Open(Heart)

748 32 0
                                    

"Kau adalah yang terindah, yang membuat hati ku tenang. Ku cintai kamu. Takkan pernah takut."

••


   SETELAH tadi siang Ita dan Diego saling tukar pikiran mengenai Gweni. Akhirnya Diego tau, kalo Gweni bersikap kaya gini karena ada satu cowok. Yang dia sayang banget, yang dia perjuangin banget. Tapi, nyatanya dibales dengan keacuhannya dan kebodohannya yang ninggalin Gweni yang begitu menyayanginya.

"Seberapa deket lo sama Gweni?"

"Dulu kita deket banget.. Kemana-mana bareng.. Mungkin semenjak kita beda kelas dan dia juga orangnya gak suka lasak lasak gak jelas. Jadinya kita kaya orang baru kenal gitu..."

"Lo mesti deket sama dia lagi.. Biar lo bisa bantu gue.."

"Gini ya Diego.. Pesan yang gue sampein ke lo tadi tuh, berlaku juga buat gue. Kalo gue deketin dia cuma karena pengen buat kalian nyatu. Bisa bisa, gue musuhan sama dia. Dia udah ngancam gue duluan. Dia orangnya sulit ditebak, Go. Gue saranin lo harus berjuang sendiri.."

"Ah sial. Gue bisa aja sih berjuang sendiri.. Tapi mau sampe kapan? Gue kelas 12 mau pindah, Ta.. Lo inget kan?"

"Iya gue inget.."

"Kelas 11 udah tinggal beberapa bulan lagi, Ta. Gue gak mungkin bisa.. Ah sialnya."

"Lo bisa, Go. Lo kan sahabatan sama Joel. Minta bantuin dia. Gue pastikan, kalo lo minta bantuin Joel, dia gak mungkin bisa musuhin Joel. Karena setau gue, dia dijaga banget sama Joel. Itu sih.."

Kini, Diego hanya menatap datar nomor ponsel Gweni yang dia dapat dari Ita. Dia bingung, harus jawab pertanyaan Gweni dengan jawaban apa. Gweni pasti tau, ini ulah Ita. Dan Diego gak mau Gweni ngejauh dari mereka.

*

"Ta, please. Gue lagi gak mau buat orang kecewa. Karena Gweni yang sekarang, udah gak sama kaya Gweni dua tahun yang lalu!"

"Gwen.. Apa salahnya coba dulu.."

"Ta-tapi gue gak bisa. Bahkan buat lupain Faris aja gue gak sanggup."

"Mungkin aja dengan kehadiran Diego, lo bisa lupain sibrengsek itu. Gue yakin lo bisa Gwen! Lo kasih kesempatan buat Diego..."

"Tapi gue gak mau pacaran.."

"Oke, lo gausah pacaran, sekedar lo deket aja sama Diego. Jadi penyemangat Diego. Please. Diego butuhin lo Gwen."

"Oke, gue bakalan coba. Tapi sori, kalo misalnya rencana ini gak semulus ekspektasi lo. Karena lo tau sendirilah. Susah buat move on dari yang dulu. "

"Iya gue paham Gwen."

Lalu sambungan telepon mereka pun terputus. Menyisakan Gweni yang masih mematung dengan keputusannya tadi. Bagaimana Gweni sanggup melakukannya?.

Gweni lebih milih menelpon Mira untuk sekedar meminta sarannya.

"Tumben lo nelpon malem malem, Gwen?"

"Iya, gue pengen cerita."

"Cerita apa?"

"Lo kenal Ita kan? Temen gue, yang anak IPS itu."

"Oh itu. Iyaya kenapa?"

"Dia sepupunya Diego. Dan, gue mesti apa? Dia nyuruh gue buka hati gue untuk Diego. Untuk bisa deket sama Diego. Tapi gue gak yakin bisa. Faris belum sepenuhnya hilang di hati gue. Gue masih terlalu rapuh untuk mencintai yang lain. "

"Kalo menurut gue sih, Ita bener. Lo nggak seharusnya terpuruk sama zona nyaman lo baper tentang dia. Lo juga mesti liat perjuangan Diego yang mati matian malu buat narik perhatian lo, yang cueknya kebangetan. Jangan sampe nyesal Gwen. Karena bakalan ada saat, dimana yang dulunya care berubah jadi don't care. Meski gue ada rasa gak rela sih, kalo lo sama Diego, tapi gak papa,  apapun itu, asal itu yang terbaik buat lo, gue dukung, Gwen."

"Iya lo bener Mir. Sori Mir, apa yang lo bilang dulu, sekarang kejadian. Gue juga bakalan suka sama dia kalo dia care banget sama gue. And see, gue gak bisa nepatin janji gue, Mir." kata Gweni menyesal.

"Yayaya, lo nggak sepenuhnya salah. Udah lo tidur gih, udah malem juga." kata Mira kemudian Gweni pamit dan memutus,  sambungan telepon mereka.

*

Kini Gweni berada dikamarnya seorang diri. Berpegang pada tangkai gelas kopinya. Kembali, Gweni malah memutar memorinya tentang pertemuan Gweni dengan Diego. Diputarnya lagu secara acak dari playlist nya, dan terdengarlah lagu i don't wanna live forever.

Entah apa yang ada dipikirannya saat ini. Yang diucapkan kedua sahabatnya itu benar. Dia nggak seharusnya berada di zona nyamannya baper tentang Faris. Toh, Faris pun nggak pernah perduli. Meski pun, dia juga termakan janji pada Mira kala itu. Tapi, ini juga bukan salah Gweni.

Gweni udah mau menepisnya, menepis perasaan itu. Tapi, apa boleh buat? Nggak ada yang bisa memilih perasaan itu jatuh kepada siapa. Yang jelas, itu pasti yang terbaik- meski hanya untuk saat ini.

"Mungkin, ini saatnya gue buka hati buat lo, kali ya Go. Meski gue harus sakitin Mira juga, gue yakin, dengan perkataan Mira tadi, pasti dia dukung gue. Tapi, gue gak yakin mampu..." lirih Gweni lalu menyesap kopinya dan meletakkan gelasnya di atas nakas miliknya. Dan mulai membaringkan tubuhnya ketempat tidurnya.

"I can do it! " tegas Gweni lalu memejamkan matanya.

Beautiful GoodbyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang