Pertemuan kedua.

63 5 0
                                    


Ini adalah hari ke 7 dhiba memasuki sebuah kampus terbesar di kotanya. Tak menyangka bila seorang Adhiba Malika Salsabil bisa memasuki kampus terbesar yang hanya ada orang orang pintar disana. Itulah sebuah keberuntungan lagi lagi yang didapatnya.

Siang ini, dia pun berniat untuk ke ruang lab di salah satu dari puluhan ruang di kampus ini. Sendiri. Iya, sejak awal kuliahan dia belum dapat menemukan teman yang benar benar teman. Masih saja selalu ina yang menghantui fikiran dhiba.

Bruuk

"Ehh"

tubuh dhiba menabrak tubuh laki laki gagah dengan beberapa buku di rangkulannya.

Tak sadar bahwa dhiba langsung mengatakan

"maaf, maaf kak. Sini aku bantu.."

Hingga kini, rok panjang dengan hijab syar'i nya telah menyentuh bagian tanah dan memungut beberapa buku yang jatuh.

"Eh tunggu tunggu.. Dhiba kan?"

Laki laki tersebut melihat sepatu yang di kenakan oleh dhiba dan langsung menyimpulkan bahwa itu dhiba. Dhiba pun mendengak ke atas dan melihat siapa cowok yang mengenalinya itu.

Saat dia melihat ke atas pun.. Ternyata dhiba juga mengenali laki laki tersebut.

"Kak jero.."

lirih dhiba dengan mata tak berkedip. Ya, ternyata dhiba dan jero kini sekampus. Sebuah ketidak mungkinan yang berubah menjadi mungkin dan semungkin mungkinnya. Bagaimana mungkin mereka bisa sekampus sedangkan beratusan kampus di jakarta masih terbuka? Namun, timbul benak bahagia di diri dhiba.

                          **

  "Jadi kamu ngampus di sini juga. Kenapa gak bilang sih? Kan bisa aku temui kalau ada apa apa"

Ucap jero yang kini telah berada di salah satu kantin yang lumayan sunyi

"Haduh iya kak. Maaf, aku juga sempat lupa dan gak kefikiran bisa sekampus dengan kakak lagi"

"yaudah deh. Ohya, udah dapat kabar ina belum?"

'Dan sekarang pun masih ina yang jadi pembahasan antara kita.. Apa tidak ada hal lain yang indah seperti pelangi yang harus kita bahas kak?'

"Hey"

Jero heran melihat reaksi dhiba yang kini diam tanpa kata

   "aku tau kalau kamu juga belum bisa melupakan ina. Kita sama kok" Jero menghiasi katakata nya dengan senyuman.

  Dhiba tersadar dari lamunannya

"I-iya kak, aku belum menemukan apapun soal ina. Aku merindukan dia"

Telah lama mengobrol soal ina, akhirnya jam menunjukkan untuk segera pulang kerumah.
Dhiba pulang menaiki taxi karna itu akan melatih nya untuk mandiri, pesan seorang mama.

Tapi dijalan, dia kepingin membeli soto ayam. Entah kenapa dia memang benar benar menginginkan itu. Dan dhiba pun meminta supir taxi untuk berhenti di salah satu warung pinggir jalan

  "Buk, soto nya ada?" entah kenapa ada dua orang yang mengatakan itu didetik yang sama. Yaitu dhiba dan wanita cantik di sebelahnya. Seketika dhiba dan wanita cantik itu menoleh dan saling tersenyum ramah.

"Yah mbak, soto nya tinggal satu porsi lagi nih. Gimana dong" Jawab ibu penjual soto dengan dress jogja itu.

'Mbak ini berpakaian sangatlah rapi dan tampak seperti seorang pengusahawan, tak wajar jika wanita kaya ini menginginkan soto untuk diri nya, pasti dia membelikannya untuk seseorang yang memang perlu soto ini. Tapi aku, aku bisa lain kali saja membelinya. Toh juga rumah ku tak jauh jauh dari warung ini'

CHANGESTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang