Who? 2

3.3K 142 0
                                    

Pagi-pagi sekali aku sudah bangun. Jam masih menunjukkan pukul 4 dini hari. Suhu masih sangat rendah. Aku mematikan AC dan bergegas mencuci muka--kalau tidak, aku pasti akan mengantuk lagi.

Entah mengapa, hari ini aku semangat sekali datang ke sekolah. Ya, itu bagus. Dengan mood seperti ini, aku akan lebih cepat menyerap pelajaran.

Aku memutuskan untuk kembali membuka buku Fisikaku. Nanti aku ulangan Fisika. Aku tidak akan membiarkan nilaiku merah di pelajaran itu. Aku sangat menyukai Fisika--juga Kimia dan Matematika.

Tiba-tiba, ponselku berdering. Siapa yang menelepon pagi-pagi seperti ini? Sangat pentingkah?

Aku menatap layar ponselku. Peter?! Pagi-pagi seperti ini, dia juga sudah bangun? Aku buru-buru mengangkat telepon darinya.

"Ada apa, Peter?" tanyaku.

"Aku kesulitan mengerjakan soal Fisika nomor 5 modul 2. Apa kau bisa membantuku?" tanyanya dari seberang telepon.

"Eh? Baiklah akan aku cek terlebih dahulu soalnya." Aku meraih modul 2 dan memeriksa soal nomor 5.  Aku tersenyum.

"Ya, itu sudah gue, eh, aku ajarkan padamu tadi malam. Coba periksa bukumu. Setahuku, kau mencatatnya tadi malam saat aku menjelaskannya. Itu tentang optika geometri," jawabku.

"Baiklah. Akan aku coba," ujarnya.

"Oke. Jika kamu masih kesulitan, telepon aku lagi. Atau mau datang ke rumahku barang kali. Hahaha," kataku.

"Ya, terima kasih, Talia."

"Sama-sama. Bye." Aku memutuskan sambungan telepon.

Pagi-pagi begini, dia sudah belajar? Wow, rajin sekali anak itu. Jarang-jarang cowok seperti dia, batinku sambil tersenyum.

Aku kembali terbenam dengan soal-soal Fisikaku.

Kring! Kring! Kring! Alarm ponselku berbunyi. Aku memang sengaja menyetel alarm tepat pukul 05.45 agar aku segera bergegas mandi.

Aku pun menuju ruang makan setelah selesai mandi, memakai seragam, dan menyiapkan tas (juga isinya). Aku bergabung bersama Mama dan Papa yang sudah sarapan.

"Pagi Ma, Pa," sapaku dengan riang.

"Kok bahagia banget mukanya? Ada apa?" tanya Papa.

"Lho emang biasanya Talia nggak bahagia?" tanyaku.

"Mungkin karena tetangga kita dari Australia udah balik ke Indonesia. Apalagi Peter, anaknya, sekolah di SMA-nya Talia," kata Mama menggodaku.

"Eh, Mama apa sih?" ujarku malu-malu. Pipiku memerah. Sebenarnya, benar juga apa yang dikatakan oleh Mama. Tapi, apa aku menyukai Peter? Atau hanya perasaan senang karena bertemu teman lama?

Aku melahap roti isi keju dan susu. Sebenarnya, ada bubur ayam. Namun, aku sedang tidak mood untuk makan bubur ayam. Eh, makan ada mood-nya juga, kan?

Selesai makan, aku bergegas ke sekolah. Seperti biasa, aku antar oleh Pak Supir menggunakan mobil.
**
Aku sampai di sekolah pukul setengah 7. Ini membuatku lebih santai, tidak terburu-buru seperti kemarin. Aku meletakkan tasku di samping Kayla.

"Morning, Tal!" sapa Kayla sambil tersenyum manis. Wajahnya tampak sangat bahagia.

"Morning too, Kay! Ada apa, nih, kok lu kayak bahagia banget, sih?" tanyaku penasaran.

"Ngga ada apa-apa, sih, hehe," jawab Kayla sambil nyengir.

Aku dan Kayla asyik terlarut dalam pembicaraan kami berdua, meskipun tidak bisa disebut penting. Berbasa-basi sebelum bel sekolah tanda jam pelajaran berbunyi adalah kebiasaan kami.

Tak lama kemudian, Peter tiba-tiba muncul di ambang pintu kelasku. Dia memanggilku dengan isyarat.

"Masuk aja tidak papa," seruku. Peter pun masuk dan duduk di bangku depanku. Kebetulan, Kevin, yang duduk di depanku belum datang.

Ternyata, Peter hanya ingin bertanya tentang soal Fisika. Maklum, dia anak baru, banyak pelajaran yang harus ia susul.

Aku menjelaskan materi Fisika yang ia tanyakan hingga Peter benar-benar sudah paham. Ia sangat berterima kasih padaku sekaligus meminta maaf karena telah merepotkanku. Tetapi, bagiku ia tidak merepotkanku. Justru ia membuatku bahagia.

Teng! Teng! Teng! Bel masuk telah berbunyi. Peter bergegas lari menuju kelasnya yang terletak di sebelah kelasku. Aku dan Kayla menyiapkan alat tulis. Kami siap berkutat dengan soal ulangan harian Fisika kali ini.
**
Teng! Teng! Teng! Bel istirahat berbunyi. Banyak yang mengeluh karena waktu seolah-olah cepat sekali berlalu dan mereka belum selesai mengerjakan, termasuk Sasa yang duduknya di belakangku. Aku berdiri dan mengumpulkan lembar ulanganku di meja guru. Lalu, aku segera keluar kelas. Aku memutuskan menunggu Kayla dan Sasa di luar kelas.

"Talia, apakah kamu mau ke kantin?" tanya Peter yang entah sejak kapan berada di belakangku.

"Iya," jawabku singkat.

"Ayo! Kebetulan aku juga sedang lapar," ajak Peter.

"Tetapi aku akan menunggu Kayla dan Sasa," kataku.

"Baiklah. Maka kita akan ke kantin berempat," ucap Peter. Aku hanya diam, tidak membalas perkataan Peter.

Tak lama kemudian, Kayla dan Sasa keluar dari kelas. Mereka mendekatiku. Aku menarik tangan mereka menuju kantin. Peter di sebelah kiriku, sementara Kayla dan Sasa di sebelah kananku.

"Pangeran tampan itu ngapain?" tanya Sasa sambil berbisik. Ia tampak salah tingkah.

"Doi mau makan sama kita di kantin," jawabku, juga sambil berbisik. Sasa hampir melonjak kesenangan jika aku tidak menginjak kakinya.

**

Boy(friend) [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang