Fight

206 26 0
                                    

Angin siang ini mengisi kesenyapan di antara mereka berdua di balkon kamar masing-masing. Keduanya sibuk dengan pikiran mereka sendiri.

Julieta cemas dengan sepatunya dan berpikir bagaimana mendapatkan sepatunya kembali. Sedangkan Romero kesal dengan Dirga, sudah lama dia ingin sekali meninju wajah sengak cowok itu tapi Romero selalu menahannya, dan dia pikir inilah kesempatan menunjukkan seberapa kuat tangannya untuk membuat wajah Dirga biru dan merah alias berdarah.

"Mending aku main aja deh sama temen-temen, kayaknya jam segini PM juga udah selesai," ujar Julieta nada ceria hingga memecah keheningan sambil menatap jam tangannya.

Romero diam, memandang Julieta yang berada di radius seratus dua puluh sentimeter dari tempatnya berdiri. Romero masih melihat bias kesedihan di wajah Julieta walau cewek pengganggu itu menampakkan wajah ceria sebisa mungkin.

Julieta balik menatap Romero, segera saja Romero memalingkan wajahnya. Romero gengsi, dia tidak mau tertangkap basah sedang memandang wajah Julieta.

Julieta nyengir, tahu kalau Romero memandanginya tadi. "Gengsi nih yee. Mandangin muka aku jangan setengah-setengah dong, Romeo."

"Pe'de."

"Dih ... timpuk nih," ancam Julieta sambil menggerakkan kepalan tangannya ke samping kepala seakan hendak menimpuk sungguhan.

Romero menoleh dan melihat kepalan tangan Julieta. "Timpuk pake apa?" tanyanya karena Julieta tidak memegang benda apapun.

"Timpuk pake cinta," Julieta tersenyum dimanis-maniskan sambil jari-jari tangannya membentuk hati lalu digerakan ke depan-belakang. "ILY, Romeo!"

"Ih, najis." Romero mengernyit jijik. Dia segera berbalik dan masuk ke dalam kamar.

Julieta tertawa puas. Dia semakin gencar, "ILY... Romeo ... ILY. Muachh." Lalu disusul tawa.

***

Arina memanggil Julieta untuk makan siang dulu sebelum hang out bareng teman se-gengnya. Tepat ketika Julieta tengah duduk di meja makan sambil menyantap sayur tumis organik buatan Arina untuknya.

Suara langkah kaki menuruni tangga menggema hingga ke ruang makan, Julieta dan tante Arina langsung tahu kalau itu Romero.

"Ro! Makan gih!" suruh tante Arina bersuara satu oktaf agar Romero bisa mendengar Arina yang jaraknya terbilang cukup jauh.

"Aku buru-buru, Mah," jawab Romero menghampiri mamanya di ruang makan. Kemudian dia mencium tangan Arina.

"Kamu mau ke mana?" tanyanya saat melihat kunci mobil yang di tangan Romero. "Kayaknya buru-buru banget."

"Ada lah," Romero tak mau mamanya tahu tujuannya pergi.

"Mau nyiapin mobil terus nganterin aku, ya?" sahut Julieta riang tapi itu hanya bercanda karena dia sadar kalau Romero tak akan mau tuh ngantar Julieta, dan dia juga tahu betul kalau Romero tidak pernah peduli dengan Julieta kecuali terpaksa dan dipaksa.

"Pe'de lo," cibir Romero, berlalu dari ruang makan.

Julieta tersenyum kecil sambil menatap piring di depannya, sedangkan Arina memandang kepergian anaknya dengan gelengan kepala.

"Tante dulu ngidam apa, ya, pas hamil Romero sampai-sampai sikap dia dingin begitu?" tanya Arina terheran-heran.

Julieta tertawa mendengarnya. "Mungkin Tante dulu nggak suka sama cowok dingin, jadi malah kena ke Romero deh."

"Kayaknya bener sih, tapi Tante lupa bener gitu apa enggak," Arina tertawa.

Tiba-tiba Julieta ingin sekali mendengar cerita tentang mami-nya. Bagaimana perilakunya, apakah sama seperti Julieta. Apa yang diidamkan selama mengandung dirinya sehingga terlahir hiperaktif seperti ini. Dan dia lebih ingin tahu bagaimana orang tua mereka bertemu. Tapi, Julieta tak pernah mengajukan semua pertanyaan itu ke papi-nya karena Julieta takut papi-nya malah sedih.

Romeo-nya JulietTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang