27. Karena Kamu Masa Laluku

31 4 1
                                    

"Lo gak seharusnya lagi hadir di hadapan gue. Tapi entah mengapa lo selalu datang di saat gue lagi butuh tempat untuk bersandar"
-Devita-

"Dev, lo ngerti gak sih apa yang lo lakuin tadi salah banget. Lo gak bisa berpikir panjang apa?" Kanya meletakkan bantal guling di atas pangkuannya. Ia sangat kesal dengan keputusan Devita.

Devita menoleh kepada Kanya, matanya kini mulai berkaca-kaca "Lo gak bisa ngerti dengan perasaan gue juga kan, Nya? Tolong jangan jadi orang egois kayak gini. Gue juga punya hati untuk bisa di mengerti. Lo gak harus mandang satu sisi doang".

Setetes air mata pun kembali lolos membasahi kedua wajahnya. Kanya hanya terdiam. Ia juga kini merasa bersalah, karena sudah menghakimi Devita saat ini.

"Devita, itu bukannya--"

Dengan segap Devita mengalihkan pandangannya. Ia kini melihat dua orang yang baru saja memasuki cafe. Terlihat seperti sepasang kekasih yang baru saja menjalani hubungan baru.

Sial!

Devita sangat kecewa kali ini. Ia tidak bisa menahan emosinya untuk tidak melakukan hal-hal aneh sekarang.

"Oo jadi gini? Seminggu lo gak ngabarin kabar ke gue jadi lo udah punya pacar baru? Iya, gitu? Bagus cara permainan lo" ketus Devita. Ia kini merasakan hawa yang sangat panas, walaupun di luar keadaan masih terlihat gerimis.

Rizky mengkerutkan kedua alisnya. Ia tidak mengerti dengan tingkah aneh Devita saat ini. Ada apa ini? "Devita, kok lo bisa disini? Bareng siapa?"

"Seperduli itu? Gak usah. Basi tau gak. Lo mikir gak sih, Riz? Gue perjuangin lo mati-matian. Dan ini balasan lo ke gue? Kita putus"  Devita berlari meninggalkan cafe dan menuju ke arah halte yang tidak jauh dari kafetaria tersebut

"Dev, gue ngerti gimana diposisi lo sekarang. Tapi, lo gak mikir panjang dengan keputusan yang lo buat kali ini. Gimana kalo lo nyesel?"

"Gak tau deh. By the way gue pulang ya, Nya"

"Lah, lo sama siapa? Biar gue aja yang anter"

"Gue sama Bagas. Tadi gue sempet nge-whatsApp dia" ucap Devita sambil mengambil tas selempangnya diatas nakas.

"Bagas???" Kanya membulatkan matanya. Seketika suaranya melengking didalam kamar.

"Kanyaaaa. Jangan teriak-teriak bisa gak sih?" Devita menutup kedua telinganya.

"Lo--"

"Inget, mantan gak seharusnya jadi musuh. Mereka udah tau banyak tentang kehidupan kita. Gue sama dia juga udah setahun barengan. Masa iya sih jadi musuh?"

"Cahh. Kalo balikkan baru tau" cengir Kanya.

"Alah. Kalo gue balikkan sama dia itu sama aja gue nonton film yang sama dan ujung-ujungnya endingnya pasti gitu juga kan. And then please jangan ungkit-ungkit masa lalu, Nya"

"Iya deh iya. Berarti--"

"Non, dibawah ada cowok yang nungguin. Katanya nyari temennya nona yang namanya Dev. Ah lupa bibi, Non" sahut Bi Inah dibalik pintu kamar Kanya.

"Nah, tuh pangeran william udah nunggu. Gue balik, ya, Nya. Bye"

"Idih gila gara-gara cinta tuh anak"

Devita tertawa geli mendengar temannya berkata seperti itu. Situasi yang sempat memburuk akan membaik ketika kita berada di sekitar orang-orang yang sangat perduli dan menyayangi kita di saat apapun itu.

☆☆☆

Hening.
Devi mau pun Bagas tidak berani membuka topik pembicaraan di jalan pulang. Devita kembali teringat kejadian yang sangat membuatnya shock. Bagas sempat ingin menanyakan apa yang sebenarnya terjadi kepada Devita. Tetapi, mulutnya bungkam ketika melihat raut wajah yang ceria itu kembali terlihat suram seperti tidak ada kehidupan yang akan ia jalani dihari selanjutnya.

Bagas jadi teringat bagaimana kejadian ketika dirinya memutuskan Devita hanya karena masalah sepele. Devita sangat terpukul dengan kejadian tersebut dan memutuskan seminggu untuk tidak masuk ke sekolah. Betapa bodohnya dirinya memutuskan seorang perempuan yang begitu memperjuangkan dirinya kan? Ya, Bagas baru menyadari semuanya. Tapi, ketika ia ingin balik semuanya sudah terlambat. Canda dan tawa yang dulu terukir tidak akan pernah ada. Kini hanya sebuah luka yang akan masih membekas disebuah hati yang membelenggu.

"Dev?" Setelah berpikir panjang ia harus memberanikan diri menanyakan mengapa Devita jadi seperti ini.

"Hmm.."

"Lo kenapa? Ceritalah, masa iya kita dari tadi cuma diem-dieman mulu"

"Lah, lo sendiri daritadi cuma diem-diem mulu"

"Salah mulu"

"Emang!"

"Mantan bisa balikkan gak sih?" tanya Bagas kini yang membuat Devita menutup mulutnya rapat-rapat. Ia sama sekali tidak ingin mengomentari apa yang baru saja di ucapkan oleh Bagas.

Bagas yang terkesan dengan seseorang yang selalu bercanda mana mungkin bisa serius dengan perkataan seperti itu? Hah, bullshit!

"Gue rindu" sahut Bagas.

"Maksud lo?" Devita kini menatap Bagas yang sedang menatap lurus ke depan.

"Yah, gitu gue rindu aja" Bagas mengedikkan bahunya tanpa berniat menatap Devita.

"Gak jelas lo!"

"Iya. Lebih gak jelas kalau gak ada lo"

Deg!
"B-aja"

"Kok B-aja sih, Dev?"

"Lo bercanda disaat yang gak tepat" Devita kembali ke posisi semula. Memalingkan wajahnya ke arah jendela dan menatap ke arah luar pemandangan Kota Jakarta.

"Siapa bilang gue bercanda?"

"Udahlah gak usah di ungkit"

"Oiya gue lupa, lo udah punya--" belum sempat Bagas menyebutkan salah seorang nama Devita langsung menyela pembicaraan itu.

"Udah putus"

Hello Readers
Sekian lama gak ketemu wkwkwk
Maaf kalau cerita saya masih sedikit garing atau apalah.
But saya usahakan buat revisi bab awal sampai akhir, kalau nantinya sudah di ending. And thanks buat kalian yg sdh mau luangkan waktu baca cerita gaje ini hehe😅😅.

See u next part💕

Endless WaitingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang