"Hiks, Tal, ke rumah gue Tal," kata Sasa dari seberang telepon.
"Eh, lo kenapa nangis? Oke, oke, gue ke sana," kataku terkejut mendengar isakan tangis
Aku memutuskan sambungan telepon. Aku segera mengganti pakaianku yang acak-acakan dengan pakaian kasual namun pantas untuk dipakai pergi. Aku menutup buku Kimiaku dan segera menelepon ojek online. Untung PR Kimia sudah aku kerjakan dari tadi siang selepas pulang sekolah.
Tak lama kemudian, ojek online yang aku pesan sudah datang. Aku pun menumpang dan segera bergegas ke rumah Sasa. Apa yang terjadi dengannya?
Aku memberi uang pada si ojek setelah sampai di depan rumah Sasa.
Aku mengetuk pintu rumah Sasa. Sedetik kemudian, aku menepuk dahiku. Napa gue ngga langsung mencet bel aja bego, batinku sambil berjalan ke arah tombol bel. Aku menekan bel tersebut.
Tak lama kemudian, Sasa membukakan pintu. Wajahnya terlihat sembab, bibirnya merah, kantung matanya besar.
Aku mengekor di belakang Sasa ketika ia menarik tanganku menuju kamarnya. Kami berdua duduk di atas kasur Sasa.
"Kenapa, Sa?" tanyaku penasaran sambil mengelus punggungnya untuk menenangkan.
"Tal, lo pacaran sama Peter?" tanya Sasa balik.
"Ya nggak, lah! Gue ngga bakal pacaran sama doi karena gue tau sahabat gue yang satu ini juga suka sama doi. Lo jangan salah paham ya Sa," jawabku tanpa meninggikan nada bicara.
"Tapi, dia nolak gue dengan alasan udah punya pacar," ujar Sasa lirih.
"What?! Lo habis nembak Peter?" tanyaku terkejut. Sasa mengangguk. "Kan gue udah bilang nanti-nanti aja nembaknya." Aku menghela nafas pelan, namun terdengar. "Tapi yang udah terjadi ya--gimana lagi."
"Tapi gue takut gue keduluan sama fans-fansnya Peter. Lo tau kan kalo fansnya Peter itu berlusin-lusin," ucap Sasa.
"Heeh." Aku bingung harus berkata apa. "Btw, Peter pacaran sama siapa? Setau gue doi cuma deket sama aku, lo, sama Kayla."
"Nah itu gue juga ngga tau. Lo bisa cari tau ngga?" bujuk Sasa.
"Ya, bakal gue cari tau. Lagian gue juga kepo," ujarku.
Ternyata Peter udah nggak ada perasaan lagi sama gue?, kataku dalam hati. Eh, apaan si Tal, dia tuh emang nggak ada rasa sama lo, batinku kemudian sambil menepuk dahi, kebiasaanku setelah melakukan atau berpikir tentang hal bodoh.
Aku melirik pergelangan tanganku, lebih tepatnya aku melihat jam tangan. Jam menunjukkan pukul 20.30 WIB. Aku pun memesan ojek online dengan aplikasi yang biasa aku gunakan karena hari sudah malam--bahkan menurutku sudah terlalu malam.
"Sa, gue pulang dulu ya. Udah malem banget, nih! Lo istirahat, jangan kecapean. Jangan mikir yang engga-engga juga," pamitku sambil menasehati Sasa seperti ibu yang sedang menasehati anaknya.
"Tiba-tiba lo jadi perhatian gitu sama gue. Lo naksir gue ya?" tanya Sasa sambil menaikkan alisnya, membuatku geli.
Aku menjitak kepalanya seraya berkata dengan logat Jawa yang kental, "Naksir gundhulmu!"
"Yaudah pulang sana!" usir Sasa bercanda.
"Ih. Sok amat lo," balasku sambil menjulurkan lidah.
Tak lama kemudian, aku pun pulang ke rumah karena hari sudah sangat malam. Jika aku pulang ke rumah lebih dari pukul 21.00 WIB, pasti Mama akan marah-marah.
**
Besoknya, sepulang sekolah...Aku melangkahkan kaki menuju halte. Hari ini, aku pulang sangat sore karena ada rapat kelas bersama Dinda dan pengurus kelas. Sekarang jam menunjukkan pukul setengah 6 sore. Sebenarnya, rapat kami diselingi menonton drama Korea yang durasinya 2 jam lebih per-episodenya, ya jadi lama sekali, deh, 'rapat'nya. Sementara Sasa dan Kayla sudah pulang dari tadi.
Tiba-tiba, suara motor berhenti terdengar di telingaku. Aku menengok ke arah belakang. Motor ninja berwarna hijau.
"Ngapain, Vin?" tanyaku pada si pengendara motor yang ternyata adalah Kevin.
"Gue kebetulan liat lo di sini. Bareng gue aja. Halte biasanya sepi banget kalo jam segini," kata Kevin menawarkan tumpangan.
"Ngga usah, makasih. Gue naik bis aja. Takut ngerepotin," tolakku halus. Ya kali kasar, udah ditawari tumpangan juga.
"Lo ngga tau kalo belum lama ada cewe yang hampir diperkosa di halte situ sore-sore gini?" tanya Kevin menakut-nakutin.
"Serius?!" tanyaku tidak percaya.
"Iya lah, gue serius," jawab Kevin.
"Yaudah, gue ikut lo aja ya?" kataku sambil membonceng di belakang Kevin. "Eh, tapi kan lo ngga tau rumah gue," kataku kemudian.
"Ya makanya biar gue tau. Alamat lo di mana?" tanya Kevin sambil menyalakan mesin motornya.
"Di Perumahan Griya Indah nomer 3. Lo tau perumahan itu?" jawabku.
"Iya, tau." Kevin pun melajukan motornya menuju rumahku.
Di perjalanan, kami sedikit mengobrol yang bisa dibilang tidak penting.
"Hmm, Vin," kataku sambil menepuk bahunya.
"Apa?" tanyanya sambil terus fokus menatap jalanan yang lumayan ramai. Semakin malam, jalanan semakin ramai saja.
"Gue mau tanya," ujarku.
"Tanya apa?" ucap Kevin yang sepertinya gemas, tidak sabaran.
"Peter beneran punya pacar?" tanyaku pelan.
"Iya," jawabnya santai. "Lo cemburu?"
"E-eh, engga lah. Siapa?" ujarku.
"Siapa apanya?" tanya Kevin bingung.
"Ya pacarnya Peter lah, Vin!" jawabku sebal. Kalau dia sedang tidak menyetir motor, pasti aku sudah menjitak kepalanya karena kesal.
"Calista," jawab Kevin.
"HAH?! DEMI APAAN LO?" teriakmu terkejut. Kebetulan kami sedang berhenti karena lampu merah. Berpasang-pasang mata menatap ke arahku dan Kevin dengan tatapan bingung. Pipiku memerah karena malu.
"Demi lo, demi Peter, demi doi, demi apa aja," jawabnya sambil tertawa karena melihat wajahku yang memerah malu lewat spion.
Aku terdiam sejenak. "Ter, beneran lo pacaran sama Calista?" gumamku pelan, seolah-olah sedang berbicara dengan Peter.
"Lo bilang apa?" tanya Kevin yang ternyata sadar jika aku sedang menggumam.
"E-eh. Gue? Gue ngga bilang apa-apa," jawabku.
Tak lama kemudian, aku dan Kevin sudah sampai di depan rumahku. Aku pun turun dari motor dan berterima kasih pada Kevin yang telah mengantarku.
"Mau mampir dulu? Ada Mama gue," tawarku pada Kevin.
"Ngga usah, udah malem. Lo istirahat aja," jawab Kevin.
"Oh ya udah. Sekali lagi makasih, ya, jadi ngerepotin," ujarku.
"Iya. Apa sih yang engga buat kamu?" ucap Kevin sambil menyalakan mesin motornya, lalu melaju. Aku tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepala.
KAMU SEDANG MEMBACA
Boy(friend) [Completed]
Ficção AdolescenteAku, si gadis kaku, yang sama sekali tidak mengenal cinta. Hingga pada suatu hari kau datang padaku. Seperti musim hujan yang tiba di daerah yang tandus. Kau memberiku secercah harapan untuk bisa mengenal cinta. Namun, ketika rasa cinta itu muncul...