Teki

671 29 0
                                    

Ya, aku tau jawabnya. Kini aku yang berjuang diakhir dengan sendirian kan? Tanpa kamu lagi? Ya. Aku paham. Dari dulu, dari sebelum kamu. Aku sudah harus mandiri. Berjalan sendiri, entah apapun itu. Semua pasti meninggalkanku.
•••

   SURAT itu masih dipegang dengan erat oleh Gweni disela sela tangisnya. Entah apa yang merasukinya, dia lebih memilih bolos sekolah dan berdiam diri disebuah danau yang tak jauh dari sekolahnya.

Dia memeluk erat lututnya, sambil masih terisak. Sesak didadanya membuatnya harus menghirup udara dengan tak nyaman.

Diangkatnya kepala itu menuju kearah danau. Tak ada yang menarik, selain pantulan sebuah pohon diseberang danau kecil itu.

Dengan tak tertariknya, entah mengapa dengan langkah gontai dan menyeret tasnya. Gweni berjalan menuju pohon itu.

Setelah sampai dipohon itu. Gweni hanya langsung duduk sambil menatap amplop berisi surat balasan dari Diego itu. Dengan emosi yang kini mulai mereda. Sebuah tarikan nafas dan dengan gusar dia hembuskan. Mulai, Gweni membuka surat itu, setelah entah sudah beberapa kali dia baca berulang-ulang. Berharap isi surat itu berubah, seperti di film Harry Potter kesukaannya.

Kembali dibukanya, dan kembali juga dibacanya. Tangisan itu kembali memuncah, kala langit mendung menampakkan kesedihan gadis yang duduk dibawah pohon itu.

"Aku yang bodoh! Kenapa aku baru sadar! Saat semua yang aku sayang mulai pergi meninggalkan aku! Kenapa!!! Tuhan gak adil buat hatiku patah untuk kesekian kalinya!" teriak Gweni sambil memukul kakinya dengan kedua tangannya yang meremas keras surat itu.

Tanpa Gweni sadari, telinganya tersumbat oleh alunan musik yang tiba- tiba mengisi telinganya.

"Berawal dari tatap."

"Indah senyummu memikat, memikat hatiku yang hampa lara"

"Senyum membawa tawa, tawa membawa cerita."

"Cerita kasih indah tentang kita"

"Terkadang kuragu, kadang tak percaya."

"Tapi ku yakin kau milikku"

"Kau membuatku bahagia, disaat hati ini terluka"

Ditolehkan kepalanya menghadap kebelakang. Melihat siapa orang yang membuatnya jinak seketika.

"Di—Diego?" panggilnya seperti sebuah pertanyaan.

"Ya?" jawabnya lalu duduk di samping Gweni.

"Bukan Tuhan yang tak adil. Tapi kamu, kamu yang gak bisa ngasih kesempatan untuk mendengarkan, sekali saja perkataan hatimu. Egomu selalu menguasaimu."

"Lo udah lama disini?"

"Jangan mengalihkan pembicaraan, Gwen."

"Maaf,"

"Seharusnya gue yang minta maaf. Gue gak maksud nyakitin lo dengan surat itu. Gue cuma pengen mastiin aja. Lo beneran suka sama gue atau gak. Dan sekarang gue tau jawabannya."

"Lo tau?"

"Ya, gue tau. Gue bakalan janji untuk perjuangin lo. Kalo lo juga mau perjuangin gue?"

"Ma-maksudnya ini apa?" Diraihnya tangan Gweni dengan segenap rasa gugup. Ditatapnya terus mata indah Gweni dengan mata abu-abu miliknya.

"Gwen. Gue sayang sama lo. Apapun yang terjadi, gue bakalan tetap jadi orang yang selalu jagain lo. Orang yang bakalan selalu melindungi lo. Gue gak romantis kayak cowok yang lain, sewaktu pengen nyatain perasaannya dihadapan cewek yang dia sayang. Tapi, gue punya ini. Gue punya ipod ini buat lo. Didalamnya, ada lagu lagu, yang selalu gue dengerin waktu kita gak saling bertegur sapa hanya gara gara salah paham kemarin. Gue pengen, lo juga rasain apa yang gue rasain kemarin. Betapa gue hancur, cuma gara gara lo, Gwen. Gue harap lo suka." jelas Diego sambil menyerahkan ipod itu kepada Gweni.

"Makasih, Go." jawab Gweni sambil tersenyum tulus kearah Diego. Yang dibalas Diego dengan senyum tulusnya dan juga sambil menatap lekat Gweni. Namun, pandangan itu berbeda. Pandangan itu berubah menjadi pandangan yang amat sangat akan Diego rindukan.

Tawa gadis itu, senyumnya, tangisnya, kesal dan marahnya akan selalu Diego ingat.

"Lo kenapa liatinnya kayak gitu?" tanya Gweni.

"Gue gak mungkin lupain lo, Gwen. Gue gak bakalan lupain lo." kata Diego sambil mengelus puncak kepala Gweni.

"Ma—maksudnya?" tanya Gweni. Diego hanya menghembuskan nafasnya gusar. Matanya tak lagi tertuju pada gadis itu. Kini dia beralih menatap pantulan pohon itu di danau.

"Diego? Tolong jawab."

"Gue bakalan pindah ke Semarang. Dan setelah gur lulus disana. Gue bakalan ngambil study di Belanda. Gue minta maaf. Kali ini gue yang kecewain lo."

"Nggak, nggak! Lo gak bakalan pergi. Tolong, bilang sama gue kalo itu cuma bohong! Please, tell me!!!" teriak Gweni meminta penjelasan.

"Maafin gue, Gwen. Maaf hubungan kita cuma sebatas teman. Sama seperti saat dulu lo bilang ke gue, kalo kita cuma temen. Dan sekarang, ya. Perkataan lo bener."

"No! Please! That's a lie! Please. Don't leave me alone. Please..." mohon Gweni sambil memeluk erat lengan Diego.

"Gue bakalan kembali, Gwen. Gue bakalan tepatin janji gue untuk selalu jagain dan ngelindungi lo nantinya. Gue pasti kembali dan ngejemput lo. Kita bakalan hidup bareng, Gwen. Gue janji. Dan lo harus janji sama gue, jangan pernah kecewakan gue. Gue cuma pengen, lo ngejalanin hidup lo senormal mungkin. Jangan sedih cuma karena gue pergi. Gue bakalan sering kok ngabarin lo. Gue bakalan selalu ingat lo. I'll be back, Gwen. I promise." katanya sambil mengacungkan jari kelingkingnya.

"Janji lo itu berat, Go. Gue gak berharap lo punya janji sebesar itu dengan gue. Dengar, Go. Jangan pernah berjanji, kalo lo gak bisa nepatin janji lo. Gue harap, lo gak ingkari janji lo. Pergilah, mungkin ikhlas gue selama ini, belum cukup untuk kehilangan yang gue rasain kesekian kalinya. Gue gak bakalan nahan lo. Pergilah, temui hidup lo, lupakan gue. Lupakan tentang kita. Mungkin itu yang terbaik. Selamat tinggal." jawab Gweni tanpa membalas uluran jari kelingking Diego dan berlalu pergi membawa ipod pemberian Diego dengan tangis yang memunjak dikeduanya.

Beautiful GoodbyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang