Maaf, memaksakan.

942 42 0
                                    

"Maaf jika terlalu memaksakan.
Aku hanya gak tau gimana cara buatmu nyaman,  agar tetap disampingku."

•••

   SEPERTI biasa, setelah pulang sekolah, Gweni selalu mampir ke kafe dekat sekolah. Tak banyak yang Gweni lakukan. Hanya sekedar membaca novel sambil mendengarkan musik.

Sampai pada halaman novel yang menceritakan klimaks nya. Seseorang duduk dikursi, di depan Gweni dan membuat gebrakan dimeja itu akibat tasnya. Gweni dengan malas harus menoleh kearah pembuat gaduh itu.

Pelayan kafe itupun datang ke meja Gweni dan cowok itu mulai memesan pesanannya. Gweni hanya menatapnya sejenak lalu kembali fokus pada novelnya.

"Lo tadi kenapa?" tanyanya membuka percakapan. Bukan malah menjawabnya, Gweni malah mengencangkang volume headphone nya.

Sampai Diego jengkel dan merampas novel yang Gweni baca.

"Lo apa apaan sih?!!" teriak Gweni yang membuat pengunjung kafe melihatnya dengan tatapan 'diamlah!' .

Gweni langsung ciut dan memilih meninggalkan Diego disana sambil mentapnya dengan tatapan. 'Sorry' tapi Gweni memilih masa bodo dan berniat pulang.

Sedari kepergian Gweni. Diego masih tetap disana, gak berniat untuk beranjak pergi. Dia hanya berharap gadis itu bisa berbicara dengannya dengan baik baik.

Novel yang Diego rampas dari Gweni terus dia pegang. Dia memikirkan rencana untuk mengembalikannya pada Gweni. Tapi, lagi lagi dia tak bisa memikirkan jalan pikiran Gweni. Karena, saat Diego dan Nathan berantem di lapangan basket tadi siang, dia dengan berani dan lantangnya berteriak.

"Stop!!!!"

"Kalian gak punya otak ya? Ini sekolah. Bukan ring tinju!"

Lagi, Diego tersenyum tipis bahkan nyaris terlihat. Ada sisi dimana Diego senang dan ada juga sisi dimana Diego seperti parasit dibuatnya. Entah Diego yang terlalu terobsesi olehnya. Atau memang dia yang seperti itu.

Diego kembali menatap novel itu  . Tak ada niat Diego sedikitpun untuk membacanya. Namun, sepersekian detik kemudian Diego membuka halaman buku itu dengan sembarang dan mulai membacanya.

"cintai dia dalam diam, dan kagumi dia dengan diam. Semoga kelak dipertemukan di satu persimpangan yang telah ditakdirkan. " suara Diego kecil saat membaca dan tertegun oleh isinya.

Diego masih tetap diam. Memikirkan kembali kalimat yang baru saja dibacanya.

'Apa aku harus diam? Saat matanya bertubrukan dengan mataku? Apa dengan pergi ku nanti persimpangan itu akan menjadi milik kami?'

Diego memutuskan pergi dari kafe itu sambil membawa novel itu. Dengan kayuhan sepeda yang lumayan kencang, Diego pun sampai dirumahnya.

"Siang ma.." sapa Diego kepada Lyta-mamanya.

"Iya sayang... Kamu dari mana aja sih?" tanya Lyta sedikit merengut.

"Abis dari kafe ma, ketemu temen." kata Diego sambil menghampiri mamanya yang sedang membereskan meja makan.

"Yaudah, lain kali kalo mau pergi kemana mana itu bilang dulu. Makan dulu 'gih, mama buatin kamu bubur jagung. Kamu pasti suka." kata Lyta sumringah.

"Iya ma, makasih ma. Diego keatas dulu ma. Buburnya entar lagi aja ma." kata Diego lalu pergi kekamarnya.

Bukan malah ganti baju. Diego malah asyik dengan novel milik Gweni. 

Hampir dua jam Diego membaca novel itu. Entah mendapat hidayah dari mana Diego mau membaca sebuah novel. Memang, terkadang, hal yang tak pernah kita lakukan. Bakalan kita lakukan, saat hal itu menjadi sesuatu yang menarik perhatian. Misalnya menarik perhatian doi biar simpati kekita. Hehe^

Lyta yang tak sengaja menguntit dikamar anak semata wayangnya itu mulai menggeleng gelengkan kepalanya. Dengan dua kali ketukan dipintu, sukses membuat Diego terlonjak kaget.

"Astaga.. Mama?" tanya Diego keheranan. Karena gak biasanya mama dateng kekamarnya tiba tiba.

"Iya. Kamu ngapai? Sibuk banget kayanya. Sampai kamu lupa makan bubur buatan mama.." kata mama sambil duduk dikursi belajar Diego dan meletakkan bubur itu dimeja.

"Ah iya. Maaf ma, Diego lagi seru baca nih." jawab Diego samb senyum senyum gak jelas.

"Yaudah makan dulu buburnya, entar keburu dingin gak enak. Abis itu baru kamu baca lagi." kata mama lalu beranjak pergi.

"Makasih ma," balas Diego yang langsung bangkit untuk mencicipi bubur buatan mamanya.

Beautiful GoodbyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang