The Girl he first like - 1 (Romero Pov)

154 17 2
                                    

Ini sapu tangan dia.

Sapu tangan berwarna biru tua dengan rajutan berinisial A di pojoknya.

"Ale," gumamku menyebutkan nama dia yang juga pemilik sapu tangan yang sedang kubentang dan dipandangi.

Suara ribut sepeda jatuh menghamtam jalan aspal memilukan telinga di siang hari yang terik.

Tepat di depan mataku cewek kecil terjatuh bersama sepeda merah muda yang dia kendarai. Aku memaku sebentar, menunggu apakah dia baik-baik saja dan pergi. Tapi aku rasa dia tidak baik-baik saja karena hanya duduk sambil memeluk lututnya, kurasa dia terluka.

Aku menoleh ke kanan-kiri, tak ada orang lain yang melihatnya terjatuh dan datang menolong. Berarti hanya aku saksi mata yang melihat dia jatuh dan terluka. Yaaa ... karena tak mau dibilang tak punya hati, aku bergerak menghampiri untuk menolongnya.

Dia cewek kecil yang berani, ya. Ada luka di lutut sebelah kiri dan di dagunya dia tidak menangis atau meraung kesakitan, hanya meringis saja sambil menggosok sekitaran luka.

Melihat aku berjongkok di sebelahnya, dia langsung menatapku dan diam. Seketika aku jadi canggung. Langsung saja aku mengambil selembar tisu dan sapu tangan warna biru tua dari saku. Aku memang selalu mengantongi tisu dan sapu tangan karena aku suka kebersihan.

Aku menutupi luka di lututnya dengan dengan tisu lalu dibalut menggunakan sapu tangan. Tersisa dagu, aku kebingungan dengan apa aku bisa menutup luka di sana. Tanganku tergerak mengangkat dagunya, mengecek seberapa parah. Seketika mataku menyipit, linu melihat lubang di dagunya. Aku tak bisa berbuat apa-apa untuk bagian itu.

"Ale!!" teriak memanggil cewek dan cowok dari kejauhan sambil berlari ke arahku dan dia. Cewek yang dipanggil Ale ini langsung menoleh. Sepertinya mereka kakak-kakaknya Ale.

Dengan gesit aku berdiri dan berlari ke dalam rumah, memandang Ale dan kakaknya dari dalam lewat jendela. Aku itu cowok introver dan jarang keluar rumah alias tidak pernah bermain di luar ataupun punya teman main, jadi aku enggan untuk bertemu siapapun lalu mengenaliku.

"Abang, aku jatuh," keluh Ale sambil mengulurkan kedua tangannya meminta dibantu untuk berdiri ke cowok yang baru sampai di sisi Ale.

"'Kan udah gue bilang kalo belajar sepeda jangan sendirian, ngeyel!" oceh abangnya sambil membantu Ale bangun. "Tuh 'kan dagunya berdarah banyak banget!" pekiknya panik menunjuk dagu Ale.

"Dih, iya, hayulu darahnya seember," kata kakaknya yang cewek menakut-nakuti.

"Ihh, jahat lu!" balasnya sengit. "Abang gendong!" rengek Ale minta digendong abangnya.

Abangnya Ale berdiri membelakangi lalu merendahkan tubuhnya untuk menggendong Ale. "Ni, bawa sepeda duluan sono," katanya kepada kakak cewek Ale.

"Iya," tanggap cewek itu, berlalu mengendarai sepeda yang jatuh tadi.

Setelah insiden itu, aku lebih sering duduk setiap Sabtu dan Minggu pagi di balkon kamar yang terhubung langsung dengan jalan dan halaman rumah. Karena tiap Sabtu dan Minggu pagi itu Ale lewat di depan rumah untuk belajar naik sepeda dengan abangnya.

Karena insiden itu juga tiap Ale lewat depan rumahku dia selalu tersenyum padaku atau melambaikan tangannya setelah aku kepergok tengah memerhatikannya.

Awalnya aku tak berani, tapi lama-kelamaan aku sudah terbiasa.

Lalu agar kebiasaanku itu tak bosan, Ale selalu berganti-ganti kegiatan, seperti lari pagi dan bermain sepatu roda. Tapi selalu bersama abangnya.

Romeo-nya JulietTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang