"Syah lo marah ya sama gue? "Ari mendekati Aisyah yang sedari tadi memalingkan wajah darinya.
Aisyah tak menjawab dan itu membuat Ari semakin gelisah. Dapat dilihat dari wajah cewek itu,Ari sadar dia tidak akan mudah dimaafkan.Aisyah menatap Ari, lalu cewek itu menarik nafas dalam dan tiga detik setelahnya udara itu dihembuskan.
"Lo tahu nggak gimana malunya jadi gue?. "Tanya Aisyah dengan tatapan sinis.
Ari tak menjawab. "Lo tau nggak jadi gue itu kayak gimana? ".
Ari masih memilih untuk diam dan dapat dirasakan tetesan keringat dingin mulai mengalir dari pelipisnya
"Gue cuma kayak orang bodoh. Yang terus mencintai orang yang sama sekali nggak mencintai gue. Gue cuma kayak orang gila yang menggilai dia. Gue jijik liat diri gue sendiri, tapi, tapi gue nggak bisa berhenti mencintainya. "Aisyah berkata dengan gemetar, lirih dan menusuk.
Di akhir ucapannya, cewek itu meneteskan air mata tapi dengan sigap Aisyah segera pergi dari hadapan Ari dan membanting pintu kamar sekeras-kerasnya."Kalau aja lo sadar, lo nggak sendirian ngerasain rasa sakit itu. "Ucap Ari pelan lalu terduduk lemas di atas sofa.
Sedangkan Aisyah, cewek itu sudah kehilangan tembok pertahanan, dia bersandar pada pintu kamar yang tertutup, lalu menangis sampai terisak. Tepat,tangisan itu diiringi dengan turunnya guyuran hujan deras bagai hujan yang tak memberi ampun pada semut yang berjalan di tanah.
*
Tepat pukul empat sore, pintu rumah itu terbuka, menandakan sang penghuni rumah sudah sampai. Hentakan kaki tajam itu berhasil membuat Aisyah terbangun dari tidurnya, tak menunggu lama cewek itu menghampiri Raka.
"Syah, kamu sendirian? "Tanya Raka, sepertinya dia sudah melupakan kejadian tadi.
Aisyah mengangguk, "Mata kamu kenapa? Bengkak? ".
"Nggak pa-pa, tadi nonton drama korea. "Aisyah tahu Raka akan bertanya seperti itu, mungkin untuk kali ini tak ada salahnya untuk satu kebohongan.
"Nanti mau ke pasar malem?".Tanya Raka lagi ,namun kali ini dia tersenyum, membuat Aisyah melega. Cewek itu mengangguk hebat, mengucap syukur puluhan kali akan satu keajaiban ini.
"Ari mana? "Tanya Raka melihat sekeliling rumah yang sepi bak tak tersentuh. Hening, sore telah datang mengapa dan puluhan lampu rumah itu belum menyala, membuat udara sesak semakin menggelayuti seisi rumah .
Aisyah mengangkat kedua bahunya. "Udahlah nanti kalau dia laper, juga bakal balik. "Ucap Raka berbalik menatap Aisyah.
"Ya udah aku mandi dulu ya. ".
"Oke.".Tak ada pekerjaan lain selain menunggu bagi Aisyah, gadis itu memilih duduk di sofa panjang lalu menyalakan TV setelah menekan tombol berwarna merah pada benda kotak penuh tombol di tangannya. Walaupun TV itu menyala dan kerasnya melebihi teriakan belasan orang, tapi tetap saja, tak sedikitpun pikirannya mengarah pada benda menyala itu, otak Aisyah masih dipenuhi kegelisahannya tentang Raka.
*
Raka meletakkan jaketnya pada sembarang tempat, cowok itu dengan cekatan menekan nomor telfon milik seseorang.
"Dimana? ".
"Gue kesana. "ucap Raka setelah sahutan dari seberang sana.
Setelah seseorang di seberang telfon mematikan ponselnya, Raka segera mengambil sebuah kaos abu-abu dari lemari pakaian lalu mengganti kemeja sekolahnya dengan kaos itu. Tak lupa sebelah tangannya dengan segera mengambil jaket kulit hitam yang sedari tadi telah tergantung di belakang pintu.Cowok itu mendorong pelan pintu kamarnya, membuatnya terbuka beberapa senti menampilkan seorang cewek yang tertidur lemas di atas sofa.
Tanpa menunggu aba-aba, Raka segera mengambil selimut dari kamarnya dan menutupi tubuh Aisyah dengan benda tebal itu.
"Gue sayang sama lo. "Ucap Raka pelan lalu mengelus kepala Aisyah beberapa detik sebelum akhirnya dia pergi berlalu.Suara mobil Raka telah terdengar, lalu perlahan-lahan menghilang menyisakan tangis pada pelupuk mata Aisyah. "Sayang sebagai sahabat. "Ucap Aisyah pelan dan lirih mengiris hati.
*
Mobil Raka berhenti di depan sebuah gedung menjulang. Cowok itu segera keluar dari mobil, lalu melangkah cepat masuk ke dalam bangunan itu. Dengan setengah berlari, Raka menaiki tangga tinggi itu sampai di rooftop dan sepasang matanya menatap sekeliling, berusaha memastikan seseorang yang ingin ditemunya masih bernyawa.
Awan kelabu masih Setia menjadi atap ibukota, juga udara-udara dingin yang tak jera berkeliaran mencari mangsa. Raka terus berlari, mencari satu sosok yang tak pernah seberharga ini sebelumnya. Cowok itu sampai di ujung kanan rooftop, Raka berhenti melangkah, mencoba membenarkan aturan nafasnya yang terngah-engah.
Beberapa detik kemudian Raka melangkah ke depan, menghampiri sebuah objek kelam, dia bernafas lega manusia itu masih hidup tapi disisi lain dia menyesal melihat satu cowok itu masih berdiri tegap.
"Untung aja lo nggak terjun kebawah. "Ucap Raka berdiri di samping tubuh tegap itu. "Hampir aja gue berfikiran kayak gitu. "Ucapnya sambil terkekeh. "Sampai kapan lo diem? "Tanya Raka tanpa melirik ke satu cowok itu sedikitpun. "Sampai dia melupakan lo."Balasnya sambil tersenyum miring, beberapa detik memang dia menatap ke arah Raka tapi beberapa detik berikutnya dia lebih memilih menatap hamparan bangunan di hadapannya. "Lo nggak seharusnya diam lebih lama. "Raka masih berusaha membalas. "Dan menunggu lo untuk lupa sama dia. "Raka tersentak, "Maksut lo?. ".
"Lo suka sama dia, lo nggak tulus suka sahabatnya. "Ucap cowok itu dengan nada yang sedikit dinaikkan. Raka menatap sepasang mata hitam itu. Setelah Raka menunduk dan menarik nafas kasar, dia mengangguk tanda mengiyakan. Mungkin saat ini Raka tak harus menyembunyikan perasaanya lagi. "Gue kasih kesempatan buat lo, buat jatuh Cinta sama dia. Dan kalau lo bener Cinta sama dia, lo harus berusaha buat dia bahagia.Karena Cinta adalah perbuatan."Ucap Raka akhirnya.
Ari tertawa keras, "Gila lo!"Teriaknya.
"Lo bilang gitu ke gue, sedangkan lo yang jatuh Cinta sama dia, kenapa lo nggak berusaha buat dia bahagia, lo malah buat dia nangis teisak sampai hancur berkeping-keping!. "Ucap Ari dengan nada tinggi, lalu sebuah bogeman mendarat tepat di pipi kanan Raka, membuat cowok itu tersungkur hebat di tanah.Raka meringis kesakitan, cowok itu berdiri dari duduknya dengan sudut bibir yang telah dialiri darah segar. "Gue Cinta sama Aisyah!. Tapi gue relain dia demi lo! Seorang Ari yang waktu itu sangat mengagumi Aisyah!."Ucap Raka keras dengan wajah penuh emosi.
"Menurut lo Cinta itu mudah banget ya tinggal di relain. "Ari mendekatkan tubuhnya pada Raka, "Pengecut lo. "Ari segera berlalu setelah telunjuknya berhasil mendorong dahi Ari dengan kuatnya.Raka segera terjatuh ke tanah, cowok itu seketika sadar tentang apa yang telah dia lalukan, merasakan dirinya bak pengecut tak punya hati. Raka berteriak sekencang mungkin, dirinya menyesal telah berfikir bodoh, dia sangat menyesal. Raka menangis di bawah langit kelabu yang entah mengapa tak mengguyurkan hujan atas kesedihannya.
Cowok itu masih terduduk lemas pada lantai beton rooftop itu, sambil terus melayangkan pukulan pada kepalanya.Ari. Aisyah. Raka. Kikan.
Saat sebuah hati lega akan sebuah pembalasan rasa Cinta, tapi disisi lain dia tak ingin membuat hati lain terluka.#vote
#vote
#votefornext
#votefornext
#followme
#next?
