Dia Gerak!

1K 43 0
                                    

Dont Copy Paste this Amateur Story!


Aelke mengangkat dua buah topi rajutan dan menunjukkannya pada Morgan. Morgan malah asik dengan ponselnya sendiri. Tatapan suaminya itu serius pada ponsel padahal ia yang mengajak Aelke belanja hari ini.

"Gan..." panggil Aelke. Morgan menoleh seketika. "Kenapa?" tanyanya.

"Yang biru atau yang merah?" tanya Aelke. Morgan menatap Aelke bingung, Aelke menanyakan bagus yang mana? Biasanya sejak tadi barang apapun ia selalu ambil dua-duanya.

"Bagus semua." jawab Morgan akhirnya. Aelke mengerucutkan bibirnya dan mendengus kesal.

"Jawabannya gak boleh begitu. Pilih salah satu aja!" tukas Aelke.

"Bukannya dari tadi kamu ngambil dua melulu?" Morgan bertanya balik.

"Ini gak begitu keren, satu aja deh." ujar Aelke enteng. Morgan menggeleng tak mengerti pada istrinya yang sedang mengandung itu. Ada saja kelakuan anehnya.

"Merah aja." ujar Morgan pada akhirnya. Aelke tersenyum dan langsung memasukkan topi rajut berwarna merah itu ke dalam tas belanjaannya.

Aelke mulai bosan, tidak semangat belanja apapun. Ia membawa tas belanjaannya menuju kasir dan Morgan mengekor disana. Entah kenapa Aelke mudah lemas sekarang. Tak sesegar bulan-bulan kemarin, mungkin efek kandungannya makin membesar.

"Kenapa?" Morgan bertanya saat Aelke terlihat memegang keningnya.

"Pusing..." keluh Aelke. Morgan langsung membayar belanjaan dan membawa semua belanjaan Aelke. Ia menuntun Aelke dengan tangan kirinya. Melihat ada food court, Morgan mengajak Aelke untuk sekedar duduk disana.

"Pusing banget?"

"Lumayan..."

"Kuat jalan, gak?"

"Kuat, kok..." jawab Aelke. Morgan khawatir, Aelke dulu pernah lumpuh karena kecelakaan, Morgan takut semua itu menjadi penyebab Aelke yang mudah lemas dan pusing.

"Mau makan dulu gak? Atau mau pulang?" tanya Morgan. Aelke memandang Morgan yang terlihat khawatir. Dengan gemas, Aelke mencubit hidung Morgan.

"Banyak tanya banget suami aku. Pulang ke rumah kamu aja yuk!" ajak Aelke sambil berdiri. Morgan ikut berdiri, "Gak boleh, kita pulang ke rumah aja." ujar Morgan. Mereka berjalan beriringan.

"Kan nenek masih sakit..."

"Nanti besok kesana lagi. Hari ini tuh khusus aku sama kamu di rumah. Berdua aja." ujar Morgan menggandeng tangan Aelke. Aelke diam-diam tersenyum, akhirnya Morgan akan seharian bersamanya.

***

Di sebuah restoran, gadis itu mengetuk-ngetuk meja sambil memainkan sedotan di minumannya. Menunggu seseorang datang.

"Maaf, gue lama."

"Kelamaan, bukan lama!" ketus gadis itu kesal.

"Yeh. Maaf. Gimana perkembangannya?" tanya seorang pemuda itu seraya memesan minuman pada pelayan.

"Perkembangan gue pesat. Emangnya elo? Gak jalan-jalan!" gadis itu memasang wajah kesal. Entah kenapa.

"Siapa bilang gak jalan? Liat aja nanti, lo aja bakalan kalah langkah!" sergahnya sambil tersenyum miring. Gadis itu ikut tersenyum miring lalu menyeruput minumannya sampai tinggal setengah gelas.

"Jangan kebanyakan ngomong, buktiin. Bye..." gadis itu langsung berdiri dan berlalu meninggalkan restoran juga pemuda itu.

***

Rumah Morgan dan Aelke memang rumah ternyaman bagi mereka berdua. Baru saja datang, si kembar Zean dan Zein langsung menyapa mereka dari depan Klinik. Aelke terkekeh, mereka berdua sudah seperti anak kandung. Saling merindukan, saling membutuhkan, dan selalu jadi penenang.

"Hayo abis dari mana? Teteh enggak diajak? Mommy belanja ya? Oma apa kabarnya?" Zeinifa berjalan di sisi Aelke menuju rumah. Morgan mencubit gemas pipi Zeinifa.

"Banyak amat pertanyaannya, teh?" ucap Morgan.

"Jawab aja sih daddy..." tukas Zeinifa.

"Oke, ah... Males jawab...!" ujar Morgan mengangkat tubuh putri kecil Rangga dan Hana itu sampai Zein tertawa lepas kegelian diangkat-angkat ke udara.

"Mau diangkat daddy..." Zean menarik-narik kaki Morgan. Morgan mendelik dan menurunkan Zeinifa. Zeinifa memeluk Morgan erat, tidak mau diturunkan.

"Ih teteh, Aa lagi dong!" Zean menarik baju yang Zein pakai. Morgan melerai keduanya, selalu ribut. Zean dan Zein saling tarik-menarik minta diangkat-angkat ke udara tubuhnya. Aelke yang baru saja menaruh semua belanjaan hanya menggeleng saat Morgan mengangkat tubuh si kembar bersamaan.

"Eh, teteh sama Aa badannya udah endut-endut. Kasian daddy-nya tuh keberatan!" ujar Aelke berusaha memisahkan Zein yang lengket tak mau jauh dari Morgan.

Zean lebih dulu melompat dari tubuh Morgan. Ia langsung berlari pulang, "Aku mau nonton film dulu, dadaaah..." tukas Zean melambaikan tangan dan terus berlari. Sedangkan Zein baru mau turun, ia terdiam sejenak.

"Ih teteh kenapa?" tanya Aelke heran.

"Mau nonton film juga kaya Aa. Dadah mommy, dadah daddy. Emmuach!" Zein berlari setelah sebelumnya melayangkan kiss bye pada Morgan dan Aelke.

Morgan dan Aelke hanya saling pandang, tingkah anak kembar itu memang kadang menggemaskan dan menyebalkan.

"Lucu, kan mereka? Anak aku dua kayak mereka..." ujar Aelke lagi-lagi beranggapan jika ia memiliki dua anak.

"Sayang... Kita belom tau anak kita berapa." tegur Morgan tak bosan-bosan mengingatkan. Aelke acuh, ia berjalan menuju sofa bed di ruang tengah dan duduk tenang disana.

"Anak aku dua, kok. Kalian di dalem berdua kan sayang?" Aelke bergumam sambil mengelus perutnya. Morgan duduk di samping Aelke sambil ikut mengelus perut Aelke. Sudah membesar, tinggal menunggu 3 bulan setengah lagi.

"Di dalem sini, satu atau dua, asalkan selamat mama sama bayinya..." ucap Morgan. Aelke menoleh menatap Morgan dan menyandarkan kepalanya di dada bidang suaminya itu.

Aelke merasakan kepalanya pusing dan sedikit mual. Mungkin dia kelelahan, apalagi saat Morgan tidak di rumah, susu hamil tidak ia minum. "Kenapa sih, kamu gak yakin anak aku dua?" tanya Aelke pelan dan nyaris berbisik, membuat Morgan langsung menoleh, suara bisikan Aelke itu seolah menjadi magnet sampai Morgan langsung menoleh dan mengelus perut Aelke lagi.

"Bukan gak yakin."

"Terus?"

"Cuma gak mau kamu kecewa kalo yang keluar satu..." jawab Morgan, Aelke terdiam. Morgan mengelus rambut kecokelatan Aelke lembut, rindu saat-saat seperti ini. Morgan terlalu sibuk kemarin hari.

"Aku maunya dua, kayak teteh sama si Aa..." ucap Aelke lirih.

"Kan repot kalo dua, kaya kita dulu. Nangis satu, nangis semua. Gak keberatan?" tanya Morgan.

"Seorang ibu gak akan ngerasa direpotin sama anaknya sendiri..." jawab Aelke. Morgan tersenyum simpul. Semoga keinginan Aelke terwujud, jika tidak, semoga Aelke bisa menerimanya.

"Dia gerak!" Morgan tersenyum saat perut Aelke terasa bergerak. Bayi di dalamnya menenadang-nendang. Aelke terlihat meringis, Morgan menautkan kedua alisnya, "Sakit?" tanyanya. Aelke tersenyum simpul lalu mengangguk, "Lumayan..." jawabnya.

"Kata orang..." ucapan Aelke menggantung. Morgan menunggu Aelke melanjutkan ucapan Aelke.

"Kalo anak di dalem perut gerak itu rasanya nikmat. Jadi sakit atau enggak, aku nikmatin aja..." ujar Aelke. Morgan tersenyum manis, Aelke bisa berpikir dewasa. Jika dulu saat dijodohkan langsung menikah, pasti mereka berdua belum tentu bisa jadi pasangan yang punya pemikiran lebih dewasa seperti saat ini.

Setelah beberapa kali bergerak, perut Aelke sudah terlihat tenang. Morgan menatap Aelke yang kelelahan. "Istirahat, yuk!" ajak Morgan. Aelke menggeleng. "Mau martabak unyil." tukas Aelke tiba-tiba. Morgan menghembuskan nafasnya lalu terkekeh. Ngidam lagi dan lagi.

"Tunggu disini ya... 10 menit!" ucap Morgan. Aelke mengangguk. Morgan berdiri setelah mengecup dahi Aelke sekilas. Ia langsung meraih kunci mobilnya dan akan berburu martabak unyil di sekitar kompleks.

***

Morgan menatap Aelke yang asik memakan martabak unyil dengan lahap tanpa menawari Morgan sama sekali. Aelke tak memperdulikan bibirnya belepotan dan keberadaan Morgan disana. Dengan gemas, Morgan menyuapi Aelke martabak. Aelke terkekeh, bibirnya belepotan.

"Sini, deh!" ujar Aelke sambil mengusap tangannya dengan tissue, lalu merangkul leher Morgan sampai jarak mereka begitu dekat. Morgan menahan nafas, Aelke mengerling manja padanya. Beberapa detik saling bertatapan, Aelke mengejutkan Morgan. "Mwach!." Aelke mengecup bibir Morgan dan Morgan terdiam. Pasti bibirnya belepotan cokelat sekarang.

"Wle..." Aelke menjulurkan lidahnya dan langsung berdiri menjauh.

"Curang..." tukas Morgan mengusap bibirnya. Aelke sudah berjalan menaiki anak tangga. Morgan memanggil bi Parmi untuk membereskan bekas martabak yang Aelke makan.

Sampai di kamar, Aelke ternyata berada di kamar mandi. Morgan menarik seutas tali di dekat sakelar sampai langit-langit kamar itu bergeser dan memperlihatkan atap kaca. Sudah banyak bintang-bintang terlihat disana.

Aelke keluar dari kamar mandi sudah memakai kimono tidur selutut. Tidak ada Morgan disana. Aelke mematut tubuhnya di cermin besar dan tertawa sendiri saat melihat perutnya yang besar.

"Jelek banget, ih! Pake baju apa aja jadinya aneh..." gumam Aelke aneh tapi ia tertawa setelahnya.

Aelke duduk di sisi ranjang. Menunggu Morgan datang. Ia memainkan ponselnya, ada pesan dari Novia jika lusa ada pemotretan gaun perempuan. Jadi tak akan ambil foto bersama Morgan.

Sedangkan Morgan tengah berkutat di ruang kerjanya. Ia harus menyelesaikan beberapa pekerjaan yang ada dari perusahaan Alfa.

Pintu terbuka, Aelke datang menghampiri Morgan. Morgan terkesiap, langsung menutup aplikasi yang sedang ia kerjakan. Alfa dan Morgan sudah sepakat untuk tidak memberitahu Aelke soal kerja sama mereka, apalagi mengenai perusahaan Alfa dan ayah Aelke yang tengah bermasalah.

"Kok kesini, bukannya bobo duluan..." ujar Morgan langsung mengalihkan pekerjaannya. Aelke duduk di tangan kursi yang Morgan duduki, melihat apa yang Morgan kerjakan. Morgan ternyata membuka slide show foto-foto dirinya dan Aelke sejak pertama dijodohkan.

"Itu aku? Ih jelek amat..." komentar Aelke menunjuk fotonya masih memakai seragam SMA dan tengah duduk di teras kelas bersama Morgan.

"Cantik kok, cantikan dulu malah..." ucap Morgan.

"Jadi sekarang gak cantik?" tanya Aelke.
Morgan mengetuk-ngetuk dagunya dengan pulpen.

"Sekarang bukan cantik. Tapi most beautiful apalagi udah mau jadi mama," Morgan terkekeh. Aelke tertawa sendiri, fotonya memakai baju kimono saat perpisahan sekolah ada disana.

"Dih, kok ada foto ini..." Aelke menghentikan slide show, ada foto Aelke dan Rafael dulu dengan seragam SMA yang banyak coret-coretan. Itu foto setelah ia menerima surat kelulusan.

"Aku yang ambil, takutnya kamu kangen mantan. Eh..." Morgan menutup mulutnya. Aelke mendelik, "Aku sama Rafael kan gak sampe pacaran woo..." Aelke melipat kedua tangannya di depan dada.

"Tapi dia kan yang paling deket sama kamu." ujar Morgan.

"Apa deh bahas-bahas itu. Kamu kali yang kangen mantan. Irma itu.. Atau Nanda..." Aelke balik menyerang Morgan dengan nama mantan-mantannya.

"Eh, mereka udah punya pasangan. Kan Irma jodohnya sama mantan kamu..." timpal Morgan terkekeh.

"Bahas mantan terus, ih. Oh iya, mantan kamu di SMA kan banyak. Playboy banget. Apalagi yang suka labrak aku tuh, si Audrey!" tukas Aelke. Morgan seketika terdiam mendengar nama 'Audrey'.

"Dari pada bahas mantan, mending kita tidur..." Morgan langsung mengalihkan pembicaraan, ia mematikan aplikasi bwoser foto, lalu menutup laptopnya. Dengan lembut, Morgan menarik lengan Aelke dan menuntun istrinya itu menuju ke kamar.

Suasana temaram langsung menyeruak saat lampu kamar dimatikan. Bintang-bintang di atas sana terlihat berkelip nyata seakan ada di depan Aelke secara langsung. Morgan menyibak selimut dan masuk ke dalamnya. Berbaring di samping Aelke yang masih asik memandang langit malam. Morgan menggenggam tangan Aelke, Aelke menoleh dan memposisikan tidurnya menghadap Morgan.

"Lusa aku harus ke Semarang. Ada proyek." ujar Morgan, Aelke tertegun seketika.

"Berapa hari?"

"Dua hari tiga malam."

"Sama Dicky?" tanya Aelke, dulu Morgan pernah ada proyek pembangunan bersama Dicky selama satu minggu.

"Bukan. Sama temen..." jawab Morgan. "Nanti kamu di rumah mama aku, ikut rawat nenek, ya..." lanjut Morgan. Aelke berpikir sejenak, harus berjauhan lagi dengan Morgan. Keindahan malam hari ini pasti tak akan terasa.

"Gapapa kan, sayang?" tanya Morgan sambil menyingkirkan poni Aelke sampai dahinya terlihat.

"Asal besok jangan kemana-mana..." tukas Aelke. Morgan mengingat-ngingat jadwal besok. Harusnya ia mengontrol restoran yang ada di Bekasi.

"Oke, besok aku temenin kamu seharian..." ujar Morgan akhirnya, asalkan Aelke tidak berat melepasnya pergi. Aelke tersenyum, mendekatkan tubuhnya dan mendekap Morgan. Morgan tertawa kecil saat perut Aelke menabrak perutnya.

"Gak bisa nempel, perutnya udah gede, haha..." Morgan tertawa dan Aelke ikut tertawa.

"Have a sweet dream..." Morgan mengecup kening Aelke, lalu mengecup perut Aelke. Ditemani bintang dan bulan diatas sana, mereka terlelap mengarungi mimpi untuk menjemput sinar matahari esok hari dalam kehangatan berdua.



TBC....





#Mila @MilaRhiffa

Behind The Baby Twins (Baby Twins III)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang