Chapter 4

209 19 0
                                    


"Oraboni!"

Sebuah panggilan terdengar memecah keheningan malam. Putra sulung keluarga Kim itu, Kim Soohyun menoleh begitu menyadari panggilan itu ditujukan untuknya. Kedua sudut bibirnya tertarik ke samping dengan sempurna begitu melihat orang yang barusan memanggilkan tengah berdiri tak jauh dari tempatnya berdiri.

"Aigoo! Adikku Yoojung!" sambut Soohyun ceria sambil meretangkan kedua tangannya lebar mengira sang adik satu-satunya, Kim Yoojung, akan berlari menghambur ke pelukannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aigoo! Adikku Yoojung!" sambut Soohyun ceria sambil meretangkan kedua tangannya lebar mengira sang adik satu-satunya, Kim Yoojung, akan berlari menghambur ke pelukannya.

Namun, alih-alih menyambut kedatangan sang kakak dengan sebuah pelukan hangat, Yoojung berjalan cepat ke arah Soohyun dan malah memukuli lengan pria yang lebih tua sebelas tahun darinya itu dengan cukup keras sehingga membuat Soohyun mengaduh.

"Hei! Apa begini sambutanmu padaku setelah kita tidak bertemu selama tiga tahun?" Soohyun protes sambil mengusap lengannya yang sakit akibat pukulan Yoojung. Membuatnya berpikir heran darimana kekuatan yang besar itu berasal di tubuh mungil Yoojung.

"Siapa suruh Oraboni pergi selama itu tanpa sekalipun memberi kabar? Apa Oraboni tahu betapa cemasnya kami di rumah memikirkan keadaanmu? Apa Oraboni tahu betapa aku merindukanmu?" Yoojung merajuk dengan wajah merah menahan tangis. Bibirnya cemberut lucu membuat Soohyun gemas melihatnya.

"Maafkan aku,' Soohyun meraih Yoojung mendekat ke arahnya. Tangan kanannya mengelus puncak kepala adiknya, sementara tangan kirinya ia gunakan untuk merangkul tubuh Yoojung ke dalam pelukannya. "Aku ingin sekali mengabari tentang keadaanku, tapi ada banyak hal yang terjadi sehingga aku tak punya kesempatan untuk melakukannya," tukas Soohyun merasa bersalah.

"Apakah Oraboni sesibuk itu sehingga melupakan keluargamu sendiri? Melupanku?" rajuk Yoojung sambil berusaha membebaskan diri dari pelukan hangat sang kakak, tapi lengan dan tenaga Soohyun terlalu besar untuk ia lawan. Yoojung hanya mampu pasrah ketika Soohyun makin mengeratkan pelukannya dan terus mengelus-elus kepalanya dengan lembut.

"Bukan begitu, aku tidak mungkin melupakan keluargaku sendiri, apalagi melupakan adikku ini," Soohyun melepas pelukannya dan merenggangkan jarak di antara mereka demi melihat wajah Yoojung yang sudah basah oleh air mata lalu menyubit kedua belah pipi gadis itu dengan gemas.

"Sampai kapan kalian akan melepas rindu disana?" sebuah suara menginterupsi sepasang kakak beradik itu. Wanita paruh baya yang mengenakan hanbok berwarna kalem dan terlihat anggun berdiri di selasar rumah. Memandangi dua buah hatinya yang bercengkrama dengan hangat. "Masuklah! Kalian bisa berbicara lagi di dalam," kata Nyonya Kim dengan seulas senyuman.

"Baik Bu," Soohyun dan Yoojung menyahut bersamaan. Kakak beradik itu pun melangkah masuk ke dalam rumah mereka, di mana sang ayah dan ibu sudah menunggu bersama seperangkat camilan dan teh hangat yang telah terhidang.

--

"Menikah?" ulang Kim Wonhee begitu satu kata janggal terdengar dari ucapan putra sulungnya barusan. Soohyun mengangguk membenarkan bahwa tak ada yang salah dengan apa yang ia katakan sebelumnya. Wajah Kim Wonhee berubah keruh melihat anggukan Soohyun. Keningnya berlipa seolah tengah memikirkan sesuatu.

The Moon and The SunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang