Dia itu, Ketua Geng!

871 46 0
                                    

"Aku tak perlu lagi bulan di malam hari, malam ku diterangi senyummu. Aku tak perlu lagi mentari di siang hari, siangku dihangatkan tawamu."
Puisi itu diucapkan Roman secara langsung saat dia mengantarku pulang dari acara ulang tahunnya Jordan. Sebelum dia pulang, kupeluk lagi dia seolah seperti tak ada lagi hari esok dimana aku bisa berjumpa lagi dengannya.
Sejak hari itu, setiap detikku hanya diisi oleh rasa bahagia. Aku hampir lupa bagaimana rasanya bersedih.
Dengan resminya Roman menjadi pacarku, aku berkata padanya bahwa aku nggak akan menuntut banyak hal darinya. Cukup hidup baik-baik saja, dengan rasa sayang untukku selalu ada. Bagiku, itu sudah cukup. Tapi aku tahu, Roman akan selalu memberikan lebih dari yang kuminta.

***

Suatu hari, selesai ngampus, Roman mengajakku untuk pergi jalan-jalan. Dia nggak mau ngasih tahu kemana dia mau ajak aku pergi. Aku sih santai aja, paling dia cuma mau bikin kejutan lagi sama aku.
Roman membawaku pergi cukup jauh, memasuki daerah Depok. Aku masih belum nanya kemana tujuannya, sampai akhirnya aku dan Roman berhenti di sebuah rumah tapi seperti kantor, atau apalah itu, aku benar-benar nggak tahu.
Kulihat spanduk di dekat rumah itu. Spanduk yang dibuat oleh sebuah organisasi geng motor. Aku tahu karena Stef pernah bercerita tentang nama geng motornya, dan itu sama persis dengan nama di spanduk acara itu. Aku makin penasaran maksud Roman mengajakku kesini untuk apa.
Kulihat sekeliling, disana ada banyak motor dan orang-orang dengan penampilan seperti Roby, bertatto dan berantakan, tapi nggak semua. Setelah memarkirkan motornya, Roman mengajakku menghampiri orang-orang itu. Aku takut, jadi aku nggak ngelepas tanganku dari Roman.
"Assalamualaikum." Roman mengucap salam pada mereka.
"Waalaikumsalam." Jawab mereka semua dengan kompak. Lalu mereka semua bersalaman dengan Roman. Mereka terlihat sopan, meski kebanyakan dari mereka terlihat lebih tua dari Roman.
"Pak Danu ada nggak?" Tanya Roman.
"Ada di dalem Bang, masuk aja, lagi santai dia." Jawab salah satu orang disana.
Bang? Abang? Roman dipanggil Abang disini? Kok kedengerannya lucu, haha.
Nggak tahu kenapa aku selalu ngerasa aman di samping Roman. Buktinya, diantara banyak orang itu, nggak ada satupun yang bertingkah macem-macem atau menggodaku.
Aku dan Roman masuk ke dalam. Disana ada seseorang berseragam polisi yang sedang menonton film di laptopnya. Aku dan Roman menghampirinya.
"Assalamualaikum." Ucap Roman.
"Waalaikum salam. Eh, kamu Man." Pak polisi itu mempersilakan duduk. Roman bersalaman dengan pak polisi itu, tanpa dikomando akupun ikut salaman. "Wah, siapa ini?" Tanya polisi itu padaku.
"Saya Nadya, Pak." Kataku tersenyum.
"Ini Pak Danu, Ketua geng motor disini." Kata Roman.
"Tapi, disini anak motor yang terdidik ya." Kata Pak Danu lalu tersenyum padaku. "Ngomong-ngomong, kau pakai pelet apa Man bisa dapet cewek cantik macam ini?" Tanya Pak Danu lalu tertawa.
"Haha, pake pelet batu akiknya Bang Roby." Kata Roman.
"Haha, dasar kau. Ngomong-ngomong, ada apa kesini bawa pacarmu? Tumben...." Tanya Pak Danu.
"Gini Pak Dan, Nadya ini kan baru pacaran sama aku. Aku nggak mau kalau suatu saat nanti Nadya tahu kalau aku anak geng motor, lalu dia salah nilai aku. Selama ini kan geng motor itu dipandang jelek sama masyarakat, tukang bikin onar, rusuh, inilah, itulah." Kata Roman.
Aku terdiam dan kaget setelah mendengar pembicaraan Roman. Aku baru tahu kalau dia itu anak geng motor. Selama ini Roman selalu terbuka, tapi kenapa dia menyembunyikan tentang geng motor?
"Oh, saya kira ada apa, Nadya tenang aja. Seperti yang saya bilang tadi, semua anak motor disini terdidik, termasuk Roman." Kata Pak Danu.
"Aku baru tahu kalau kamu anak geng motor." Kataku pada Roman.
"Begini Nad. Jadi, Roman itu sejak masih SMA, dia emang udah masuk geng motor di Bandung, rekam jejaknya jeleklah selama di Bandung. Tukang tawuran, tukang minum-minum, pokoknya udah terkenal dia ini di Bandung, tapi karena keburukan. Dia itu sering keluar masuk kantor polisi karena bikin masalah, dan dia ini selalu ditangani orang yang sama di Bandung, oleh kepolisian juga, rekan saya. Nah, tahun lalu, saya dihubungi rekan saya itu, dia memberi kabar tentang kepindahan Roman kesini, lalu rekan saya itu meminta saya untuk mendidik Roman agar tidak bengal lagi seperti di Bandung. Saya hubungi Roman sampai akhirnya dia datang kesini, saya kasih dia sedikit didikan agar dia merubah karakternya. Alhamdulillah, nggak susah ngedidik dia ini, cepet nurut, cepet ngerti kalau dikasih tahu. Saya minta Roman untuk lebih menonjolkan bakatnya daripada emosi dan amarah yang nggak jelas, kelihatan kan sekarang dia aktif nulis, bikin puisi, atau bermusik. Nggak pernah saya dengar dia bikin onar disini. Dan semakin saya mengenal Roman, saya melihat cara berpikirnya, jiwa pemimpinnya benar-benar ada, makanya saya tunjuk dia jadi ketua di kampusnya, karena di kampus dia ini banyak juga anggota anak motor saya, jadi saya kasih kepercayaan ke si Roman buat mimpin mereka, ngatur mereka, jagain mereka dari segala hal berbau negatif. Dan alhamdulillah, semua teratur, semua ikut sama Roman, nggak ada yang nentang, mereka juga kelihatan kompak banget, baik-baiklah mereka itu."  Kata Pak Danu yang bercerita panjang lebar.
"Ngerti kamu?" Roman nanya aku.
"Iya, iya aku ngerti." Kataku tersenyum.
"Jadi, kalau suatu saat nanti kamu tahu ada aktifitasku di geng motor, kamu nggak akan salah paham kan? Kamu nggak akan berpikiran kalau aku sedang melakukan kejahatan kan?" Tanya Roman.
"Iyaaa, nggak kok sayang." Kataku.
"Aku nggak maksa kamu percaya sih, tapi aku bakal kasih ruang buat kamu kasih aku penilaian." Kata Roman.
"Aku percaya kok sama kamu, sama Pak Danu juga." Kataku.
"Aku nggak dibayar Roman lho buat ngomongin ini." Kata Pak Danu tersenyum.
"Haha, iya Pak Danu, saya percaya kok." Kataku.
"Tapi kalau kamu ngelihat si Roman melakukan tindak kejahatan, kamu bisa lapor saya, tetap akan saya tindak." Kata Pak Danu.
"Siap, Pak! Tapi, kemarin-kemarin dia abis nyuri pak." Kataku.
"Nyuri apa? Hati kamu?" Roman memotong.
"Itu bukan kejahatan, kalau kata si Roman ini pencurian dijalan yang benar untuk membahagiakan salah satu ciptaan Tuhan, ha ha." Kata Pak Danu.
"Pak Danu suka bersajak juga ternyata." Kataku.
"Kebawa-bawa dia ini." Kata Pak Danu menunjuk Roman.
Setelah itu, kita bertiga melanjutkan perbincangan biasa. Aku dan Roman mendapat banyak wawasan dari Pak Danu yang merupakan seorang polisi dan pembina di geng motor.
Pengetahuanku tentang kehidupan Roman jadi semakin bertambah. Aku yang tadinya takut karena dibawa ke sebuah markas geng motor, menjadi tenang setelah tahu bahwa nggak semua anak geng motor itu berkelakuan buruk. Karena sekarang, geng motor itu kebanyakan dibina secara langsung oleh kepolisian, seperti yang Pak Danu lakukan.
Tentang Roman, aku nggak melarang dia untuk berorganisasi di geng motor. Selama itu nggak bikin dia celaka, nggak bikin orang lain susah, nggak berbuat jahat, aku persilakan saja. Aku akan selalu memberi kepercayaan utuh untuk Roman. Tapi, andai Tuhan ijinkan hubunganku dengan Roman langgeng, suatu hari nanti aku akan meminta Roman mundur dari geng motor, melepas segala keterlibatannya dengan geng motor, aku ingin Roman hidup seperti masyarakat biasa saja.
Setelah lebih dari satu jam ngobrol sama Pak Danu, aku dan Roman pamit pulang. Sebelum pulang, aku dimarahi lagi sama Pak Danu karena aku nggak pakai helm. Hehe, maafin Nadya pak.
Sebelum mengantarku pulang, Roman mengajakku untuk makan, dan dia membiarkan aku memilih dimana kita akan makan. Aku menunjuk tukang bakso yang ada di pinggir jalan. Romanpun menepikan motornya.
Sambil makan, aku dan Roman membicarakan tentang geng motor lagi.
"Boleh kan kalau suatu hari nanti aku minta kamu mundur dari geng motor?" Kutanya Roman.
"Kenapa? Kamu masih nggak percaya?" Kata Roman.
"Bukan gitu, aku percaya kok. Tapi kan, aku tetep khawatir kamu kenapa-kenapa, geng motor itu selalu punya musuh, aku tahu kok." Kataku.
"Tahu dari siapa? Dari Stef?" Tanya Roman lagi.
"Iya sih, aku tahu dari Stef, Stef pernah cerita tentang geng motor. Kok kamu bisa langsung nyebut Stef gitu?"
"Dia kan satu geng juga sama aku." Jawab Roman.
"Jadi, selama ini Stef diketuain sama kamu?" Kutanya Roman lagi.
"Iya."
"Pantesan dia nggak berani sama kamu." Kataku.
"Dia itu bukan takut, dia sedang menumbuhkan sikap saling menghargai dan saling menghormati. Aku juga berhutang sama dia, karena dia nggak bocorin tentang perkelahian itu ke Pak Danu." Kata Roman. Aku mengangguk mengerti.
"Tapi aku nggak mau lagi ya, lihat kamu ngamuk sampai ngehajar orang kaya waktu itu." Kataku.
"Iya sayang." Kata Roman lalu mengelus lembut pipiku. "Bentar lagi juga aku mundur dari geng motor kok." Lanjut Roman.
"Hah? Serius? Asyikk! Makasih sayang...." Aku senang mendengar Roman akan berhenti dari geng motor. Aku langsung memeluk dia.
Itulah Roman, Romanku. Yang selalu membuka segala hal yang belum aku tahu, seperti tentang kehidupannya di geng motor. Disaat aku tak merasa suka dengan apa yang dilakukannya, tanpa dipaksa, dia selalu siap untuk meninggalkannya. Biarkan saja perlahan Roman mundur dari geng motor. Aku bukan bermaksud egois, tapi aku ingin dia hidup biasa dan baik-baik saja.
Banyak sekali pelajaran yang kudapat dari Roman. Aku jadi tahu, bahwa menilai seseorang itu nggak bisa dilihat dari penampilan. Seperti orang-orang bertatto tadi, nyatanya mereka bersikap sopan. Lagipula, dimanapun aku, selama masih bersama Roman, aku merasa bahwa aku selalu aman, dan nyaman. Terimakasih Roman.
"Terimakasih, Roman, sayang, pelindungku, bahagiaku, ketua geng motor, raja dihatiku.."

Tentang Seseorang [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang