enam

1.9K 113 3
                                    

Tak ramai, hanya beberapa anak saja saat ini. Sepuluh menit waktu yang tersisa ,dua anak perempuan yang sedari tadi duduk di sebuah bangku Taman mulai beranjak dari sana, dengan tumpukan buku - buku tebal di tangan mereka.

Kikan gelisah, fikirannya terbang entah kemana, hatinya tak berhenti mencerca dirinya sendiri, apakah Kikan memang disebut sebagai pengkhianat untuk Aisyah?, pasalnya saat ini dia sedang duduk berdua dengan dia.

Cewek itu sesekali menggigit bibir bawahnya sambil terus memainkan jari-jarinya yang berkeringat dingin, kikan yang digelayuti rasa bersalah.

Raka sesekali memandangi wajah Kikan,wajah gelisah, cowok itu terus berkutat dalam diam, mencoba berfikir apa yang harus diucapkan pada cewek di sampingnya itu.
Tepat sebuah kalimat muncul di benaknya dan Raka memutuskan untuk mengutarakannya.

"Kan, kalau gue suka sama lo gimana? "Tanya Raka membuat Kikan benar-benar terbelalak.
Kikan yang semula menunduk, kini memperbesar matanya menatap Raka. Cewek itu menelan salivanya sulit, ditambah lagi jantungnya sedang berdetak liar.
"Maksut lo? "Tanya Kikan mencoba mencari arti sebenarnya.
"Ya, kalau gue suka sama lo?  Gimana? "Tanya Raka sekali lagi.
Kikan masih diam, fikirannya berlarian menuju Aisyah, seribu kata maaf terus melayang-layang dalam hati Kikan, yang pastinya ditujukan pada Aisyah.

Kikan tak ingin benar-benar disebut sebagai penusuk dari belakang, satu pertanyaan melayang keluar dari mulut Kikan.
"Dan kalau ada yang suka sama lo gimana? "Tanya Kikan membuat Raka mengerutkan dahinya.
"Siapa? "
"Kalau ada temen deket lo dan dari dia suka sama lo, kecuali gue. "Jelas Kikan membuat Raka berfikir.
Dan saat itu juga Raka tak bisa menjawab, rasanya lidahnya kelu untuk menjawab pertanyaan Kikan itu, fikirannya malah mencari-cari siapa orang yang dimaksud Kikan, jika kata kalau dihilangkan.

Bel masuk berbunyi, membuat Kikan menghembuskan nafas lega. Cewek itu bangun dari duduknya.
"Ya udah Rak, gue ke kelas dulu ya. "Ucap Kikan sambil merapikan rambutnya.
"Gue anterin ya. "Raka ikut beranjak dari duduknya.
"Nggak usah Rak, gue bisa ke kelas sendiri kok. Nanti lo telat lagi masuk kelas. "Kikan kembali gelisah.
"Kalau lo nggak mau gue anterin, nanti malem lo harus temenin gue jalan-jalan. "
Kikan menimbang - menimbang, " Ya udah deh, gue pilih opsi pertama. ".

Raka dan Kikan kembali berjalan beriringan, mengulangi siang kemarin untuk mereka berdua.
Kikan tersenyum samar, merasakan hatinya sudah dilema.
Raka seorang cowok tampan dan baik yang tak semua cewek bisa menolaknya, mungkin saja termasuk Kikan.
Tapi jika Kikan saat ini benar-benar memiliki rasa kepada Raka, apa itu sebuah kesalahan besar?.

Sampai di depan kelas bertuliskan XII. MIPA 5, mereka berdua berhenti berjalan, Kikan serasa tak rela untuk masuk ke dalam, meninggalkan seseorang dihadapannya. Untuk kali ini Kikan benar-benar ingin mengaku jika jantungnya berdetak hebat saat menatap sepasang mata Raka.
"Ya udah belajar yang rajin ya. "Ucap Raka mengacak-ngacak rambut Kikan, membuat tubuh cewek itu menanas, sekaligus membuat sebuah hati hancur.

Raka telah berlalu dan pergi, Kikan melangkah perlahan masuk ke dalam kelas sebelum bu. Jai yang saat ini masih berjarak beberapa meter dari ke kelasnya tiba disini.
"Kan, lo kok nikung sih. "Teriak David cukup keras membuat Kikan memasang wajah kesal.
Kikan tak menjawab, dia sadar bahwa itu memang benar atau mungkin dia memang setuju dengan kata-kata penikung.
"Jangan gitu Kikan sama Aisyah kan sahabat, nggak mungkin nikung. "Gladis menyahut dan itu semakin membuat Kikan semakin terpojokkan.

Kikan diam sesaat dan duduk di tempatnya, disamping Aisyah.
"Syah, lo nggak marah sama gue kan?"Ucap Kikan hati-hati.
Aisyah tersenyum miring sambil menghapus air mata di sudut matanya ,"Nggap pa-pa kok, gue tahu lo nggak sejahat itu. ". Sejarik kalimat itu membuat Aisyah mengumandangkan harapan dalam hati, jika apa yang dikatakannya akan benar-benar terjadi.

Ucapan Aisyah itu seketika membuat jantung Kikan berhenti sejenak, hatinya seketika sakit mendengar itu bak tergores oleh ribuan pisau tajam.Kikan merasa paling jahat saat ini, dia telah mencintai Raka.

Dengan spidol bertinta hitam, wanita paruh baya itu menulis rumus-rumus fisika, ada yang benar-benar mendengarkan, ada juga yang hanya menguap ,beberapa anak menatap ke arah papan tulis, bukan untuk mengerti arti semua rumus itu, tapi menurut mereka yang peting sudah menatap putihnya papan tulis.

Bel pulang sekolah berbunyi, semua wajah lelah seketika berganti menjadi wajah sumringah ,penuh harapan, disela-sela persiapan pulang beberapa anak membicarakan rencana setelah pulang sekolah, ada yang ingin berenang atau lebih memilih tidur siang saja di rumah sambil mengisi perut dengan cemilan-cemilan manis pasalnya bisa dipastikan besok tak ada pekerjaan rumah yang menanti.

Dan seperti biasa seseorang itu akan ada di depan pintu sana beberapa menit lagi.

"Langsung pulang? "Itulah yang ditanyakan Raka sesampainya Kikan dan Aisyah di hadapannya.
"Oke. ".
"Kan, ikut pulang bareng aja. "Ajak Raka membuat senyum di wajah Aisyah seketika meredup.
Kikan diam, logikanya bilang ini semua tak akan menyakiti siapapun, tapi hatinya bilang ada sebuah hati yang sedang tersakiti.
"Itu lagi, lagi ada, ada acara sama temen. "Balas Kikan yang sudah dapat dipastikan  itu adalah sebuah alasan.
'Terima kasih' Batin Aisyah tersenyum.

Ari tesernyum miring melihat semua kejadian itu, sayangnya perasaanya sudah terlihat jauh beberapa tahun yang lalu, jadi tak semudah itu untuk lari dalam kisah Cinta ini.

Cowok itu berjalan gagah sambil memegang tas ranselnya yang tak dilekatkan pada punggungnya dengan sempurna dan tangan kiri yang dimasukkan ke dalam saku celana panjangnya membuat aura tampan nan keren Ari membludak membuat para kaum hawa disana menatapnya takjub begitu juga Aisyah.

#vote
#comment
#followme
#next?  (Vote)
#orstop?

D I A MTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang