To One hundred and Twenty

677 65 132
                                    

"PAPI!" teriak kakaknya memanggil orang tua mereka satu-satunya ketika memasuki ruang keluarga. "LIAT NIH KELAKUAN ANAK KESAYANGAN PAPI."

Cewek di sampingnya, yang tak lain adiknya, menyindir sambil menutup kedua telinga, "Berisik."

Mendengar sindiran adiknya, dia bertambah marah, "GUE BERISIK KAYAK GINI GARA-GARA LO TAU NGGAK?!" Saking besar suaranya sampai menggema ke lantai dua bahkan membangunkan penghuni rumah itu.

Dengan polos dan tak merasa bersalah dia menjawab disertai senyuman, "Enggak."

Cewek itu mengacak-ngacak rambutnya yang berwarna pirang dengan kesal. "LO TUH YA BENER-BENER NYEBELIN. LO NGGAK ADA RASA BERSALAH SAMA SEKALI UDAH NGEREBUT IRFAN DARI GUE?"

Tentu saja. Mereka selalu seperti ini hampir setiap hari hanya karena adiknya itu selalu merebut pacar dari sang kakak dan hal sepele lainnya. Intinya sejak kecil mereka tidak pernah akur.

Dengan santai adiknya membalas, "Siapa yang ngerebut? Gue tuh cuma nolongin lo doang, kalo Irfan itu nggak baik buat lo."

"Ya, memang nggak baik buat gue, tapi baik buat lo, iya kan?!"

Adiknya mendengus lelah. "Paradina-ku sayang, 'kan udah gue bilang kalo dia itu selingkuh di belakang lo, tapi lo tetep percaya aja sih sama omongan manis tapi beracunnya itu? Hah?"

"Iya, gue memang nggak percaya sama omongan dia. Tapi gue jadi percaya setelah tau selingkuhannya itu lo!" Paradina menggebu sambil menunjuk-nunjuk wajah adiknya.

Adik Paradina hanya mengangkat kedua bahu. "Terserah lo aja lah kalo lo lebih percaya sama kata cowok lo dibanding kata adiknya sendiri. Gue ngalakuin ini demi lo, karena gue nggak mau kakak perempuan gue satu-satunya terluka gara-gara cowok yang nggak baik. Tapi inget, suatu saat lo pasti bakal terima kasih sama gue."

"Hah? Terima kasih?" ejek Paradina. "Iya, terima kasih karena lo udah ngancurin kesenangan gue!"

"Paradina! Julieta!" bentak papinya yang berjalan menuruni tangga dan berjalan mendekati mereka. "Kalian apa-apaan sih, berantem tengah malem kayak gini?! Nggak malu sama tetangga? Apa udah nggak punya malu? Hah?!"

"Apaan sih berisik banget malem-malem buta," tukas kakak sulung, Erdogan. Dia keluar kamar, melihat dua adik dan papinya berada di ruang keluarga lantai dasar. "Pasti masalah cowok lagi," tebak Erdogan, dia pun ikut nimbrung ke ruang keluarga untuk berjaga-jaga seandainya dua adiknya main jambak-jambakan, seperti biasa.

"Liat nih kelakuan anak kesayangan Papi, dia ngerebut pacar aku keenam kalinya?!" omel Paradina.

Kedua tangan Cancero, papi mereka, bertumpu di pinggang. "Emang Papi ngizinin kalian pacaran?"

"Pi, aku udah dewasa, jadi aku bisa menentukan pasangan aku kelak dari sekarang," sangkal Paradina.

"Pasangan lo kelak? Lo nggak sadar 6 dari 7 cowok yang lo pacarin kelakuannya pada nggak bener semua," tembak Julieta.

"Jangan sok tau deh lo. Dimana-mana pacarnya yang lebih tau gimana kelakuan cowoknya daripada selingkuhannya," Paradina membela.

"Lah, tau cowok lo selingkuh kenapa masih dibelain aja," balas Julieta. "Gue rasa lo bukan ngepacarin cowok-cowok lo, tapi lo ngemis cinta dari cowok-cowok lo."

Rasa kesal Paradina sudah naik ke ubun-ubun. Dia hilang kesabaran dan siap menyerang Julieta dengan kedua tangannya yang handal sudah gatal untuk segera menjambak. Mula-mula dia menjambak rambut Julieta. Dan Julieta membalasnya. Hingga terjadi ajang saling tarik menarik rambut.

Romeo-nya JulietTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang