Hentakan kaki mereka seirama sedangkan bibir mereka membisu terambil alih oleh deraian angin. Hanbin hanya bersuara seadanya, menunjukkan tempat-tempat selain yang sering Jisoo kunjungi.Sebenarnya Jisoo sudah tahu tempat-tempat itu. Ya, Eunji sudah menunjukkan terlebih dahulu. Ada makna tersirat mengapa ia mengajak Hanbin pergi berdua menyambangi lorong sekolah.
Kakinya melambat ketika matanya bertemu dengan potrait dirinya di lorong khusus kesiswaan.
"Waaaah." Decihan gadis di sebelahnya kini berubah.
"Aku terlihat tampan, kan?"
"Berbohong itu dosa 'kan? Kalau begitu akan kujawab 'ya'."
Senyumannya mengembang, "Aaah gila. Aku terlihat seperti chaebol yang sangat berpengaruh pada keadaan negara ini. Gagah sekali."
"Apa mimpimu?"
Hanbin mengalihkan pandangannya ke samping.
"Apa aku salah bertanya?"
"Menurutmu, apa wajar orang sepertiku memiliki mimpi?"
"Memangnya kau itu orang yang seperti apa?"
Mata Hanbin menelaah setiap gerakan Jisoo. Tatapan mereka bertemu dan rasa canggung memburat di kedua wajah itu. Hanbin kembali menatap jejeran foto di hadapannya.
"Noona,"
Suaranya begitu mendayu-dayu menyambar gendang telinga Jisoo.
"Apa mimpimu?"
Jisoo menghela napasnya pelan. Menimbang-nimbang jawaban yang akan ia keluarkan dari pikirannya.
"Aku ingin menjadi psikolog dan hidup tenang tanpa media."
Hanbin merespon hanya dengan senyuman kecil.
"Omong-omong kau belum menjawab pertanyaanku."
"Aku tak punya mimpi."
Gadis di sebelahnya mengubah posisinya menjadi menghadap Hanbin sepenuhnya.
"Hanya untuk bermimpi saja pun kau tak berani?"
Ia mendecih.
"Setidaknya kau bisa tahu orang seperti apa kau itu."
"Aku anak Kim Junghyuk, gembong narkoba internasional."
Jisoo melemparkan tatapan kaget, tapi tak sepenuhnya kaget.
"Apakah itu dulu?"
"Dulu. Ketika aku baru lahir."
Jisoo memutar bola matanya, "Astaga, itu hampir dua puluh tahun yang lalu."
Hanbin terdiam sambil memandang ujung sepatunya.
"Setidaknya sekarang keluargamu bahagiaㅡ"
"Semua orang melabeli kami seperti itu."
Jisoo kembali memutar bola matanya, "Hanbin, dengarkan aku."
Hanbin menatap gadis yang memanah pikirannya. Matanya terlihat begitu berapi-api dan tangannya ia letakkan di dinding untuk menopang tubuh mungilnya.
"Kau terlihat bodoh jika kau mendengar perkataan mereka. Just like, siapa yang ingat tentang bentuk feses mereka 20 tahun yang lalu?"
Hanbin tersedak air ludahnya sendiri. Lagi pula, kenapa analoginya harus kotoran?
"Itu dulu, dan Pak Kim hanya mantan napi. Beliau sudah hidup lebih baik sekarang. Apa yang kau sesali?"
Hanbin kembali menyambangi ujung sepatunya.
"Kau malu punya Ayah seorang mantan napi?"
Ia mengangguk berat.
Jisoo benar-benar kesal dengan jawaban Hanbin, "Setidaknya kau masih punya ayah dan beliau masih peduli dengan tarikan napasmu."
Hanbin mendecih pelan, "Kau tak tahu karena kau tak berada di posisiku."
"Ya setidaknya aku pernah berada di posisimu jugaㅡ"
Hanbin ingin Jisoo mengulang perkataannya barusan tapi niatnya terurungkan ketika Jisoo kembali membuka mulutnya. Gadis itu lumayan berisik.
"Bagaimana dengan temanmu?"
Hanbin frustasi. Ia seperti pergi kencan buta dan slip gajinya harus dibawa ketika ia jalan dengan wanita.
"Tidak ada. Mereka mau berbicara denganku saja aku sudah bersyukur."
"Ya bagaimana mau berteman denganmu, baru bicara dua kalimat saja sudah dijotos."
"Itu salah mereka 'kan? Mereka menggangguku! Astaga!" Hanbin mengacak-acak rambutnya.
"Kalau itu tidak benar, mengapa kau repot-repot merespon mereka?"
Ada benarnya ucapan noona gila di hadapannya itu.
"Berjanjilah kepadaku, kalau kau tak akan cepat tersulut emosi ketika orang tak berguna seperti itu melakukan hal bodoh kepadamu."
"Ya, aku berjanji."
Jisoo menaikkan jari kelingkingnya.
"Oh, haruskah?"
Jisoo mengangguk, "Pinky promise, agar kau ingat."
Hanbin melingkarkan jarinya dengan enggan lalu membuang tatapannya. Gadis itu mengunci jari Hanbin dengan kuat.
"Kalau kau melanggarnya, kau harus mengikuti 7 peraturanku setiap pelanggarannya."
Hanbin ingin melepas jarinya namun tak bisa.
"Kau sudah berjanji." Jisoo terkekeh di depannya.
"Dasar curang!"
Drrrr...
Bel masuk sudah mengundang mereka untuk kembali ke kelas. Mereka kembali menapakkan kaki menuju kelas yang mulai membosankan.
"Noona, aku ada tugas matematika, kau bisa membantuku nanti?"
"Asal ada suguhan roti isi ayam."
"Dasar tukang makan!"
"Yang penting aku bahagia~"
Begitulah suara mereka mengudara mengubah suasana biru menjadi lebih hangat.
[>>>]
KAMU SEDANG MEMBACA
•Noona• // Hanbin×Jisoo
FanfictionHanbin mengutuk seseorang yang membuat beberapa peraturan yang tertulis di selembar kertas aneh itu. Peraturan itu diantaranya : 1. Jangan menyapaku terlalu sering. 2. Hanya kau yang tak boleh melayaniku ketika aku membeli roti isi di kedai ayahmu. ...