Mengukir Jarak

755 51 0
                                    

Tanpa aku sadari, aku telah membuat jarak antara aku dan Roman. Setiap dia memanggilku di Kampus, aku nggak pernah menoleh. Saat dia berdiri di hadapanku, aku hanya memalingkan wajahku. Rasanya tak ingin kutatap sepasang mata milik sang pencuri hatiku ini. Entah benar ataupun salah yang kulakukan ini, aku masih belum bisa berpikir jernih. Hati dan pikiranku masih diselimuti kabut yang begitu gelap. Sejak hari itu, hari dimana aku kecewa pada Roman, aku jadi seseorang yang asing, bahkan untuk diriku sendiri.
Hari-hariku di kampus, tak begitu bersemangat seperti dulu, tak ceria seperti dulu. Aku hanya merasa tubuhku saja yang berada disana. Jiwa, hati, dan perasaanku entah berada dimana. Aku merasa seperti mayat hidup. Aku merasa tak begitu banyak ilmu yang masuk ke otakku, aku yakin nilaiku pasti buruk.
Menjauhnya aku dari Roman, sepertinya disadari banyak orang, termasuk orang-orang yang menyukaiku. Pergerakan mereka untuk mendekatiku kembali terasa. Dalam waktu sebulan, ada dua lelaki yang tak segan menembakku. Jawabanku? Tentu saja nggak mau, karena memang aku tak pernah ada satupun yang mampu memikatku. Diantara banyak lelaki yang mengejarku, yang posisinya terdepan adalah Stef, seniorku, anak sastra juga. Tapi aku juga belum ada rasa untuk Stef. Meski aku dan Roman begitu berjarak, tapi aku belum lupa pada Roman. Roman memang bukan mantanku, tapi setidaknya dia pernah bertahta di hatiku, meski akhirnya dia lucuti semuanya.
Mengapa aku menyebut Stef? Karena dia yang paling banyak bertindak untuk mencuri hatiku. Sebenarnya, Ria dan Jani tidak setuju jika aku menerima Stef. Karena mereka bilang bahwa Stef adalah palyboy, tukang main cewek, dan bengal. Stef adalah salah satu senior yang pernah bermasalah dengan Roman saat perkelahian waktu itu. Sebenarnya aku memang belum punya rasa pada Stef, aku hanya mencoba bersikap baik dan tak ingin terlihat jutek.
Stef sering ngajak aku kencan. Eh, jalan deh, bukan kencan. Sebenarnya aku lebih banyak menolak, tak ada alasan lain melainkan aku sedang nggak mood. Tapi waktu itu, sore hari, saat pulang kampus, Stef mengajakku makan bareng. Aku terima ajakannya, asalkan nggak ke tempat jauh. Akhirnya Stef mengajakku ke Cafe di seberang kampus. Cafe tempat Roman dan gengnya Roby selalu kumpul. Aku iyakan saja ajakan Stef. Aku nggak takut kalau ada Roman disana, aku akan bersikap sedingin mungkin.
Aku dan Stef memesan makanan, menyaksikan penampilan band akustik yang ada di cafe itu. Entah kenapa ketika melihat pemain piano itu, aku teringat Roman. Aku takut galau, semoga sampai aku pulang, Roman tak ada disini, apalagi jika dia melihatku dengan Stef. Aku nggak mau terlihat sedang bersama lelaki lain di hadapan Roman.
Sudah hampir setengah jam aku berada di Cafe ini dengan Stef. Stef banyak bercerita ini dan itu, tentang kehidupannya, keluarganya, kisah cintanya. Tapi, bukan bermaksud untuk tidak menghargai, aku memang kurang tertarik pada topik yang dibicarakannya. Aku hanya bisa tersenyum kecil.
Tak lama setelah itu, hal yang kutakutkan benar-benar terjadi. Roman datang, bersama Jordan, Roby, dan dua orang lagi yang aku nggak tahu siapa. Aku terus berdoa agar Roman tidak melihatku. Roman terlihat ceria, terlihat baik-baik saja tanpa aku. Berarti benar, bahwa aku memang bukan orang yang penting di hidupnya. Tapi, aku juga berharap bahwa perkiraanku itu salah. Aku mencoba untuk mengalihkan tatapan dan pikiranku pada band akustik yang saat itu tampil. Setelah beberapa lagu diselesaikan, vokalis dari band itu menyapa semua pengunjung di Cafe itu.
"Selamat sore semua, selamat menikmati menu makanan di Cafe ini. Sebelum gue rehat, gue pengen ada yang gantiin dulu nih, ngisi panggung. Disana gue lihat kawan gue, Roman. Seru kayanya kalau dia nyanyi disini." Kata vokalis band itu. Spontan kutatap Roman yang sedang ditarik Jordan dan Roby untuk segera naik ke panggung. Sampai akhirnya Roman benar-benar berdiri di atas panggung itu. Aku benar-benar bisa menatapnya dengan jelas.
Saat di panggung, Roman menyapa seluruh pengunjung.
"Sore semua, gue mau coba ngehibur siapapun yang ada disini. Gue nggak jago nyanyi, cuma suka. Dan pasti suara gue nggak sebagus Toto dan bandnya barusan. Tapi, semoga kalian bisa pulang dari sini dengan keadaan sehat, terutama kuping kalian, semoga nggak rusak."
Lagu pertana yang dinyanyikan Roman adalah lagu milik Anda, yang berjudul "Tentang Seseorang"
Suara Roman, penjiwaannya saat bernyanyi benar-benar membuat hatiku tersentuh. Aku seperti di tenggelamkan lagi pada dalamnya perasaanku. Aku nggak tahu, apakah Roman menyadari ada sepasang mata yang menyaksikannya dengan hati dan rasa.
Di lagu kedua, Roman menyanyikan lagunya Glenn Fredly dan Yura Yunita yang berjudal "Cinta Dan Rahasia". Aku benar-benar suka suaranya.
Saat Roman selesai dengan penampilannya di panggung. Dia kembali ke mejanya bersama teman-temannya. Saat dia berjalan, dia menatapku, aku yakin dia sudah menyadari bahwa aku ada disana. Aku bingung, mati langkah, akupun segera mengajak Stef untuk pulang.
Saat aku berdiri dan siap untuk pergi, kulihat Roman juga berdiri. Aku semakin takut dan bingung, aku takut Roman menghampiriku dengan Stef. Aku mempercepat langkahku menuju parkiran. Saat aku sudah di samping mobilku, aku melihat Roman berada dipintu, hanya berdiri dan menatapku. Dua tangannya berada di saku celananya, seperti cara biasa dia bergaya. Aku berusaha untuk tidak menatap balik pada Roman.
Entah apa yang dipikirkan Roman, yang dirasakan Roman. Aku membaca tatapan itu sebagai tatapan penuh kecewa. Mungkin, Roman juga merasa sakit hati dan kehilangan. Setelah selama ini aku benar-benar menghindar darinya, mengabaikan sapanya, menolak tatapan matanya. Dan kini, dia melihatku bersama Stef, lelaki yang pernah menghajar wajahnya Roman.
Aku mencoba membuang rasa bersalahku pada Roman. Kupikir, Roman akan tetap baik-baik saja. Aku mencoba untuk tidak memikirkannya, walau sulit.
Di perjalanan pulang, aku melihat mobil Stef berada di belakangku, mengikutiku, memastikanku sampai di rumah dengan selamat. Aku yakin, Stef mengikuti cara Roman mendekatiku. Karena selain itu, Stef juga suka banget buat jalan bareng nganterin aku kelas, atau ngasih puisi. Sejauh ini, aku belum tersentuh dengan segala tindakan Stef. Harusnya, dia pakai cara dia sendiri, karena semua sudah aku rasakan dari Roman. Stef itu salah, secara tidak langsung, Stef membuatku terus ingat pada Roman.
Sejauh ini, aku hanya mencoba untuk menghargai setiap perjuangan yang Stef lakukan. Dia itu cukup baik. Jadi, nggak mungkin jika aku mencampakkannya.
Sebenarnya, Stef sudah mengungkapkan perasaannya padaku. Tapi aku hanya menganggap bahwa itu hanyalah pernyataan, bukan pertanyaan. Jadi, sampai saat ini aku belum cerita tentang perasaanku pada Stef.
Jujur, aku selalu merasa risih saat Stef melakukan sesuatu. Aku nggak mau Stef terlalu berharap padaku, aku nggak mau dia sakit hati. Karna saat ini, meskipun aku dan Roman sudah saling jauh, perasaanku masih utuh untuknya.
Stef, dan Roman adalah perbandingan nggak seimbang. Di mataku, tahta di hatiku ini masih milik Roman, Stef hanyalah rakyat biasa. Roman itu selalu bertindak spontan, cuek, tapi perhatiannya jelas terasa. Dia selalu punya banyak cara untuk membuatku senang tanpa banyak berpikir. Usahanya selalu sederhana, tapi hasilnya selalu mewah. Sedangkan Stef, malah merubah dirinya menjadi orang lain. Setiap malam, Stef selalu memberiku puisi. Tapi, puisi yang dia kirimkan kebanyakan bukanlah ciptaannya. Dia sering memberi puisi dari berbagai penyair terkenal. Dia itu jauh berbeda dengan Roman. Stef kalah telak dari Roman yang malah masuk manajemen, padahal pengetahuan tentang sastranya jauh di atas rata-rata. Itu penilaianku, tak perlu ada yang protes. Roman memang menang telak atas Stef. Tapi sayangnya, Roman masih mengikat diri pada masa lalunya.
Entah apa yang akan terjadi nanti antara aku, Roman, dan Stef. Kalau memang nanti aku harus kembali pada Roman, aku butuh waktu yang amat sangat tepat. Andai Roman mengerti perasaanku.
Suatu hari, aku bertemu Jordan di depan kelasku. Aku belum terlalu mengenal Jordan, tapi aku tahu dia adalag sahabatnya Roman. Aku sudah mendengar kabar bahwa dia sedang mendekati Ria. Kupikir, dia datang ke depan kelasku untuk Ria. Tapi, ternyata dia datang untuk menemuiku.
"Ada apa?" Kutanya.
"Aku tahu apa yang menyebabkan renggangnya kamu dengan Roman. Aku mengerti perasaan kamu. Tapi, membiarkan Stef terus berada di samping kamu, kurasa nggak akan menyelesaikan masalah hati kamu. Malah, masalah kamu akan segera bertambah. Kamu nggak perlu bohongin perasaan kamu sendiri, itu saja." Kata Jordan. Setelah itu dia pergi begitu saja tanpa memberiku kesempatan untuk berbicara.
Apa maksudnya Jordan? Kok dia jadi ikutan repot? Sok misterius banget! Aku mendengar ucapan Jordan seperti sebuah ancaman. Karena dia bilang bahwa masalahku akan segera bertambah. Apa karena Stef orang yang pernah bermasalah dengan Jordan dan Roman? Apa Roman merencanakan sesuatu untuk Stef? Kalau iya, nggak akan aku biarkan!
Dari seluruh ucapan Jordan, ada satu kalimat yang kurasa benar. Iya, aku nggak boleh bohongin perasaan aku sendiri. Aku memang menyayangi Roman, dan nggak seharusnya aku menjauh darinya. Tapi, kuharap semua mengerti bahwa ini hanyalah masalah waktu, dimana aku menyayangi Roman di saat yang salah, di saat dia masih mengharapkan masa lalunya.
Apapun yang terjadi, semoga semua baik-baik saja. Untukku, Roman, dan siapapun.

Tentang Seseorang [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang