Harus bercakap apa, ketika kalimat-kalimatku hanya terkunci di dalam kepala. Percuma saja pikiranku berdiskusi bersama hati, sebab kenyataannya diri memang selalu enggan untuk berani.
Gadis bodoh sepertiku masih menikmati sesaknya menaruh rasa pada tempat yang tidak semestinya ada. Sebab, Hati memang senang menyakiti diri sendiri, dengan merindukanmu hingga sebegitu senyap.
Untukmu, yang tidak pernah mampu terjamah oleh jemari hati. Yang selalu menerbangkan aku dengan harap dan angan. Candamu bisa saja kau lupakan, tapi lain untuk hati yang keras kepala ini.
Pandangmu menjatuhkanku lagi, pada kecewa yang tak berkesudahan. Bahagiamu adalah duka paling nyata yang ku dapat dari kekal ketentuan takdir-Nya.
Permainanmu sungguh melelahkan, sekaligus yang paling aku nantikan. Ketika kenyataan menghukumku dengan rasa bahagia, yang tak boleh nampak dalam pandangan mata.
Usaikan ini segera, sayang. Lekaskan hati yang memang butuh untuk di sembuhkan. Jangan terus menambah kadar harapku, apalagi memperpanjang musim hujan di mataku.
Sebab untuk bersamamu sebagai sesuatu yang utuh; adalah hal yang mustahil untuk ku jadikan sebuah keajaiban.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pluviophile
PoesíaBukan sajak, apalagi puisi. Ini hanya hasil dari pemikiran seorang perempuan bodoh.