Regrets

1.9K 171 16
                                    

Chapter 4

Kecilakaan yang menimpanya tak lepas selalu menjadi pemikiran disetiap waktunya. Mengingatkannya pada setiap penderitaan yang selalu dialami oleh Hinata selama ini. Semenjak kecilkaan itu ia menjadi sosok lain, selama sebulan ia memutuskan untuk tidak memasuki sekolah. Tubuhnya rapuh dan ia ingin sendiri untuk merenungi setiap kejadian demi kejadian yang selama ini ia lewatkan.

Setelah percekcokan kedua orang tua Hinata, ia memilih untuk menyewa apartement ketimbang untuk pulang kerumah dan harus bersitatap dengan ibu tiri dan saudari tirinya. Mana sudi Hinata harus menggantungkan dirinya pada orang asing seperti ibu barunya itu. Meski Hiashi selalu mengomel dengan memaksa Hinata untuk dirawat dirumah tetapi dengan tegas Hinata menolaknya. Ibu Hinatapun turut andil menyetujui kemaunan anaknya karena ia akan tinggal bersama diapartement untuk mengurus Hinata sementara. Selama seminggu itu juga, selebihya karena pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan ibu Hinata harus kembali ke New Zeland, dan terpaksa menyerahkan Hinata kepada suster yang disewanya.

Karin, Ino, Shion dan Tenten keempat siswi itu tak pernah absen untuk selalu berkunjung ke apartement baru Hinata. Mereka kadang membolos dan berdiam diri dari pagi yang seharusnya mereka habiskan menimba ilmu di sesekolah tetapi mereka lebih mengahabiskan waktunya di apartement Hinata sampai paginya kembali. Namun selama mereka berkunjung ke apartementnya Hinata selalu berdiam diri meski keempat sahabatnya selalu mengajaknya untuk sekedar bercanda.

Saat malam hari Hinata selalu tiba-tiba menangis, bahkan kedua matanya seperti mata panda seperti orang yang tak pernah menjamah bantal. Suster yang menjaganya sedikit khawatir dengan kondisi Hinata yang tak ada semangat sama sekali.

Ia berpuluh-puluh kali selalu berkata maaf. Seperti orang yang begitu menyesali perbuataanya yang sangat sulit dimaafkan. Kejadian kecilakaan itu penyebab utamanya, ia seolah ditampar untuk mengingat masalalu. Kesalahan apa yang sudah diperbuatnya, sampai ia selalu dihantui hal-hal yang begitu menguras pikirannya.

.
Pagi yang cerah, matahari menyilaukan ruangan makan dari sinar sang surya yang berhasil menysup dari jendela. Beberapa makanan tersaji masih hangat dan mengepul di atas meja makan. Pagi-pagi sekali sahabat Hinata, Ino Yamanaka datang berkunjung keapartement Hinata sambil membawa bungkusan yang berisikan makanan yang baru saja dipasak dirumahnya.

Tenten, Shion dan Karin baru saja sampai. Ino sengaja menghubungi mereka untuk sarapan bersama di apartement Hinata. Mereka begitu bersemangat mengingat hari ini adalah hari pertama Hinata untuk kembali bersekolah. Selama merenung sebulan dan mendapakan perawatan intensif akhirnya Hinata sudah benar-benar sembuh.

"Waah Ino-chan pasakan mu benar-benar mantap!" Seru Shion sambil melahap besar makanan yang berada dimangkuknya. Ino hanya tersenyum menerima fujian dari salah satu sahabatnya. Ino beberapa kali memindahkan makanan keatas piring Hinata "Nah Hinata-chan kau harus banyak makan!" Ucap Ino. Hinata mengangguk sambil tersenyum dan melihat satu persatu kearah sahabat-sahabatnya yang begitu lahap memakan masakan Ino. Hinata merasa bahagia, sahabatnya berhasil menciptakan suasana kekeluargaan yang salama ini ia harapkan. Selama acara sarapan berlangsung mereka saling melontarkan kata-kata bersifat candaan sampai waktupun tak terasa hingga makanan yang tersaji di atas meja itu ludes tak bersisa. Mereka layaknya seperti tidak mendapatkan makanan selama berhari-hari, begitu lahap seolah makanan itu tak akan pernah bisa mereka cicipi kembali.

Mereka berhasil menghabiskan makananya. Meski Shion beberapa kali mengeluh karena program dietnya tidak berjalan lancar jika sudah menyantap makanan Ino. Sahabat lainnya hanya tertawa saja melihat Shion yang begitu menderita.
Setelah semua selesai mereka segera bergegas untuk berangkat kesekolah. Mereka akan menggunakan bus untuk pergi kesekolahnya, hal itu yang sangat di idam-idamkan mereka, selama ini mereka selalu diantarkan oleh supir pribadi, dan kali ini menjadi waktu yang tepat untuk menaiki bus. Selama perjalanan mereka tak henti-hentinya bercanda sambil kadang-kadang membully Shion yang selalu saja bertingkah konyol. Perjalanan menuju kesekolah tak membutuhkan waktu lama, sekitar 20 menit berlalu mereka telah sampai kedepan gerbang sekolah.

Treatise HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang