Matahari telah hilang ditelan gumpalan awan abu-abu, angin mulai berhembus lebih kencang dengan dinginnya yang menusuk tulang. Suara daun-daun kering yang tersapu angin dan debitan air hujan yang mengguyur bumi memecah keheningan siang ini. Petir-petir pun menyambar tak karuan bak meluapkan amarah yang tak tertahankan.
Semua anak berseragam abu-abu itu masih menunggu, dengan otak yang telah dijejali puluhan rumus dan perut yang mulai menggerutu. Masih mendengar guru menjelaskan pelajaran di depan kelas, namun hal itu tak menutup kemungkinan bagi para murid untuk tidur di dalam kelas, ada pula yang menggambar bentuk-bentuk abstrak tak berarti dan ocehan tak penting dari mulut - mulut tipis kaum hawa.
Di salah satu ruang kelas sepuluh, tepatnya di sudut ruangan, seorang anak perempuan dengan rambut terurai panjang dan hitam legam menarik perhatian, pasalnya saat ini dia sedang menanti kepastian demi perutnya yang benar-benar melilit.
"4...3...2...1...." Ucapnya pelan mengikuti detikan jarum jam tangannya.
'Tet... Tet... Tet... ' Bunyi bel istirahat kedua.
Gadis bernama Aisyah itupun tersenyum lebar, terlepas dari jam tangan yang sedari tadi ditatapnya, Aisyah segera menarik cewek berkacamata di sampingnya.Kikan tak memberontak, dengan kata lain dia memang sudah mengerti dengan sifat satu sahabatnya ini. Aisyah tak akan pernah bertahan dalam keadaan perut kosong, dengan berbagai cara gadis itu tidak akan membiarkan dirinya kelaparan.
Aisyah dan Kikan berjalan beriringan tanpa ada topik obrolan, mereka saling menikmati suasana siang menenangkan ini. Koridor telah dipenuhi para anak manusia yang telah didominasi kaum hawa,taman sudah penuh dengan genangan air hujan dan rerumputan bergoyang dihempas angin bak menari dibawah gumpalan awan kelabu.
Ocehan dari puluhan mulut di kantin seketika membuat sepasang telinga Aisyah memekak. Menyadari perutnya tak dapat bertahan lebih lama,gadis itu segera menuju ke sebuah gerobak bakso,tanpa menghiraukan gaduhnya kantin. Aisyah mendekati gerobak bakso milik mang ujang, laki-laki berumur dua puluhan berkulit sawo matang itu.
"Hujan-hujan gini, enak nih kalau ngemil bakso. "Ucap Aisyah menatap Kikan yang setia berjalan di sampingnya.
"Ngemil aja bakso, apalagi makan. "Ucap Kikan dibalas senyuman manis Aisyah.Hanya beberapa menit menunggu, dua mangkuk bakso telah tersedia di atas meja Aisyah dan Kikan. Mereka berdua lebih memilih duduk di pojok kantin, mencari sebuah kenyamanan yang mustahil didapatkan saat suasana ramai begini.
Suapan kedua sudah mendarat Indah di mulut Aisyah, tapi sayang kedamaiannya menyatap hidangan telah berubah menjadi deguban jantung yang tak karuan. Aisyah mencoba mengunyah habis bakso yang tersisa dimulutnya sebelum jantungnya benar-benar lepas dari tempat. Seorang cowok berperawakan tinggi, kulit putih dan hidung mancung yang menambah kesempurnaannya itu duduk dihadapan Aisyah, apalagi saat ini Raka tersenyum, senyuman yang membuat Aisyah melayang-layang tak karuan.
"Hay Syah, makan yang banyak ya biar cepet gede. "Ucap Raka tersenyum tampan.
"Emang gue masih bocah apa. "Ucap Aisyah setelah berhasil menelan sisa baksonya.
"Oh sahabat kecilku ini udah gede ya. "Goda Raka membuat sepasang pipi Aisyah memerah.
"Aku mau pesen dulu ya,jangan kangen. "Ucap Raka menjauh perlahan dari meja Aisyah. "Apaan sih Ka. "Ucap Aisyah tersipu malu.
"Jangan mau sama dia neng Aisyah, mending sama abang Ule. "Sahut seorang cowok berambut ikal yang merupakan teman yang selalu melekat dengan Raka. "Apaan sih, kurang kerjaan banget lu. "Bantah Kikan dengan wajah kesalnya. "Jangan cemburu ning Kikan, gantian ya kali ini buat ning Aisyah dulu, besok buat ning Kikan deh. "Balas Ule membuat seisi kantin tertawa terpingkal-pingkal .
"Gue nggak usah juga nggak pa-pa kok Le. "Aisyah memasang wajah eneg.
"Ih, jijik gue. "Ucap Kikan sambil bergidik ngeri.
"Ati-ati Kan nanti kebawa mimpi lho. "Kali ini Raka ikut menyahut membuat tatapan tajam Kikan tertuju padanya.Tak ada balasan lagi, Raka dan Ule sudah menjauh pergi ke kedai siomay. Sedangkan Kikan masih dengan wajah kesalnya dan Aisyah hanya tertawa pelan merasakan perutnya mulai sakit akibat lelucon ini.
"Sabar gusti, sabar. "Ucap Kikan membuat Aisyah semakin terpingkal.
"Gimana masih suka dalam diam? "Tanya Kikan membuat Aisyah berbalik menatapnya.
"Masih dengan rasa yang sama. "Jawab Aisyah diringi dengan helaan nafas kasar.Aisyah mengangkat kedua bahunya, dia memang tidak tahu bagaimana perasaan Raka kepadanya. Mungkin saat ini lebih tepat untuk bersikap biasa saja tak berharap dan diam. Sakit rasanya, terus terperangkap dalam janji dan masa lalu.
"Sabar Ai. "Ucap Ratna tersenyum membuat seulas senyum di wajah Aisyah mengembang.Tak lama kemudian, Raka datang sambil membawa dua gelas es teh ditangannya, membuat Aisyah dan Kikan saling bertatapan bingung.
"Itu buat gue kan? "Tanya Kikan sambil berdiri dengan tangan yang sudah siap menerima.
"Enak aja beli sendiri sono. "Jawab Raka meletakkan segelas es teh di depan Aisyah.
"Makasih. "Ucap Aisyah. "Aisyah aja diambilin, gue kok enggak. "Kikan memasang wajah kesal dengan ala - ala wajah memelas andalannya. "Aisyan kan sahabat gue, lo siapa. "Ucap Raka membuat Kikan tak berhenti mengoceh pelan. "Raka yang kamu lakukan ke saya itu jahat. "Ucap Kikan menirukan gaya Cinta di AADC 2.
"Kalau yang bilang Dian Sastro sih gue gak masalah, Kan. Kalau yang bilang lo sih, bisa muntah gue sekarang. "Ucap Raka membuat Kikan memajukan mulutnya.
"Kalau aku nggak jahat kok ning. "Ucap Ule yang baru datang dengan dua gelas es jeruk.
"Sekali-kali yang ganteng kek, lo mulu, butek gue. "Kikan menghela nafas pelan. "Bersyukur deh aku punya temen-temen kayak kalian, jadi masa sma yang nggak akan terlupakan. "Ucap Aisyah membuat Raka tersenyum sambil mengacak-acak rambutnya halus ,seketika sekujur Aisyah memanas dan jantungnya lagi-lagi menggila.Jam terakhir di kelas dua belas tak sehening kelas lainnya, apalagi dengan adanya pembagian hasil try out pertama. Semua anak gaduh tak karuan membicarakan hasil yang mereka terima, ada yang mengeluh, ada yang berteriak senang, ada juga yang hanya tersenyum berucap syukur termasuk Aisyah. Cewek itu menatap hasil try out nya, tidak tinggi tapi juga tidak rendah, cukup untuk ukuran kepintarannya.
Ditengah hiruk pikuk kelas, ada saja yang mengundang perhatian, siapa lagi kalau bukan Juple, cowok keriting dengan kacamata hitam yang Setia bertengger di hidungnya selama dua tahun itu sedang dikerumuni banyak anak. Nama aslinya Ridwan Alifiansyah, entah darimana julukan Juple diberikan padanya dan fakta lainnya tak banyak yang tahu nama asli cowok bertubuh krempeng itu.
"Weh, Juple dapat nilai tertinggi. "Ucap sang ketua kelas dari tempat duduk Juple. "Pakai jampi-jampi apa lo Plek? "Ucap David selaku pem bully handal apalagi soal Juple.
"Plek traktiran dong Plek. "Ucap Aisyah merayu manja cowok bergigi rapi itu.
Seketika seisi kelas berteriak setuju kecuali Juple yang saat ini lemas tak berdaya. "Terserah pujaan hatiku lah. "Ucap Juple membuat perut Aisyah bergejolak.Bak iring-iringan khitanan, kelas XII MIPA 5 menuju ke kantin, dengan Anton sebagai pemimpin di tengah paling depan dengan para cowok yang terus menyorakinya tak karuan membuat penghuni sekolah lainnya segera memusatkan mereka menjadi perhatian. Aisyah berfikir sejenak, apa yang akan dilakukan Juple setelah ini. Dapat dipastikan kantong cowok bertubuh pendek itu akan habis tak tersisa. Dengan wajah tanpa beban, Aisyah tak berfikir banyak setelah secercah kata-kata muncul diotaknya, 'Rezeki tak boleh ditolak. '.
Juple adalah salah satu dari satu pemuja Aisyah, cowok berbaju kedodoran itu sering menyembur Aisyah dengan gombalan recehnya, berulang kali pula Aisyah harus menahan mual karena ingin muntah, melihat wajah Juple saja Aisyah sudah ingin muntah tak karuan apalagi mendapat semburan puisi-puisi jadul dari mulut bergigi kuning milik Juple. Untuk hari ini Aisyah harus rela memberikan senyumannya kepada Juple karena Aisyah lah penyebab terkurasnya rupiah di dompet cowok itu.
Kantin yang semula sepi seketika penuh oleh puluhan anak berseragam abu-abu. "Bakso tiga puluh enam mangkuk mang. "Teriak Juple dengan semangatnya yang dibalas kedua jempol tangan mang Ujang.
Tak usah berfikir serius soal dompet Anton, dia anak juragan cabai, jadi tak usah khawatir kekurangan lembaran uang merah, hahaha.
Beginilah anak SMA, apalagi anak kelas dua belas tak ada sehari yang tak berharga untuk bersenang - senang .Tawa ini yang alan mereka rindukan, disaat tumpukan tugas kuliah menanti, kebersamaan ini yang tak terganti setelah berubah menjadi anak kuliahan dengan seribu fikiran tentang masa depan dan kehangatan yang akan teringat kembali saat hari tua menyambut.
My first story
Like + Comment