Sahabat

2.3K 105 3
                                    

Setelah cekcok antar sepupu selesai ,Aisyah dapat sedikit bernafas lega. Saat ini cewek itu sedang duduk manis di depan TV,  menyaksikan para orang kerdil beradu akting.
Tak disangka datang Raka dengan rambut basahnya dan wangi shampo yang khas. Tak dapat dipungkiri ,lagi-lagi jantung Aisyah berdetak tak karuan.
Dengan satu kali tarikan nafas, Raka langsung berucap di depan Aisyah, tak menyadari bahwa cewek itu sedang mati-matian mempertahankan jantungnya agar tak lepas dari tempat.
"Syah, lo bakal jadi sahabat gue selamanya kan? "Tanya Raka membuat Aisyah sangat-sangat tersentak.
Aisyah diam sejenak, mencoba mengulangi kata-kata Raka dalam hati, berharap dia sedang salah dengar atau mungkin itu hanya ilusi. Tapi sayang,Aisyah tahu semua itu nyata, tak ingin orang dihadapannya menunggu, cewek itu menjawab.
"Iya kok, iya gue bakal jadi sahabat paling Setia buat lo, selamanya. "Ucap Aisyah sambil menahan gemetar juga air mata yang tertahan di kelopak mata.
"Kalau gue nikah, pilihin pasangan terbaik buat gue  menurut lo."Raka tersenyum manis.
"Siap. "Balas Aisyah masih berusaha tegar dan dadanya mulai sesak ,Aisyah melemas dan kali ini rasanya benar-benar sakit.
"Ya udah,gue ngeringin rambut dulu ya."Ucap Raka berlalu dengan helaan nafas halus di akhirnya.
Aisyah tersenyum ke arah Raka sebelum cowok itu benar-benar menghilang masuk ke dalam kamarnya, punggung tegap Raka masih Setia di tatap sepasang mata Aisyah yang telah berkaca-kaca. Tangannya gemetar hebat, rasanya seolah petir datang dan menghancurkan segala harapan.
'Perkataan lo itu, buat gue nggak punya kesempatan untuk menjadi lebih dari sahabat buat lo Ka. Apa lo bener-bener nggak punya rasa ke gue?, gue bener-bener sakit Ka dan gue tahu ini salah gue karena gue yang memulai untuk mencintai lo. Apa akibatnya sekejam ini? Apa Cinta gue ini nggak bakal terbalaskan? 'Batin Aisyah dengan air mata yang mulai menetes. Rasanya Aisyah ingin berteriak, menjerit, sakit rasanya, hatinya sudah penuh dengan luka ,luka-luka itu belum mengering tapi terus bertambah.

"Gue tahu lo suka sama Raka. "Ucap Ari membangunkan Aisyah dari lamunannya.
Aisyah yang sedari tadi menatap kosong ke depan, kini berbalik menatap Ari yang berdiri tak jauh darinya, dengan kedua tangan yang dimasukkan ke kantong celana pendeknya dan atasan singlet hitam yang memperlihatkan otot lengannya.
"Apaan sih ,sok tahu banget lu. "Ucap Aisyah dan secepat mungkin menghampus sisa air matanya.
"Kali ini gue serius Syah. Sampai kapan lo ssembunyiin ini semua?"Ucap Ari dengan logat sangat serius.
"Gue juga pernah ngerasain kok, orang yang gue sayang  ,Cinta sama orang lain. Dan lo tau apa yang buat gue terima itu semua ?"Kali ini Ari benar-benat serius.
"Apa? "
"Cinta itu butuh pengorbanan, bukan pengorbanan untuk mendapatkannya ,tapi pengorbanan untuk melihatnya bahagia dengan orang lain. "Ucap Ari diakhiri dengan helaan nafas.
"Kalau kita Cinta sama dia, kita bakal lakuin apa aja buat dia, asalkan dianya bahagia, walaupun itu sakit tapi kembali lagi, Cinta itu butuh pengorbanan. "Lanjut Ari membuat Aisyah kembali meneteskan air mata.
"Tangisi lah tapi jangan pernah menangis di depan orang yang lo sayang. "Ucap Ari menghapus air mata di pipi Aisyah dengan perlahan.
"Gue nggak nyangka seorang Ari bisa serius juga. "Ucap Aisyah membuat seulas senyuman tampan di wajah Ari.

Pagi berembun tak menyurutkan ketiga anak manusia itu untuk berembut kamar mandi. Jam telah menunjukkan pukul 05.02 dan jeritan Raka masih terdengar sejak sepuluh menit yang lalu. Setelah sholat subuh tadi, Ari mendahului Raka untuk pergi ke kamar mandi.
"Ari cepetan kali Ri, udah sampai ujung nih. "Sewot Raka di depan kamar mandi dengan tangannya yang tak berhenti mengetuk-etuk pintu kamar mandi.
"Tungguin bentar, baru juga sepuluh menit. "Sahut Ari dari dalam kamar mandi.
Melihat kejadian di hadapannya itu, Aisyah menggeleng.
Cewek itu memilih diam sambil mengingat kejahilan Ari yang membuatnya terkekeh.
Masih dengan sarung yang melekat di pinggangnya, Raka berjalan perlahan menuju kamar mandi sambil mengelus-elus perutnya. "Gue mau setor dulu deh. "Ucap Raka setelah sholat subuh.
Dua langkah lagi Raka sampai di kamar mandi tapi sayang dengan sifat jahilnya ,Ari segera menyerobot masuk ke kamar mandi tanpa mempedulikan Raka yang sudah memasang wajah kesal.
"Ari. "Teriak Raka memenuhi seisi rumah.

"Syah, nanti gue mau ngomong sesuatu sama lo. "Ucap Raka membuat jantung Aisyah berdetak berkali-kali lipat dari biasanya.
"Oke. "
"Tapi kali ini gue nggak bisa anterin lo ke kelas. Maaf ya. Gue duluan dah. "Ucap Raka tak lupa mengelus lembut rambut Aisyah sebelum pergi menjauh.
"Biar gue anterin aja Syah. "Ucap Ari membuat Aisyah mengangguk bersedia.

Nuran Harir namanya, cowok dengan tubuh atletis ini adalah kapten basket di sekolahnya di Bandung. Sejak kemarin Ari memutuskan untuk pindah ke rumah Raka, karena orang tuanya ada urusan kerja di luar negeri, walaupun orang tua Raka juga tak dirumah atau lebih tepatnya ada pekerjaan di luar kota, tapi Ari mungkin lebih aman jika bersama Raka. Itulah yang diketahui Aisyah soal Ari.

Mereka berdua perjalanan beriringan, membelah keramian di koridor sekolah menjadi keheningan. Semua pasang mata seketika tertuju pada Ari dan Aisyah. Tak menggubris semua tatapan, mereka berdua masih bersahutan membahas topik tadi pagi.
Malam kelabu seketika berbalik menjadi senyuman Indah Aisyah di pagi hari. Cewek itu kembali mendapatkan senyumannya saat mendengar lelucon-lelucon konyol milik Ari.
Sampai di depan kelas dengan pintu yang terbuka lebar, Aisyah dan Ari berhenti.
"Ini kelas lo? "Tanya Ari dibalas anggukan Aisyah.
"Ya udah gue ke kelas baru gue dulu ya. "Ucap Ari berlalu sambil memasang headshet di kedua telinganya.
Aisyah masih berdiri di depan kelas sambil menatap punggung Ari yang semakin lama semakin mengecil dan menjauh.
Tak lama kemudian, Aisyah melangkah masuk ke dalam kelas yang semula gaduh menjadi sunyi bak tak ada kehidupan. Aisyah berbalik menatap seisi kelas seketika tersentak melihat semua anak disana menatapnya bingung.
"Siapa Syah? "Tanya Retno .
"Ganteng juga tuh. "Kali ini Shasya menyahut.
"Gantinya Raka ya. "Ucap Dodo mendapat tatapan tajam dari Aisyah.
"Itu tadi saudaranya Raka. Karena Raka nggak bisa ngaterin gue kesini jadi dia yang nganterin gue. "Jelas Aisyah sambil berjalan menuju tempat duduknya.

Jam masuk sekolah masih beberapa menit lagi dan itu digunakan Raka untuk bertemu dengan Kikan di Taman.

Jika berani mencintai harus berani sakit hati.

D I A MTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang