Gerbang terbuka lebar. Pagi yang mendung. Pohon-pohon tinggi yang berada di sekolah menghiasi langit yang gelap hari ini. Kelas XI IPA 3 dengan suasana ribut membicarakan hal yang sama dengan kelas XI lainnya. Sedangkan Devita hanya duduk di bangku Bagas yang berada di pojok kelas sambil membaca novelnya. Ia sama sekali tidak tertarik dengan pembahasan pagi ini.
"Woy awas luu! Gua mau duduk" ketus Bagas yang baru saja datang meletakkan tas merahnya di atas meja.
"Pinjem dulu gak lama, pleaseee.. Kali ini aja ngertiin gue dong" Devita berlagak seperti orang yang baru saja di tagih utang sama majikannya.
Yah baper lagi gue. Mantan pergi jauh jauh tolong.
"Ciiee.. masih pagi cuy berduaan aja di belakang. Bikin orang i--" sahut Sharleen
Belum sempat Sharleen menyambung perkataannya Bagas langsung memotong pembicaraannya "Diem lu! Dasar cewek rese!" Bagas memalingkan wajahnya yang galak itu di hadapan Sharleen.
"Masih ada juga ya cewek yang suka sama lo udah nakal, tukang onar, sok ganteng, and then RESE!" Sambung Sharleen dengan nada tingginya sambil menunjuk-nunjuk Bagas.
Bagas mengepalkan tangannya sangat kuat saat ia berbalik ke hadapan Sharleen hampir saja ia memukul cewek berambut sebahu itu, namun kepalan tangannya itu terhenti saat berada di pipi Sharleen.
"Eh untung ya lo cewek. Kalo lo tadi cowok udah habis lo hari ini"
"Kenapa? Takut? Dasarr!"
"Eh udah dong! Apaan sih kalian berdua. Masih pagi udah berantem. Mending lo keluar aja gih Bagas" sahut Devita sambil menghentakkan tangannya ke meja. Bagas pun langsung meninggalkan kelas. Suasana kelas yang seketika hening langsung kembali ramai seperti pasar.
"Dev gue ingetin ya. Lo udahan suka sama Bagas. Tampang kayak gitu gak bisa di pertahanin. Mantan ya tetap mantan" kata Sharleen melanjutkan pembicaraannya setelah Bagas pergi meninggalkan kelas.
"Udah ah, Len. Jangan bahas soal itu" raut wajah Devita mengkerut seperti kesal lagi-lagi harus membicarakan soal itu. Dia pun sama pergi meninggalkan kelas untuk sekedar menenangkan dirinya.
"Apaan sih lo, Len bikin dia bete aja. Lo taukan dia paling gak suka kalo dibilangin kayak gitu soal Bagas. Udah tau Devita tukang baper" kata Andini
Sharleen tidak menghiraukan sama sekali perkataan Andini. Sepertinya pagi ini semua orang benar-benar badmood hanya berawal dari masalah tadi. Sharleen langsung duduk di bangku sambil mengeluarkan headset dan handphonenya.
☆☆☆
Devita menduduki taman yang berada tidak jauh dari kelasnya. Ia kembali dengan suasana aman dan damai. Sekedar melihat anak-anak kelas lain ia sedikit terhibur. Pagi itu sekolah tidak mengadakan apel pagi, sebab guru-guru mempersiapkan perkemahan weekend sekolah. Saat Devita sedang memperhatikan anak-anak lain, tiba-tiba seorang laki-laki langsung duduk di samping Devita.
"Dev gue minta maaf soal kejadian di kelas tadi" Bagas memandang Devita lalu mengulurkan tangannya untuk meminta maaf
"Ya ampun Bagas. Kagetin aja, kirain lo siapa. Lo gak salah kali, gue yang salah. Kalo gue gak duduk di bangku lo mungkin kejadiannya gak akan kayak gitu" Devita menolak uluran tangan Bagas dan memukul tepukkan kecil bahunya.
"Bagus deh kalo lo gak marah. Gue balik dulu ya" kata Bagas menunjuk arah ke kelas.
"Ya udah. Bye!" Jawab Devi.
Kapan lo peka? Kapan lo kayak dulu? Orang yan dulu gue kenal yang gak bakal kecawain gue
Dia memperhatikan dengan cermat langkah-langkah Bagas dengan tersenyum kecil. Entah apa yang membuatnya selalu berpikir saat Bagas melakukan hal-hal kecil yang menurutnya sangat berharga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Endless Waiting
Teen Fiction[ENDLESS WAITING] -- [BELUM DIREVISI] Tentang sebuah penantian yang harus berujung dengan kesedihan. Siapa yang tau dengan takdir? Bahkan kita pernah membayangkan skenario Tuhan akan selalu berjalan dengan indah seperti yang kita inginkan. Tapi baga...