Bunyi remah-remah roti bakar merambat ke rumah siput gadis dengan seragam yang baru saja di setrika. Ia menggigit sekali lagi roti yang baru dipanggang.
Di sampingnya, seorang lelaki paruh baya dengan kacamata yang melorot memperhatikan rentetan kalimat pada koran pagi.
Ibunya keluar dari area dapur dengan segelas susu yang baru diaduk. Entah sudah berapa lama Jisoo tak merasakan suasana seperti ini; dua keping roti bakar dengan sedikit mentega yang terhidang, Ibu yang mondar-mandir dari arah dapur, dan Ayah yang selalu mengatensi ke arah koran.
Jisoo mengelap ujung bibirnya dan mulai menegak susu vanilla hangat. Ayahnya sedikit terusik oleh suara tegukan gadis bersurai panjang itu.
"Belajar yang rajin ya," sela ayahnya di antara bacaannya.
Gadis itu hanya menganggukkan tengkoraknya.
"Oh ya," sang ibu mulai tergesa-gesa mendekati ayah dan anak yang canggung, "Ibu dengar, anak tetangga kita juga satu sekolah denganmu."
Dahinya mengerut sesaat.
"Anak Pak Kim, yang punya bakery di samping rumah kita."
"Oh Ibu, bahkan aku tak tahu kalau di sebelah rumah kita ada bakery."
"Kau seharusnya berangkat bersama kamiㅡ"
Matanya berputar. Malam itu Jisoo menghabiskan waktu bersama teman-temannya sebelum ia pindah ke Busan, kampung halaman ayahnya. Dan di dalam dirinya ada rasa yang berkecamuk tak ingin meninggalkan Seoul. Jadi ia meminta kelonggaran waktu satu malam untuk menetap di sana.
"ㅡjadi kau tahu siapa tetanggamu."
"Hmm," balasnya singkat.
"Kau tak perlu menghapal ratusan tetanggamu. Lihat! Disini hanya ada beberapa rumah dan tetangga kita ramah."
"Ya bu, aku mengerti."
"Kau harus berkenalan dengan anak Pak Kim."
"Jangan mendesakku, Bu. Kalau nanti kami satu sekolah, kami juga akan berkenalan."
Belum satu detik gadis itu mengeluh, ibunya langsung mendorongnya keluar karena mereka bisa mendengar suara pagar terbuka dari sebelah.
Ya Tuhan! Kuharap dia perempuan dan setidaknya bisa jadi teman mengobrolku.
"Hati-hati di jalan ya."
Suara ibunya membuyarkan lamunan Jisoo saat melihat anak Pak Kim mengalihkan atensinya.
"Oh ya. Ah itu, Ibu aku pergi dulu."
Oh tidak! Dia anak laki-laki dan ternyata yang kujumpai semalam. Sial! Bikin malu saja!
"Aku benar-benar tinggal di sebelah, 'kan?"
Jisoo tersentak. Ternyata anak itu mengingat kejadian semalam. Kejadian dimana gadis itu mengira kalau orang itu adalah kurir angkat barang pindahannya.
Anak laki-laki itu terus tersenyum dan entah mengapa senyumannya sangat menyebalkan, seperti sedang mengolok-oloknya.
"Aku dengar kita satu sekolah," dengan rasa keberanian yang sedikit memuncak, Jisoo menelurkan suara.
Ia hanya mengangguk. Oke. Dia-hanya-mengangguk. Jisoo menaikkan poninya, berharap ada keajaiban yang datang agar mereka bersikap layaknya tetangga.
Sudah lima menit mereka berjalan dan suasana senyap terus menghantui. Jisoo berjalan di sampingnya tanpa mengeluarkan kekehan sedetik pun.
Jisoo tak suka dengan anak ini.
Sampai di sekolah pun mereka tidak mengobrol sama sekali. Dan anak itu tak merasa terganggu dengan beribu tatapan penuh tanya tentang anak baru yang ada di sebelahnya.
"Anu, ah aku tak tahu dimana majelis guru."
Anak itu tak membalas.
"Ah, kau tahu dimana majelis guru?"
Benar-benar tak ada respon. Jisoo memutar bola matanya berulang kali hari ini.
"Oppa!"
Kali ini ia baru menghentikan langkahnya.
"Ah! Oppa! Tolong tunjukkan dimana majelis guru. Biar aku sendiri kesana."
Oh, apakah aku berbicara informal makanya ia marah?
"Ikuti aku."
Jisoo melangkahkan kakinya tergesa-gesa layaknya dimakan waktu. Kaki-kaki mereka bertatap pada bumi seperti membisikkan suatu pertanyaan.
Mereka berhenti tepat di depan majelis guru.
"Kau kelas berapa?"
"Ah ini tahun keduaku," Jisoo menunduk 90°, "kamsahamnida, sunbaenim."
"Ah, kau noona ternyata."
Jisoo menegakkan tubuhnya. Semua orang menatapnya aneh.
Sial. Dia pasti mengerjaiku!
"Aku ke kelas dulu, Jisoo noona."
Jisoo menggertakkan giginya.
"Jangan memanggilku oppa dengan penuh aegyo itu ya," ia membenarkan rambutnya, "tidak cocok dengan perangaimu."
Jisoo menggeram perlahan.
"Oh ya, namaku Hanbin. Kelas 1-2. Sampai jumpa nanti."
Punggung Hanbin melebar di depan tatapan Jisoo. Gadis itu menghelas napas sebentar.
"Ya! Hanbin!"
Yang dipanggil lantas membalikkan tubuhnya.
"Kau pakai sabun muka apa sih sampai wajahmu itu terlihat boros?"
Hah. Sialan.
[>>>]
KAMU SEDANG MEMBACA
•Noona• // Hanbin×Jisoo
FanfictionHanbin mengutuk seseorang yang membuat beberapa peraturan yang tertulis di selembar kertas aneh itu. Peraturan itu diantaranya : 1. Jangan menyapaku terlalu sering. 2. Hanya kau yang tak boleh melayaniku ketika aku membeli roti isi di kedai ayahmu. ...