4. Kau pergi aku setengah mati

15.7K 1.3K 437
                                    


Shingeki no Kyojin

By

Hajime Isyama

I don't take any materials about this story

Pairing : Riren/Rivaere

Rate : M

Genre : Romance, hurt/comfort, family, friendship

Warning : yaoi/bl/gay, M-preg, OC, OOC, bahasa kasar, typo(s), dll.

L💔VE and PAIN

By

Zavionix Shakdee

.

.

.


Semenjak keluar dari rumah sakit hingga mereka tiba di apartemen, Eren tetap terdiam begitupun dengan Hannes. Tanpa diberitahukan, Eren pasti sudah tahu apa yang tengah dialaminya sekarang pikir Hannes menatap sedih keponakan angkatnya itu.

"Jika kau tidak menginginkannya maka gugurkan saja" ujar Hannes tiba-tiba membuat Eren langsung membulatkan kedua matanya.

"Kenapa paman berpikir seperti itu? Apa paman kira aku ingin menggugurkan anakku sendiri. Tidak paman, aku tidak sejahat itu" Hannes menghela nafas pelan, pria paruh baya itu membantu Eren duduk di sofa dan dia pun ikut duduk di samping pemuda manis itu.

"Pikirkan nak, kau masih harus sekolah, masa depanmu masih panjang. Belum lagi apa pendapat orang nanti dengan kondisi tubuhmu yang berbeda. Anak dalam kandunganmu itu hanya akan menjadi bebanmu Eren. Lagi pula apa paman harus mengingatkan siapa ayah dari anak ini" Eren terdiam, perkataan pamannya itu memang ada benarnya. Tapi apa anak yang tidak berdosa harus menjadi korban dari keegoisannya sendiri. Tidak tentu saja jawabannya adalah tidak, bayi ini anaknya. Lupakan siapa ayahnya karena dia akan menjadi ibu dan ayah sekaligus untuk bayi ini kelak.

"Tidak paman, bayi ini adalah anakku, apa yang akan aku katakan pada Tuhan nanti jika aku mengorbankan bayi yang tidak berdosa ini. Aku tidak perduli pendapat orang lain paman. Masalah sekolahku kita bisa membicarakannya nanti dengan Profesor Pixis" Hannes melihat keseriusan di kedua mata keponakannya itu, kembali dia hanya bisa menghela nafas pelan. Jika itu kemauan Eren maka dia tidak akan bicara lagi. Jika bayi itu bisa membuat Eren menemukan kebahagiaannya maka Hannes akan membantu merawat dan membesarkan bayi itu nanti.

"Baiklah, terserah padamu. Aku akan bicara pada Pixis mengenai hal ini" Eren tersenyum mengucapkan terima kasih kepada paman angkatnya yang begitu pengertian dan begitu menyayanginya.

Sementara jauh dari tempat mereka berada, Rivaille duduk di pinggir jendela memandangi langit malam yang menyelimuti kota Tokyo. Kebiasaan ini sudah berlangsung sekitar dua jam yang lalu.

Wajah yang biasanya datar dan penuh arrogansi kini terlihat terpuruk akan kesedihan dan kerinduan yang mendalam. Mata yang biasanya terlihat lelah dan tajam kini terlihat tengah berkaca-kaca. Bibir yang biasanya dipenuhi kata-kata kasar kini bergetar menahan tangis. Lemah, satu kata yang bisa menggambarkan sosoknya saat ini.

L💔VE and PAIN ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang