Sakura memakai dress simpel berwarna merah. Rambut pendeknya terikat kebawah. Sepatu dengan sol rendah semakin membuatnya terlihat seperti gadis muda. Tangannya menyeret kopor berwarna hitam miliknya.
Sasuke menyembunyikan rona merah wajahnya. Berusaha memasang wajah sedatar mungkin. Manik hitamnya masih mengintai kekasih kecilnya dulu, yang berjalan kearahnya.
"Sasuke kun" Sakura melambai. Sasuke menghampirinya.
"Dimana dia??" Sakura memandang Sasuke penuh tanya.
"Kabur." Sasuke mengambil kopor dari tangan Sakura. Dan menggandengnya.
"Kenapa kau biarkan dia kabur, Sasuke kun???" Protesnya. Sasuke menyeret tangan Sakura buru buru, dan membawanya masuk ke dalam mobil.
"Dia sangat pandai kabur sepertimu." Sakura terdiam. Sasuke mulai melajukan mobilnya.
"Kau tak ingin menjenguk orang tuamu??" Sasuke membuka suaranya.
"Tidak dulu, Sasuke kun. Aku belum siap menghadapi mereka." Sakura memandang luar jendela.
"Hn"
"Aku sudah membooking hotel, dikota." Sakura menatap jalanan didepannya.
"Kau akan pulang kerumahku." Sakura menoleh kearah Sasuke.
"Kita sudah seharusnya tinggal bersama." Lanjut Sasuke.
"Kau sudah memiliki Tunangan, Sasuke kun." Sakura meremas tangannya.
"Jangan mencoba lagi Sakura." Peringatan Sasuke adalah perintah baginya. Meski begitu, Sakura masih tetap mencintai Sasuke. Sakura mengerti, jika Sasuke tidak pandai mengungkapkan perasaannya. Dan Sakura bersyukur, Sarada memilik sifat kritis seperti dirinya, tidak seperti Sasuke.
Izumi sedang memetik buah tomat dari kebunnya. Sarada mencoba mulai menanam sayur yang telah dikeluarkan Rika dari plastik bibit untuk dipindahkan. Izumi melirik Sarada yang terlihat serius dengan sarung tangan plastik dan sekop tanaman.
"Ini menyenangkan bibi, apa bibi yang menanam semua ini??" Sarada mendongak, mengelap keringat dihidungnya dengan sarung tangan plastiknya. Membuat kulit mulusnya tercoreng oleh tanah. Izumi tertawa melihatnya.
"Tentu saja. Apa kau pernah memasak, Sarada chan??"
"Aku rasa tidak, aku sedikit benci dengan minyak. Tapi aku ahli memotong." Sarada menatap Izumi polos. Izumi melebarkan senyumnya.
Izumi senang Sarada memutuskan kabur ke rumahnya, bukan kerumah neneknya. Disini hanya ada dirinya dan Rika, pelayannya. Tak pernah ada keceriaan yang nyata dirumah seperti istana ini.
"Apa itu tomat??" Sarada menunjuk keranjang buah milik Izumi.
"Ya, dan ini organik. Satu butir ini, bisa dihargai seribu yen."
"Wuaaaaah, aku bahkan tak pernah melihat yang sebesar ini." Sarada memandang sekeranjang tomat, seperti pandangan gadis remaja memandang baju merek terkenal yang terpajang di sebuah manekin toko.
"Kau mau mencobanya??" Izumi tertawa melihat reaksi Sarada yang menganggukkan kepalanya cepat cepat.
"Cuci tanganmu disana." Izumi menunjuk washtafel di kebun rumah kacanya. Sarada buru buru berlari dan mencuci cepat kedua tangannya.
Shion duduk di sofa mahal di apartemen Kabuto. Menyaksikan kembali gambar calon anak tirinya di televisi.
"Kau bisa menyingkirkannya??" Shion beranjak, dan merangkul Kabuto dari belakang.
"Akan ku pikirkan." Kabuto terenung.
"Kita bisa menculiknya dan membuang mayatnya ke jurang." Shion membelai lengan Kabuto mesrah.
KAMU SEDANG MEMBACA
TEARS
FanfictionCOMPLETE Melahirkan seorang diri tanpa mempunyai suami adalah hal yang paling mengerikan di dunia ini. Seperti Halnya Sakura Haruno. Memiliki bayi dari seorang paling di cintainya, Uchiha Sasuke. Disaat usiany masih remaja. Akankah putrinya terlahir...