Ikatan Tanpa Rasa, Karena Paksa

667 46 0
                                    


Akhir-akhir ini, sering terjadi keributan di kampusku. Sebagian besar dari mereka yang terlibat adalah teman-temannya Roman, anggota geng motornya Roman dulu. Apa Roman juga terlibat? Tapi, setahuku, Roman sudah mengundurkan diri dari geng motor, dan melepas jabatan ketuanya. Aku merasa sedikit mengkhawatirkannya.
Aku pernah melihat secara langsung salah satu keributan yang terjadi, tepatnya di depan kampusku. Suasana sangat mencekam karena keributan itu, banyak orang berlarian saling menyerang, saling melempar batu. Untung saja, kepolisian bisa bertindak cepat untuk menghentikannya.
Saat aku menyaksikan keributan itu, Roby berdiri tepat di sampingku, dia juga menyaksikan keributan itu. Katanya dia keamanan disini, tapi kok nggak coba buat hentikan keributan itu?
"Semenjak dilepas Roman, mereka jadi berantakan." Kata Roby tiba-tiba berbicara seperti itu.
"Mereka siapa, Bang?" Kutanya.
"Itu, yang lagi pada ribut, kan dulunya pasukan si Roman." Jawab Roby.
"Emang sekarang siapa pemimpin mereka?" Kutanya.
"Si Raga, dia ketuanya sekarang, tapi bikin rusuh terus."
"Bukannya Jordan yang gantiin Roman?" Kutanya lagi.
"Nggak, Jordan sih ngikut Roman terus, Kalau Roman mundur, dia juga pasti mundur." Kata Roby.
"Katanya, Bang Roby keamanan disini, kok nggak cegah keributan itu?"
"Males ah! Aku itu bukan jaga keamanan, tapi jaga Roman dan teman-teman." Kata Roby.
Tuh, kan! Selalu saja ada orang yang membuatku ingat Roman.
Sekarang aku tahu, keributan yang sering terjadi merupakan ulahnya Raga, pengganti Roman sebagai ketua geng motor di kampusku. Pantas saja, mungkin cara Raga memimpin berbeda dengan Roman. Raga lebih senang anarkis dan haus akan keributan. Aku tahu Raga, dia anak teknik di kampusku. Aku tahu karena dulu dia pernah mendekatiku juga, tapi dulu dia nggak terlalu banyak bergerak untuk mendapatkanku.
Aku nggak bisa membohongi perasaanku, aku berharap bahwa Roman nggak terlibat di keributan manapun, dan semoga dia baik-baik saja. Meskipun Roman berkhianat dan membuatku sakit hati, aku masih menyisakan rasa khawatir untuknya.

***

Jam istirahat, aku nggak keluar dari kelas. Ada beberapa alasan: aku nggak lapar, aku lagi malas jalan, dan aku sedang nyaman duduk di kursiku sambil membaca sebuah novel karya Darwis Tere Liye. Di kelas, suasana cukup sepi. Ria dan Jani, mereka pergi ke Kantin.
Saat itu, aku sangat kaget karena Raga masuk ke kelasku bersama temannya, dan dia menghampiriku dan duduk di depanku.
"Hey, cantik." Raga menyapaku.
"Ada apa?!" Kataku agak menyentak. Aku langsung ngerasa nggak nyaman.
"Galak amat sih." Kata Raga, lalu dia mencubit pipiku.
"Eh, jangan kurang ajar ya!" Kataku kesal.
"Sorry deh. Balik ngampus, jalan yuk?" Ajak Raga.
"Maaf, nggak bisa, aku sibuk." Kataku menolak.
"Masa sih?" Raga mencubit pipiku lagi.
Aku berdiri dan merasa marah karena Raga menggangguku.
"Mau kamu apa sih hah?!" kubentak Raga.
"Aku cuma...." Raga belum selesai bicara, seseorang menarik Raga dari belakang. Dan itu Jordan.
"Apaan nih?!" Raga marah.
"Cari mati lo gangguin Nadya!" Bentak Jordan.
"Apa urusan lo? Lo siapanya?!" Kata Raga.
"Gue disini atas perintah Roman! Gue yang jagain Nadya!" Kata Jordan.
"Lo jadi kacungnya si Roman aja udah belagu."
"Cabut deh lo, kalo lo pengen ribut diluar aja." Kata Jordan.
"Oke! Lihat nanti, gue tunggu lo!" Kata Raga, lalu dia pergi keluar dari kelasku.
Entah apa yang aku rasakan saat itu, mendengar ucapan Jordan bahwa ia diperintah Roman untuk menjagaku. Ada senang dan sedih dalam hati ini.
"Kamu nggak apa-apa Nad?" Tanya Jordan.
"Nggak kok, makasih ya." Kataku.
"Tadi Ria nelpon aku, katanya kamu lagi digangguin si Raga." Kata Jordan.
"Jadi, yang kamu lakuin tadi itu bukan perintah Roman?"
"Bukan, aku ngomong gitu biar Raga agak takut aja." Kata Jordan.
"Oh, iya deh, makasih banget ya, Dan." Kataku.
"Iya, aku balik kelas dulu, kalau ada apa-apa kabarin aja." Kata Jordan.
Ih, ternyata Ria yang meminta Jordan menolongku, bukan Roman. Biarlah, lagi pula untuk apa aku pedulikan Roman yang sudah bahagia dengan Mira. Aku nggak boleh berlebihan mengharapkannya.
Aku sempat heran, kenapa tiba-tiba Raga datang ke kelasku untuk mengajakku jalan? Aku merasa dia punya suatu rencana. Aku harus waspada.

***

Semakin hari, aku semakin merasa nggak nyaman berada di kampus. Raga terus mencari cara untuk menggangguku. Raga selalu datang ke kelasku, atau dia menunggu di parkiran hanya untuk menggodaku. Dengan terpaksa, setiap jam istirahat aku nggak pernah jauh dari Ria, karena dimana ada Ria, disana ada Jordan, satu-satunya orang yang bisa melindungiku dari gangguan Raga.
Tingkah Raga semakin keterlaluan, dia memang punya niat mendekatiku dan menginginkan aku menjadi pacarnya, seperti yang dia tulis di selembar kertas yang ia simpan di jendela mobilku. Boro-boro aku kepincut sama dia, yang ada aku makin jijik sama tingkahnya.
Aku makin merasa risih ketika Raga datang ke rumahku. Aku nggak tahu gimana caranya dia bisa tahu rumahku, yang pasti, saat dia datang ke rumahku, aku meminta Ibu bilang ke Raga bahwa aku nggak ada di rumah. Aku merasa hidupku semakin nggak nyaman.
Apa Roman tahu tentang kelakuan Raga kepadaku? Kalau dia tahu, apa dia akan melindungiku? Aku nggak mau berharap lebih, tapi aku merasa sangat membutuhkan Roman. Aku memang rindu Roman yang selalu membuatku aman dan nyaman, sebelum akhirnya dia menghancurkanku.
Puncak amarahku pada Raga terjadi ketika dia memaksaku untuk pergi ke kampus bareng. Saat itu, dirumahku nggak ada siapa-siapa, sampai akhirnya aku nggak mampu ngelawan Raga dan akhirnya aku masuk ke mobilnya untuk pergi ke kampus bersama.
Sepanjang perjalanan, Raga terus menggodaku, merayuku dan berpikir bahwa aku akan jatuh hati padanya. Sumpah, aku hampir menangis duduk di mobil yang sama dengannya. Aku ingin minta tolong, tapi entah pada siapa.
"Gimana kabar mantan kamu? Yang selingkuhin kamu itu, brengsek ya Dia?" Kata Raga, orang yang dia maksud pastilah Roman.
"Bukan urusan kamu." Kataku.
"Ayolah, Nad, kita punya dendam pada orang yang sama, kenapa kita nggak kerja sama aja sih?"
"Maksud kamu apa?" Kutanya.
"Kita pacaran, bikin dia sakit hati." Jawab Raga.
"Nggak, makasih!" Kataku.
"Kamu cantik ya kalau lagi marah." Kata Raga.
Raga mencoba memelukku dan mendekatkan wajahnya padaku. Aku berontak, tapi tenagaku tak mampu menahan Raga, sampai akhirnya dia berhasil mencium bibirku. Seketika aku menangis, sedangkan Raga langsung terdiam dan kembali konsentrasi pada perjalanan.
Ya Tuhan, kenapa hidupku seperti ini? Kenapa sulit sekali untukku merasakan sedikit ketenangan. Masalah selalu datang silih berganti. Dimana pelindungku? Dimana penjagaku? Dimana orang yang menyayangiku? Aku membutuhkannya!
Aku menangis sepanjang perjalanan, sampai aku tiba di kampus, aku belum berhenti menangis.
Saat di parkiran, ketika aku turun dari mobilnya Raga, aku melihat Ria yang sedang menatapku juga. Ria menghampiriku, sedangkan Raga pergi begitu saja.
Ria bertanya tentang apa yang terjadi padaku, lalu aku menceritakan semua, dan Ria sangat marah.
Aku nggak tahu harus bagaimana, aku nggak bisa menemukan kenyamanan di kampus ini. Ria menyarankanku untuk melaporkan kelakuan Raga pada pihak kampus. Tapi aku masih belum merasa aman, ingin sekali ada Roman melindungiku, tapi aku nggak punya hak untuk meminta itu. Aku rindu Roman yang pernah menghajar Stef karena Stef menyakitiku.
Ria mengantarku ke kelas, dan dia terus mencoba membuatku tenang. Tapi ini sulit, aku nggak bisa tenang, bahkan saat pelajaran berlangsung pun aku sudah nggak mampu untuk konsentrasi.
Saat jam istirahat, aku mendengar keributan tepat di depan kelasku. Dan ternyata itu Jordan dan Raga yang sedang berkelahi. Banyak yang mencoba melerai, tapi hasilnya nihil, kedunya masih sama-sama berontak. Jordan babak belur karena dia kalah postur dari Raga. Dan akhirnya mereka berdua berhasil dipisahkan lalu digiring beberapa dosen entah kemana.
Aku bertanya pada Ria tentang apa yang terjadi.
"Kenapa sih?" Kutanya.
"Tadi aku cerita ke Jordan kalau si Raga kurang ajar sama kamu." Jawab Ria.
"Ngapain sih? Biarin lah, aku nggak enak sama Jordan, dia juga jadi kena kan." Kataku.
"Aku nggak mau kamu kenapa-kenapa Nad."
"Tapi kan kasian pacar kamu, biarlah si Raga itu jadi urusanku." Kataku.
Ingin sekali aku teriak dan berontak, kenapa semua ini harus terjadi padaku? Kenapa aku harus kena sial seperti ini? Kenapa aku harus membuat banyak orang kerepotan melindungiku?
Sebenarnya, ada sedikit niat dalam hatiku untuk meminta bantuan Roman. Tapi semua itu aku urungkan, karena aku nggak mau ganggu kebahagiaannya Roman dengan Mira. Aku nggak berhak meminta perlindungan dari Roman, dia bukan siapa-siapa lagi untukku.
Cara terakhir untukku, aku harus mengikuti kemauan Raga, aku nggak mau banyak orang terluka hanya untuk melindungiku, apalagi Jordan, kekasihnya sahabatku. Kupikir, itu satu-satunya cara.
Aku terus memantapkan niat di hatiku, aku nggak boleh merepotkan orang lain lagi, aku harus bisa selesaikan masalahku sendiri.
Saat jam kuliah selesai, aku berencana menemui Raga untuk membuat suatu kesepakatan. Kulihat, mobilnya masih ada di parkiran kampus, berarti Raga belum pulang.
Nggak lama kemudian, Raga datang dengan senyum menjijikkannya.
"Hey, nona cantik." Kata Raga.
"Aku akan ikuti apa maumu, tapi aku mau kamu nggak usah berurusan lagi dengan Jordan." Kataku langsung ke inti.
"Haha, bagus deh, berarti kita pacaran ya sekarang?" Kata Raga.
"Iya, terserah." Kataku.
"Okay, yuk, pulang." Ajak Raga. Akupun masuk ke mobilnya.
Aku terpaksa melakukan ini, aku nggak mau banyak orang terluka. Biarlah, aku jalani saja semua ini.
Aku hanya bisa meratapi kehidupanku yang semakin hari semakin hancur saja. Bahkan, aku hampir lupa bagaimana rasanya tersenyum senang. Aku berharap semoga Raga nggak akan bersikap kurang ajar lagi padaku. Aku harus bisa merubah sikapnya menjadi lebih baik.
Dengan resminya aku berpacaran dengan Raga, bukan berarti aku setuju pada ajakan Raga untuk membalas dendam pada Roman. Aku nggak tahu Raga punya dendam apa pada Roman. Dan meskipun aku jadian dengan Raga, aku yakin Roman nggak akan cemburu.
Aku jadi wanita penyendiri lagi. Di kampus, aku jadi jarang bersosialisasi dengan siapapun. Dirumah, aku lebih sering mengurung diri di kamar. Aku rindu kehidupan bahagiaku. Aku rindu handphoneku berdering setiap pagi karena telpon dari Roman. Aku rindu dijemput dia untuk ke kampus, aku rindu dibonceng dengan motor sport kesayangannya. Kenapa Roman harus menyakitiku sih? Andai saja hubunganku dengan Roman baik-baik saja, pasti saat ini hidupku sangat bahagia

Tentang Seseorang [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang