Hanbin mengutuk seseorang yang membuat beberapa peraturan yang tertulis di selembar kertas aneh itu. Peraturan itu diantaranya :
1. Jangan menyapaku terlalu sering.
2. Hanya kau yang tak boleh melayaniku ketika aku membeli roti isi di kedai ayahmu.
...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Tangan Hanbin terangkat ketika daun pintu di hadapannya terbuka. Gadis di depannya terlihat begitu senang. Bukan karena kehadiran sosok laki-laki di hadapannya melainkan harum roti hangat yang menjalar lubang hidung.
Kini giliran laki-laki di hadapannya memutar bola matanya. Dan Jisoo hanya terkekeh.
Mereka berdua masuk ke ruang keluarga rumah itu. Hanbin langsung membuka halaman tugasnya tanpa memberi jeda kepada Jisoo untuk menggigit ujung roti favoritenya itu.
"Apa kau selalu membuat tugas?"
Hanbin mengangguk.
"Cih, lihat pelajar teladan ini."
"Cepat bantu aku."
Jisoo buru-buru menelan kunyahan pertamanya, "Sebenarnya aku tak mengerti matematika."
Hanbin mengumpat dalam hati.
"Haha kena kau. Waktu itu aku juga lihat kau menyelipkan kue mangkuk cokelat dan berhubung aku ini shikshin, langsung saja aku tutup pintunya. Hahaha."
Hanbin langsung mengambil roti yang hampir ia berikan kepada Jisoo, "Kalau begitu semoga kau sakit perut gara-gara makanan yang sebenarnya bukan untukmu."
"YAAA!!"
"Kalau begitu, cepat tunjukkan tugasku!!"
"Aiss." Jisoo memaki pelan lalu merampas buku yang ada di hadapannya.
Hanbin tertawa puas. Ia menjulurkan kakinya, menunggu Jisoo menyelesaikan soal.
"Sepertinya aku pernah menyelesaikan soal ini," gumam gadis itu.
Ia membolak-balikkan buku tersebut.
"Ah yaaa, seperti ini."
Sudah lebih dari 20 menit gadis itu bergumam sendiri dan sama sekali belum menyelesaikan satu soal pun. Hanbin mengacak-acak rambutnya.
"Noona,"
"Tenanglah, aku sedang berkonsentrasi."
Hanbin mendecih pelan.
"Aku tahu aku memang tidak pintar, tapi kalau aku menyelesaikan soal, fokusku meningkat dengan cepat."
"Boleh aku pinjam toilet sebentar?"
"Dari dapur belok kanan."
Hanbin langsung menuju toilet. Rumah itu tampak sepi. Kedua orang tua Jisoo sedang tak berada di rumah.
Mata Hanbin terikat pada satu foto yang terpajang disana. Foto keluarga. Pikirannya terbang melihat satu foto itu.
"Noona,"
"Apa lagi?!"
Hanbin mengurungkan niatnya, "Minta minum."
"Ambil sendiri di dapur. Oh ya, kami tidak ada air dingin."
Kakinya berjalan malas-malasan menuju dapur yang disebutnya barusan. Baru kali ini ia melihat foto keluarga terpajang menghadap dapur. Entah apa filosofinya.
Dapur rumah itu terlihat bersih, seperti baru dibersihkan. Tatanan meja makannya berada di tengah-tengah dan di samping kanan ada deretan alat khusus ruangan tersebut. Ada pewangi citrus yang tergantung dekat pencucian piring.
Hanbin mengambil gelas kaca di rak piring lalu menuangkan air putih yang ada di cerek atas meja. Ia meneguk pelan sambil menelaah kembali foto di hadapannya.
"AAAHH!!"
Teriakan yang cukup kencang itu membuat Hanbin hampir mengeluarkan air yang baru masuk ke rongga mulutnya. Kakinya melaju cepat menuju lokasi Jisoo.
Ekspektasi yang ada di bayangannya adalah Jisoo terkapar lemah dan tubuhnya tersimbah darah seperti di film-film yang sering ia tonton.
Tapi realitanya adalah Jisoo terkapar dengan tatapan kosong menghadap langit-langit rumah serta mulut yang sedikit terbuka. Rambutnya juga acak-acakan dan buku matematika Hanbin yang ia peluk.
"Gwaenchanayo?" Hanbin mendekatinya.
"Berikan aku satu keping roti," balas Jisoo masih dengan tatapan kosong. Nyawanya seakan terbang sesaat.
Bukannya menyodorkan apa yang Jisoo mau, laki-laki itu malah mempercikkan air di gelas yang ia genggam. Jisoo membulatkan matanya, menajamkan atensinya. Walaupun begitu, Hanbin masih saja tak berhenti melakukan aktivitas sebelumnya.
"YAAA!!"
Hanbin terkejut dengan teriakannya barusan.
"Geumanhae!" Jisoo terduduk dan meraup wajahnya yang basah.
"Jadi hasilnya berapa?"
Jisoo memanah tatapan Hanbin yang sedang dilanda suasana ceria.
"Sedikit lagi. Berikan aku roti agar aku punya cadangan untuk berpikir. Jebaal~" Kata terakhirnya membuat Hanbin benar-benar ingin muntah. Bayangkan saja, ia tak pernah melihat Hanbyul melakukan aegyo dan sekarang ia harus menahan dosa melihat Noona itu melakukan aegyo.
Alis Hanbin menjengit. Ia tak pernah menemukan perempuan mungil dengan nafsu makan sebesar ini. Tangannya menjulurkan roti bekas gigitannya tadi. Jisoo langsung menangkup roti itu dan memakannya dengan cepat. Bak suplemen kepintaran, setiap satu gigitan Jisoo seperti menemukan satu jawabannya.
Setelah menghabiskan satu keping roti, Jisoo mulai memecahkan masalah yang ada di hadapannya. Hanbin melihatnya dengan seksama. Tiba-tiba suatu hal terlintas di kepalanya.
"Noona,"
Jisoo tak menghiraukan suara yang terdengar sangat dekat itu.
"Hanbyul sebentar lagi akan tamat dari SD, kau bisa membantuku mencari hadiah untuknya?"
"Dapat!"
Jisoo membulat-bulatkan angka yang ada di kertasnya. "Sudah kubilang, aku memang tidak terlalu pintar, tapi fokusku bisa meningkat dengan cepat."
"Kalau begitu ayo cocokkan jawabanmu. A. 45 B.30 C.90 D.115. Jawabanmu berapa?"
"60."
[>>>]
Note: Di dunia nyata Hanbin dan Hanbyul jarak umurnya 14 tahun. Aku mendekin jarak umur mereka demi alur. Haha.