Anger

2K 169 7
                                    

Chapter 5
.
Hinata merebahkan diri di atas tempat tidurnya. Lelah menerpa seluruh badannya, semenjak pulang sekolah sahabat-sahabatnya pengecualian Ino, mengajaknya untuk berkeliling di Mall terbesar di Tokyo. Shion dan Tenten yang begitu antusiasnya memboyong mereka hanya karena ingin segera berada cepat di bioskop. Beauty and the beast film terbaru yang sedang gencar-gencarnya di bioskop sedang ditayangkan, membuat Shion dan Tenten yang begitu menyukai hal yang berbau romansa mengajak Hinata dan Karin untuk segera menontonnya.

Menghabisikan waktu sekitar dua jam sepuluh menit, hanya untuk duduk manis sambil melihat Emma Watson dan Dan Stevens beradu akting menjadi belle dan The Beast. Setelah itu mereka menghabiskan waktu untuk berkunjung ke kedai makanan untuk mengisi perutnya yang keroncongan minta di isi. Hanya jeda sekitar setengah jam untuk duduk di kursi kedai sambil memakan makanan yang telah di pesan. Merasa perut terasa penuh mereka memutuskan untuk menghabiskan waktu yang tersisa untuk menyanyi di karaoke. Sampai setengah sepuluh malam mereka baru memutuskan untuk pulang. Hinata yang baru benar-benar pulih membuatnya merasa mudah lelah, padahal hari-hari biasanya seperti sebelum kecilakaan ia tak pernah merasa lelah, bahkan ialah yang terus memboyong sahabat-sahabatnya untuk terus menemaninya kemanapun yang ia inginkan.

Mata Hinata terpejam. Tubuhnya benar-benar lelah, bahkan seragam sekolah yang masih dikenakannya masih melekat ditubuhnya, sepertinya Hinata ingin segera tertidur tanpa berniat untuk mengganti seragamnya terlebih dahulu.
.
Waktu menunjukan jam 07.30 pagi, alarm ponsel milik Hinata sedari tadi berdering, tepatnya dimulai sekitar jam 06.00 pagi.

Mata Hinata terbuka ketika retina matanya merasa silau dengan cahaya sang surya yang menyusup dari celah-celah jendela apartement kamarnya, tubuh Hinata yang kebetulan menghadap kearah jendela membuatnya langsung di terpa sinar sang surya pagi hari, mata Hinata merem melek sambil membawa ponselnya yang masih saja berdering berbunyi nada alarm, mata Hinata menyipit sebelah melihat kearah layar ponselnya.

07.30

Kedua mata Hinata terbuka lebar ketika ia melihat waktu alarm diponselnya. -astaga dirinya kesingan! Sekolah akan segera ditutup pukul jam 08.00, dan ia masih bergerlung dengan selimut, -oh jangan lupa jam pertama adalah mata pelajaran kimia yang di gurui oleh sensei tergalak.

"sial, sial, sial!" rutuk Hinata sambil menarik rambutnya prustasi, dalam waktu setengah jam dirinya harus bisa berada di sekolah. -terbesit ia akan membolos, bukankah ia masih berada dalam pengawasan dokter 'bilang saja kecapean begitu', tapi katanya sekarang ada ulangan harian, dan jika ia susulan ia harus di awasi dengan empat mata oleh sensei yang bernama Anko itu, mana mau Hinata, sejahat-jahatnya dirinya masih takut jika harus berhadapan dengan sensei seperti Anko yang selalu berkata 'Saya tidak takut berhadapan dengan anak siapapun, mau anak presiden sekalipun, jika ia bersalah saya tidak akan segan-segan', dan sialnya Hinata pernah merasakan perkataanyaa yang tidak main-main itu buktinya ia kena tamparannya. -oke, berarti ia harus bisa untuk segera berada disekolahnya. Akhirnya Hinata memilih untuk segera beranjak bergegas membersihkan seluruh tubuhnya.

Sepuluh menit berlalu, Hinata kini bersiap untuk segera pergi kesekolahnya. Seharusnya ia membawa mobilnya saja diwaktu seperti ini, -ahh ia harus melupakan mobilnya yang kini bertenggar di rumah ayahnya, sudah tiga tahun berlalu Hinata memilih untuk tidak mengendari mobil, ia masih merasa trauma. Jadilah begini, ia harus bersusah-susah menunggu taxsi yang lewat depan gedung apartementnya. -berpikir lagi, jika ia harus mengalah pada ayahnya dan kembali pulang ke rumah mungkin ia tidak akan bersusah payah seperti ini jika kesiangan -tetapi dirinya harus bertemu dengan dua mahluk asing yang membuatnya ingin muntah seketika.

Hinata gelisah ketika jam sudah menunjukan pukul 07.45, dan sepertinya taxsi tidak ada yang kosong ketika ia sudah beberapa kali menstopnya taxsi itu malah melaju, -haruskah ia membolos dan mengikuti ujian susulan, tapi bebelum beberapa menit ia selesai memikirkan hal itu, ia malah membayangkan wajah Anko sensei tepat didepannya sedang mengawasinya mengisi soal.

Treatise HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang