Stef Vs Roman

738 50 0
                                    

Jakarta terasa dingin malam ini, aku baru saja menghangatkan diri dengan minum teh, sambil telponan dengan Stef. Stef bercerita banyak tentang kehidupannya sejak remaja. Katanya, Stef itu pernah jadi anggota geng motor besar di Depok. Dia juga bilang kalau dia itu dulunya nakal, bengal, tukang ribut. Katanya, dia mundur dari geng motor sejak dia suka padaku. Entahlah aku harus percaya atau nggak, selama tadi ngobrol, aku hanya menjawab "He he, iya, he he, iya."
Malam itu, di telpon, Stef juga bercerita tentang pertandingan futsal kemarin.
"Aku merasa dicurangi, Jordan sengaja memancing emosiku. Dia terus menghinaku, dia terus memanggil Roman dengan namamu, dia terus bilang kalau aku nggak berhasil rebut kamu dari Roman. Dia ingin aku cemburu dan marah, dan konsentrasiku hancur." Kata Jordan.
"Lalu kenapa kamu ingin memukul Roman? Kenapa bukan Jordan?" Kutanya.
"Aku nggak tahu, rasanya ingin sekali aku melampiaskan amarahku pada Roman. Dia memang terlihat diam dan santai, tapi, dengan cara dia seperti itu, aku merasa ditertawakan." Kata Roman.
"Dulu, aku pernah mendengar kalau kamu berkelahi dengan Jordan, dan Roman. Karena apa?" Kutanya.
"Oh, itu. Awal masalahnya, gara-gara Jordan merebut pacarku." Kata Stef.
"Aku juga mendengar kamu dan teman-temanmu mencoba mengeroyok Jordan. Mengapa harus seperti itu?"
"Aku sudah digelapi amarah, ingin sekali rasanya kulihat Jordan benar-benar hancur." Kata Stef.
"Kenapa nggak mencoba untuk bersikap jantan? Maksudku, satu lawan satu."
"Kenapa kamu seperti membela Jordan?" Tanya Stef.
"Aku nggak bela dia. Aku hanya ingin tahu bagaimana kejadian sebenarnya." Kataku.
"Waktu itu, aku memang akan menghadapi Jordan seorang diri, namun teman-temanku ikutan emosi. Dan keributan terjadi tepat disaat Roman datang." Kata Stef.
"Kenapa Roman ikutan juga? Kan masalah kamu hanya dengan Jordan?"
"Nggak sedikit dari temanku yang membenci Roman."
"Karena apa?"
"Aku nggak mau bahas itu. Kamu kenapa sih? Kenapa kamu selalu menyudutkanku? Kenapa kamu bela Jordan dan Roman? Kamu masih sayang sama Roman?" Stef terdengar mulai emosi.
"Hm, nggak tahu deh. Udah ah, aku nggak mau ribut. Selamat malam." Kataku lalu menutup telponnya.
Ah, aku jadi malas sama Stef. Akhir-akhir ini, dia jadi gampang marah. Stef sangat berbeda dengan Roman yang selalu lembut. Dari cerita Stef tadi, aku nggak peduli siapa yang benar dan siapa yang salah. Yang pasti, aku tidak suka keributan.
Di malam itu juga, aku menerima BBM dari Roman.
"Aku di depan rumahmu."
Aku kaget, segera saja kulihat dari jendela kamarku di lantai dua. Dan ternyata benar, Roman ada disana, bersama motor merah kesayangannya, dengan setelan andalannya yang serba hitam. Akupun segera turun untuk menghampirinya.
"Hey." Kusapa dia.
"Tumben nyapa, nggak akan cuek lagi?" Balas Roman.
"Ih, udah deh jangan dibahas ah!" Kataku merasa bersalah. "Yuk, masuk." Aku mengajak Roman ke rumah, rasanya sudah lama sekali Roman nggak kesini.
"Di teras aja ya, aku nggak akan lama." Kata Roman. Aku mengiyakan, lalu aku dan Roman duduk di kursi yang ada di teras.
"Ada apa kesini? Tumben." Kataku.
"Dih, pengen aja, kenapa? Nggak boleh? Sekarang cuma Stef aja yang boleh kesini?" Roman sewot.
"Iya... boleh sih, aneh aja, kangen ya sama aku?" Kutanya dengan nada mengejek.
"Iya, aku kangen kamu, aku sih nggak bisa munafik, kalau kangen ya temuin, terus bilang kangen, to the point, jangan kaya si...." Belum selesai Roman bicara kucubit tangannya karena aku kesal dengan ucapannya yang mencoba menyindirku. Aku menunduk, dan tersenyum malu.
"Aku nggak suka kamu pacaran sama Stef." Kata Roman.
"Kenapa?"
"Dia nggak baik buat kamu."
"Ah, alasan, kamu cemburu kan?"
"Iya, aku cemburu. Aku sudah bilang kalau aku nggak bisa munafik." Kata Roman.
Dia itu pandai bicara, selalu saja membuatku terpojok saat sedang terjadi perdebatan. Sepertinya, Roman memang benar-benar tahu perasaanku. Entah dari mana, mungkin dari Ria, tapi aku lebih yakin bahwa Roman punya cara sendiri untuk tahu bagaimana perasaanku.
Apa Roman benar cemburu melihat aku dengan Stef? Apa itu alasannya kenapa dia membuka komunikasi denganku lagi? Roman selalu bisa menebak dengan tepat tentang perasaanku. Tapi, dia, nggak tahu kenapa susah banget ditebak apa yang dirasakannya, apa yang dipikirkannya. Dia itu pandai menyembunyikan sesuatu melalui cara bicaranya yang selalu santai. Dia itu misterius.
"Ada sesuatu yang mau aku bicarakan." Kata Roman serius. Sejak detik itu aku benar-benar berdebar, aku menebak-nebak sesuatu yang akan dibicarakan Roman.
"Apa?" Kutanya.
"Stef." Kata Roman. Stef? Dia kenapa ya? Ih, aku kira, Roman mau omongin perasaan dia ke aku.
"Stef kenapa emang?" Kutanya heran.
"Dia berurusan lagi sama Jordan." Kata Roman.
"Masalah apa emang? Paling juga berantem biasa, gara-gara pertandingan futsal kemarin." Kujawab cuek.
"Dia pacaran sama Dinda, pacarnya Jordan." Kata Roman.
"Hah? Nggak usah ngarang deh!"
"Bagus, bagus kalau kamu nggak percaya. Tapi, aku mohon, besok kalau Stef sama Jordan ketemu, kamu jangan ada disana." Kata Roman.
"Aku harus ada disana! Gimanapun juga kan Stef itu pacar aku!" Kataku menyentak.
"Pacar? Haha, aku berani bertaruh apapun kalau kamu nggak akan lama lagi sama dia! Maaf, bukan bermaksud rusak kebahagiaan kamu, itu yang bakal jadi realitanya!" Kata Roman, lalu ia berdiri dan pergi.
"Roman!" Kupanggil dia.
"Aku mau balik, nggak baik nemuin pacar orang! Pacarnya Stef!" Kata Roman setengah teriak.
Ah, sepertinya aku salah lagi, aku membuat Roman marah karena aku mencoba melindungi Stef. Tadi, aku berpikir bahwa status Stef saat ini adalah pacarku dan dia selalu baik padaku. Aku harus ada di samping dia saat dia bermasalah. Aku memang sayang Roman, tapi bukan berarti aku akan melepas Stef begitu saja, takkan kulepas Stef jika belum tentu bersalah. Roman memang mencoba melindungiku, dia nggak mau aku kejebak di tengah keributan. Tapi, jika memang masalahnya karena Stef berselingkuh dengan pacarnya Jordan, aku bersumpah aku akan ada disana, mengakhiri hubunganku dengan Stef dihadapan semua orang yang ada disana.
Aku ngerasa kalau aku itu orang paling munafik di Dunia, aku nggak bisa jujur dan selalu bicara lepas seperti Roman. Bukan niatku, mengecewakan Roman dengan cara membela Stef. Aku sayang Roman, tapi aku harus menghargai Stef.
Aku nggak bertanya pada Stef tentang masalah yang akan dihadapinya, aku berpura-pura nggak tahu.
Keesokan harinya, di kampus, aku mencari keberadaan Stef. Aku mengirim chat BBM padanya.
"Kamu dimana?"
Stef hanya membaca pesanku, dia tak membalas. Aku ingat, kalau Stef dan teman-temannya suka nongkrong di warung kopi yang ada di samping kampus.
Aku langsung menuju kesana, aku khawatir kalau dia benar-benar sedang bermasalah.
Benar saja, disana ada Stef dan Jordan yang sedang bersitegang, di belakang Jordan ada Dinda dan ada banyak orang lagi disana yang sedang menyimak. Dan... disitu ada Roman yang sedang duduk santai di atas motor sambil ngerokok dan becanda dengan beberapa temannya. Roman tidak berada di dekat rombongannya Stef dan Jordan.
Aku menghampiri Roman.
"Man! Ada apa sih ini sebenernya?" Kutanya.
"Pacar kamu tuh." Kata Roman dengan memalingkan wajahnya ke arah Stef. "Sok Playboy." Lanjutnya.
"Kok kamu ngomongnya gitu sih?" Kutanya dengan kesal.
"Masih mau kamu bela?" Tanya Roman. "Nih, baca." Roman memberikan sebuah handphone yang ternyata milik Jordan. Di handphonenya itu ada beberapa screenshot chat BBM Stef dengan Dinda. Mereka berbincang mesra, saling panggil sayang, lalu ada juga foto mereka berduaan di Cafe. Aku rubuh seketika, aku hancur, aku sangat salah menilai Stef, dan aku malu karena mencoba membela Stef di hadapan Roman. Ternyata, Stef benar-benar mengkhianatiku.
"Kamu nggak mau kan kalau aku marah sama kamu?" Tanya Roman. Aku hanya menatapnya dengan tatapan kosong. "Ikutin permintaan aku, jangan nyamperin Stef, kamu tunggu disini." Lanjut Roman lalu berjalan ke arah kumpulan orang itu.
"Kamu sendiri mau kemana?!" Kutanya Roman.
"Ndut, jagain Nadya." Kata Roman pada temannya yang ada di sampingku. Roman menghampiri Stef dan Jordan.
Jarakku dengan kumpulan orang itu hanya sepuluh meter, tapi aku bisa dengan jelas mendengar apa yang dibicarakan mereka.
"Bereskah, Dan?" Tanya Roman lalu merangkul Jordan dengan santai.
"Lagi mau gua beresin nih." Jawab Jordan.
"Gini deh, Dan. Cewek lo, si Dinda ini, putusin!" Kata Roman. "Si cowoknya...." Roman dengan gerakan sangat cepat memukul Stef tepat di hidungnya, ditambah lagi dengan tendangan keras yang mendarat di perutnya, lalu diakhiri beberapa pukulan telak di wajahnya sampai akhirnya ia jatuh. Stef benar-benar jatuh tanpa bisa memberi perlawanan.
Semua teman Stef, yang saat itu ada empat orang, sangat marah pada Roman.
"Mau ikut campur lo?! Sini maju!" Teriak Roman, Jordan mencoba menenangkan Roman. Aku baru tahu Roman bisa segalak itu. Karena setiap bersamaku, dia selalu bersikap lembut.
Roman terlepas dari pegangan Jordan, dia berlari lalu menghajar temannya Stef, beberapa pukulannya tepat sasaran. Namun, Jordan yang kini dibantu Roby, berhasil menarik Roman ke belakang.
Teman-teman Stef, mencoba membantu Stef untuk berdiri, akupun ikut membantu. Stef babak belur, dan berdarah di bagian hidung dan bibirnya. Roman terlihat kaget, dia menatapku yang sedang membantu Stef berdiri. Aku lihat dia emosi lagi. Tapi di tahan oleh Roby, Jordan dan beberapa teman lainnya.
"Gua beres! Gua cuma mau ngomong!" Kata Roman pada teman-teman yang menahannya.
Roman mendekat lagi pada Stef, yang sudah dalam keadaan berdiri di sampingku.
"Heh! Gue ngehajar lo bukan karena lo rebut pacar si Jordan! Itu urusannya si Jordan,  Jordan bisa aja ngelakuin lebih dari yang gua lakuin barusan ke lo!" Roman terlihat masih begitu marah, aku dibuat pusing lagi. Apa aku di posisi benar atau salah. "Gue ngehajar lo karena lo mendua dan lo nyakitin dia." Kata Roman dengan nada yang semakin tinggi, dia menunjukku. Jadi, Roman marah pada Stef, karena Stef telah menyakitiku.
"Bubar!" Roman menginstruksikan teman-temannya untuk bubar. Mereka semuapun bubar. Sebelum bubar, Roman menatapku lagi dengan tatapan kecewanya itu.
Aku membantu Stef, lalu mendudukkannya di sebuah bangku panjang. Aku meminta salah satu dari teman mereka untuk membeli kapas dan obat merah.
"Sayang, kamu jangan dengerin Roman ya." Kata Stef.
"Kenapa?" Kutanya.
"Aku nggak duain kamu, dia bohong!" Kata Stef.
"Nggak apa-apa, aku udah lihat buktinya."
"Bukti apa?"
"Bukti kalau kamu pacaran sama Dinda." Kataku.
"Tapi, Nad...."
Saat itu, temannya Stef sudah kembali membawa kapas dan obat merah yang.
"Udah diem, aku mau obatin kamu dulu." Aku membersihkan darah dan luka di hidung Stef. Aku sudah punya keputusan tentang hubunganku dengan Stef, tapi aku ingin semua berakhir dengan baik.
Setelah selesai mengobati Stef, aku menarik nafas panjang untuk membicarakan sesuatu.
"Kita... Masing-masing aja ya, jangan cari aku lagi." Kataku dengan lembut, lalu berbalik dan berjalan pergi.
"Nad, tunggu, kamu mau kemana?" Stef mengejar dan menarik lenganku.
"Banyak orang disini, aku bisa teriak!" Ancamku.
"Nad, aku mau jelasin...."
"Nggak perlu Stef!" Kataku memotong.
Stef melepaskan tanganku, akupun melangkah pergi meninggalkannya. Aku kembali menuju kelasku.
Pikiranku dikurung sesuatu yang dibicarakan Roman pada Stef tadi. Apa benar Roman marah pada Stef karena dia menduakanku? Apa Roman benar-benar marah dan nggak terima sampai seperti itu? Karena aku? Aku belum percaya sepenuhnya. Tapi, andai itu benar, aku sudah salah besar karena tadi aku malah menolong dan membela Stef di depan Roman. Duh, Nadyaaa... Kok bego terus sih?!
Diperjalanan menuju kelas, aku melihat Roman berada di lapang bersama teman-temannya. Tapi, kali ini jumlah temannya itu lebih banyak dari yang tadi. Disana Roman berdiri ditengah kerumunan, seperti sedang menyampaikan sesuatu pada seluruh kelompoknya itu. Aku nggak tahu apa yang dibicarakan Roman. Meskipun banyak hal yang ingin aku sampaikan, aku nggak berani nyamperin dia sekarang, waktunya nggak tepat.
Aku kembali saja ke kelas, mencari sebuah ketenangan, mencerna segala hal yang baru saja terjadi.
Aku baru tahu kalau Roman punya sisi sekeras itu. Yang kutahu, dia itu lembut, bahkan selalu bersikap manja. Tapi yang tadi dia tunjukkan itu membuat aku merasa bahwa yang tadi itu bukanlah Roman. Sebenarnya Roman itu siapa sih? Dia kan masih mahasiswa semester pertama, kenapa segitu beraninya sama Stef yang merupakan senior? Apa karena Roby ada di pihak Roman? Roby itu kan preman. Tapi nggak mungkin juga, katanya Roby kan jaga keamanan. Masa mahasiswanya dibiarkan rusuh?
Banyak hal mengejutkan di hari ini, dan Roman bertingkah sebagai pemeran utama lagi. Selalu jadi manusia yang nggak bisa ditebak apa maunya. Selalu bertindak diluar perkiraan siapapun. Aku nggak tahu perasaan Roman ke aku bakal kaya gimana, benci? Atau kecewa? Aku juga jadi nggak tahu perasaanku ke Roman kaya gimana, seperti ditutup dan digelapi kebingungan.
Tuhan, Skenario apalagi ini?

Tentang Seseorang [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang