Hatinya terenyuh. Sesak dan pedih beradu padu di dalamnya. Meski telah beribu kali napasnya dihelakan, tetap saja tak akan bisa membuatnya bernapas lega jika belum menyampaikan kebenarannya kepada cewek itu.
Sejenak dia malah menjadi takut jika cewek itu malah tidak akan memaafkan apa yang telah diperbuat walau itu merupakan bagian dalam skenarionya sekalipun.
Linangan air mata di kedua mata cewek itu masih terbayang-bayang di dalam kepalanya. Berkali-kali pula di dalam hatinya mengucapkan kata maaf, maaf, dan maaf. Sembari berharap semoga hal buruk tidak akan menimpa dirinya juga diri cewek itu setelah kejadian sore hari ini.
Langkah kakinya terhenti tepat di belakang pilar besar yang membatasi teras koridor dan taman yang rimbun akan pepohonan. Menyembunyikan dirinya di sana untuk melihat bagaimana kondisi cewek itu.
"Justice. Right?"
Dirinya melihat Jessica smirk. Terlihat sangat puas dengan apa yang menimpa Julieta. Dadanya bergemuruh, melihat bendera kemenangan yang terlihat di wajah Jessica. "Jangan senang dulu, Jessica Geani Bilka. Ini belum berakhir. Kehancuran lo akan semakin dekat."
"Come on, Girls!" Jessica mengajak teman-temannya pergi dengan dipimpin olehnya. Dadanya panas sekaligus sedih ketika Jessica yang diikuti teman-temannya dengan sengaja menyenggol bahu Julieta. Mataya kontan membelalak melihat tubuh Julieta terduduk ke lantai, kesedihannya pun semakin menjadi-jadi. Ribuan jarum seakan menerjang dadanya kala tangis Julieta pecah.
"Ini benar terjadi," desisnya seraya mengeratkan kepalanya di antara kedua tangan dan tangisnya makin menjadi. "Ini benar terjadi! Ketakutan gue jadi nyata!" Julieta berubah histeris dan dia semakin tak kuat, rasanya ingin sesegera memeluk cewek itu erat dan mengatakan maaf.
Julieta masih terisak-isak sambil mengeluarkan perkataan yang mampu membuat siapa saja yang mendengarnya ikut merasakan kesedihan mendalam yang tengah melandanya.
"Mami ... aku mau ikut mami."
"Jemput aku, Mi. Aku mau sama Mami aja."
"Aku nggak mau di sini. Aku mau ke tempat Mami aja."
Kepalan tangannya yang mengerat meninju pilar di belakangnya, melampiaskan rasa kesal atas perbuatannya sendiri sehingga membuat Julieta berubah putus asa dan terpuruk.
Julieta bergegas berdiri dalam kondisi menangis lalu berlari. Cowok itu pun ikut berlari mengejar Julieta yang hendak pergi entah mana. Dia menghentikan langkahnya ketika melihat ponsel milik Julieta tergeletak di tempat Julieta terjatuh tadi. Dia lekas mengambilnya dan kembali melihat Julieta yang sedang membuka gerbang belakang lalu beranjak keluar.
Cowok itu kembali berlari menuju gerbang belakang untuk menyusul Julieta. Sebelum itu pun dia sempat melihat sekelilingnya, memastikan tidak ada orang yang melihatnya termasuk juga Jessica.
Namun, terlambat. Setelah sepenuhnya berada di luar gerbang yang terhubung langsung dengan jalan raya, Julieta sudah tak ada di sana.
"Maafin gue, Jul. Maafin gue. Gue terpaksa nyakitin lo demi kebaikan lo juga. I'm so sorry."
***
Tubuhnya merosot hingga terduduk ke rerumputan hijau. Matanya yang masih basah menatap serentet nama, tanggal kelahiran, dan tanggal kematian di batu nisan.
"Mi, kalo di sana tenang tanpa beban masalah ajak aku ke sana, ya?" Kepalanya ditaruh ke atas kedua tangannya yang menopang sebagai bantal. "Ajak aku ke sana agar bisa tenang sama orang yang sangat aku sayangi, yaitu Mami."
KAMU SEDANG MEMBACA
Romeo-nya Juliet
Teen FictionMerupakan hal yang menjengkelkan bukan? Jika kamu diganggu oleh cewek ekstrover yang hiperaktif sekaligus suka menggoda banyak cowok dan penyandang nama playgirl, meskipun berparas sangat cantik. Jika 'ya', berarti kamu termasuk introver dan kamu se...